Jakarta (ANTARA) - Ketidakseimbangan pendapatan iuran dan beban klaim yang terus meningkat menjadi tantangan pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional Kesehatan. Kondisi ini tercermin dari rasio klaim yang mencapai 107,93 persen pada kuartal II tahun 2024 (DJSN, 2024).
Monopoli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan menjadi salah satu penyebab utama permasalahan. Akibatnya, beban subsidi pemerintah terus meningkat untuk menutup defisit anggaran, sehingga menekan alokasi anggaran untuk sektor lain yang membutuhkan perhatian.
Tekanan finansial yang menyebabkan keterlambatan pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan mitra berimbas langsung pada kinerja pelayanan. Fasilitas kesehatan yang menghadapi keterbatasan dana operasional sering kali mengalami penurunan efisiensi, yang berkontribusi pada antrean panjang dan waktu tunggu yang lama bagi pasien.
Ketidakmampuan fasilitas kesehatan memenuhi kebutuhan operasional secara optimal menyebabkan standar pelayanan menjadi tidak seragam di seluruh daerah. Kondisi yang semakin buruk akibat keluhan kualitas layanan, seperti terbatasnya ketersediaan obat dan kekurangan tenaga medis, semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap sistem jaminan kesehatan.
Selain itu, sistem IT yang belum sepenuhnya optimal seringkali menghambat proses pelayanan, memperlambat alur klaim, dan menambah kesulitan dalam pelayanan medis. Beban kerja yang berlebih pada fasilitas kesehatan mitra, akibat jumlah peserta yang terus meningkat, berdampak pada kualitas pelayanan, karena tenaga medis dan administrasi terhambat dalam memberikan perawatan yang optimal.
Pengawasan yang lebih ketat terhadap fasilitas kesehatan mitra diperlukan untuk memastikan kualitas layanan tetap terjaga. Selain itu, memberikan pilihan kepada pasien antara BPJS Kesehatan Pratama yang bekerja sama dengan rumah sakit pemerintah dan beberapa rumah sakit swasta, atau BPJS Kesehatan Utama yang dapat mencakup rumah sakit yang sebelumnya tidak bermitra.
Kerja sama dengan sektor swasta sangat penting untuk mempercepat pengadaan teknologi canggih, seperti sistem Blockchain dan pengembangan infrastruktur kesehatan di daerah. Langkah ini meningkatkan efisiensi operasional dan memperluas akses kesehatan, meskipun BPJS Kesehatan tetap berada di bawah naungan pemerintah.
Dengan demikian, solusi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan menciptakan sistem yang lebih inklusif serta berkelanjutan.
Harapan tidak ada monopoli dalam penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan sehingga ke depan tidak ada lagi masalah finansial. Dengan demikian, pelayanan maksimal untuk peserta atau pasien.
*) Muhammad Ichsan Siregar, S.E., M.S.Ak., CSRS., CSP., CSRA. adalah dosen di Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya, mahasiswa program doktor Ilmu Akuntansi, Universitas Airlangga
Baca juga: Tantangan finansial BPJS Kesehatan
Baca juga: Menkes: Belum ada kenaikan iuran BPJS pada 2025 mendatang