Jenewa (ANTARA) - Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk HAM dan kontraterorisme Ben Saul menyatakan, tindakan hukum sepatutnya dapat diambil terhadap Amerika Serikat dan Jerman sebagai pemasok sebanyak 99 persen senjata bagi Israel.
Meski mengakui jumlah negara yang memasok senjata kepada Israel saat ini "sangat sedikit", Ben Saul menyebut bahwa 69 persen senjata dan amunisi Israel berasal dari AS dan 30 persen lainnya dari Jerman, sehingga total kontribusi dari kedua negara itu saja sebesar 99 persen.
"Setiap negara berkewajiban di bawah hukum internasional untuk memastikan mereka tak memasok senjata ke negara lain di mana senjata-senjata tersebut digunakan untuk melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional," kata Saul pada Kamis (26/12).
Baca juga: Presiden Turki Erdogan desak negara-negara berhenti pasok senjata ke Israel
Pelapor khusus PBB itu menyebut, kewajiban tersebut adalah berdasarkan Konvensi Jenewa tahun 1949 demi memastikan negara-negara mematuhi hukum kemanusiaan dunia.
Saul menyoroti peran kunci AS dan Jerman dalam menjaga "mesin perang" Israel "terus menyala", sehingga kedua negara tersebut seharusnya memiliki pengaruh terbesar untuk menghentikan pelanggaran Israel dan membantu mewujudkan gencatan senjata yang dituntut komunitas internasional.
Menyoroti "tingkat kekerasan dan luasnya kehancuran yang terjadi hanya dalam waktu singkat" di Gaza sebagai hal yang "tak pernah terjadi sebelumnya", Saul menyebut situasi di Gaza masih belum pulih.
Di tengah bencana kemanusiaan di Gaza, Israel pun masih berupaya melibas badan-badan yang memberi bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina dengan menyerang UNRWA.
Sementara itu, pelapor khusus PBB menyatakan bahwa Mahkamah Internasional (ICJ) telah "memperingatkan risiko terjadinya genosida di Gaza", sementara Konvensi Genosida memerintahkan negara-negara untuk bertindak mencegah genosida.
Baca juga: Pakar sebut Amerika Serikat tak mungkin hentikan penjualan senjata ke Israel
Hal tersebut, menurut dia, mencakup kewajiban untuk segera menghentikan pemasokan senjata kepada pihak-pihak yang melakukan tindak genosida.
"Sayang sekali, tampaknya pemerintah AS dan Jerman masih belum dapat menafsirkan dan memenuhi kewajiban hukum internasional mereka secara tepat," ucap Saul.
Dengan demikian, tindakan hukum pun dapat ditempuh terhadap kedua negara tersebut baik di pengadilan nasional maupun pengadilan dunia, kata dia.
"Saya pikir, kejahatan perang Israel sudah jelas bukti-buktinya," ucap Saul, sembari menambahkan bahwa pejabat pemerintah dapat dituntut secara pidana apabila memutuskan tetap memasok senjata meski tahu akan digunakan untuk melanggar hukum humaniter.
"Jenis-jenis senjata yang diekspor oleh AS dan Jerman adalah senjata yang digunakan dalam pelanggaran tersebut," tutur dia.
Baca juga: 54 negara dan organisasi desak DK PBB hentikan pengiriman senjata ke Israel
Menurut dia, negara-negara dapat mengeluarkan kecaman terhadap ekspor senjata tersebut melalui Majelis Umum PBB dan menjatuhkan sanksi sepihak, seperti sanksi finansial, diplomatik, maupun pembatasan perjalanan.
"Di taraf dialog bilateral, pemerintah negara-negara juga harus secara tegas menyatakan bahwa tindakan memasok senjata kepada Israel yang terus melanjutkan tindakannya yang berjalan saat ini sama sekali tak dapat diterima," kata Saul.
Rezim Zionis Israel tak kunjung menghentikan agresi ke Jalur Gaza yang telah menewaskan hampir 45.400 orang, yang sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak, sejak 7 Oktober 2023.
Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan ketua otoritas pertahanan Israel Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan atas dugaan tindak genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakannya di Gaza.
Sumber: Anadolu