Jakarta (ANTARA) - Pemerintah baru-baru ini melaksanakan kegiatan tanam padi serentak di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Gerakan ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Tak sekadar seremoni, tanam raya ini menggunakan teknologi modern berupa drone dan dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Ini adalah simbol komitmen politik tingkat tertinggi dalam mendukung sektor pertanian yang selama ini sering kali dianggap sektor pinggiran. Dengan keterlibatan langsung kepala negara, pesan yang disampaikan menjadi sangat jelas: pertanian adalah prioritas utama.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa tanam serentak dilakukan di 160 kabupaten di seluruh Indonesia.
Ini merupakan langkah besar yang tidak hanya membutuhkan koordinasi lintas sektor, tetapi juga partisipasi aktif petani, penyuluh, dan aparat pemerintahan di daerah.
Target luas tanam pada April 2025 mencapai 1,3 juta hektare dengan estimasi produksi sekitar 7,5 juta ton gabah, setara dengan 3,5 hingga 4 juta ton beras.
Tanam raya bukan sekadar agenda tahunan. Ia adalah pendekatan sistemik yang memiliki manfaat besar bagi ekosistem pertanian dan manajemen pangan secara nasional.
Pertama, meningkatkan efisiensi karena petani bergerak secara bersamaan. Efisiensi ini berdampak pada penurunan biaya operasional dan waktu kerja.
Kedua, menekan serangan hama dan penyakit yang kerap merebak saat pola tanam tidak seragam. Keuntungan ini sangat penting dalam mengurangi ketergantungan pada pestisida dan meningkatkan kualitas hasil panen.
Ketiga, mendongkrak produktivitas karena optimalisasi sumber daya dan lahan. Inisiatif seperti ini sering diorganisasi oleh pemerintah atau kelompok tani dalam skala besar untuk mendorong ketahanan pangan dan mencegah kekurangan bahan pokok.
Sejarah mencatat, peningkatan produksi belum tentu berbanding lurus dengan kesejahteraan petani.
Banyak variabel lain yang memengaruhi, terutama harga jual gabah di tingkat petani. Ketika harga jatuh, maka surplus produksi justru menjadi beban, bukan berkah.
Di sinilah pentingnya peran negara dalam menjaga keseimbangan harga dan menjamin bahwa petani tidak dirugikan.
Kebijakan satu harga pembelian gabah oleh pemerintah, tanpa ketentuan teknis soal kadar air dan hampa, menjadi angin segar. Ini adalah bentuk keberpihakan yang nyata. Apalagi kebijakan tersebut dikawal langsung oleh Presiden.
Ini memberi harapan bahwa nasib petani mulai diperhatikan secara lebih serius, tidak hanya sebagai produsen pangan tetapi juga sebagai warga negara yang berhak atas kesejahteraan.
Dengan stok beras pemerintah di atas 3 juta ton dan rencana menghentikan impor beras konsumsi mulai 2025, sah jika negeri ini menyambut era baru dengan mengumandangkan: “Selamat Datang Kembali Swasembada Beras.”
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.
Baca juga: Bantul targetkan luas tanam padi seluas 34.482 hektare
Baca juga: Maluku mulai garap 2.220 hektare sawah
Baca juga: Pemkab Purwakarta dorong percepatan tanam padi pada April untuk capai target
Baca juga: Dinas Pertanian Karawang dorong petani lakukan tiga kali tanam padi setahun