Depok (ANTARA) - Sungai Ciliwung merupakan satu dari 13 sungai yang mengalir ke DKI Jakarta dan sungai ini merupakan salah satu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan kondisi kritis.
Ke-13 sungai yang mengalir ke Jakarta itu adalah Sungai Ciliwung, Sungai Angke, Sungai Pesanggrahan, Sungai Grogol, Sungai Krukut, Sungai Baru Barat, Sungai Mookevart, Sungai Baru Timur, Sungai Cipinang, Sungai Sunter, Sungai Buaran, Sungai Jati Kramat, dan Sungai Cakung.
Kondisi kritis DAS Ciliwung menurut Pakar Air Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Dr. Evi Anggraheni, S.T., M.T. ditunjukkan dengan elevasi muka air saat musim kemarau sangat rendah dan kualitas air sungai buruk. Kekeringan ketika musim kemarau dan banjir saat musim hujan merupakan indikasi bahwa DAS Ciliwung tersebut kritis.
Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau US Environmental Protection Agency (EPA),
ada 8 perangkat (tools) yang dapat digunakan dalam menjaga kesehatan DAS yaitu perencanaan tata guna lahan yang baik, konservasi lahan, pengelolaan aquatic buffer atau daerah penyangga air.
Selain itu, diperlukan pengelolaan limpasan hujan terpadu, pengelolaan erosi dan sedimentasi, penggunaan better site design (penerapan teknologi hijau yang tepat), pengelolaan limbah terpadu dan pendayagunaan masyarakat.
DAS Sungai Ciliwung yang kritis perlu juga dijaga keberlanjutan sumber airnya. Di Sungai Ciliwung ada banyak hal yang harus diperhatikan yaitu kondisi tutupan lahan yang seimbang, kualitas air sungai yang baik dan aliran sungai yang stabil baik di musim kemarau maupun musim hujan.
Untuk itu, perlu normalisasi Sungai Ciliwung melalui upaya untuk membuat kondisi sungai hingga mendekati kondisi hidrologis yang sesuai peruntukannya.
Penanganan sungai harus sesuai dengan kondisi hidrologis dan hidrolikanya sesuai segmen sungai. Jadi, perlakukan sungai di hulu, tengah dan hilir tidak selalu sama.
DAS Ciliwung yang kritis sejatinya juga bukan hanya terkait dengan komitmen pemerintah saja akan tetapi juga membutuhkan kerja sama dan kolaborasi antarpemangku kepentingan serta masyarakat sekitar sungai. Selain itu, juga komunitas lingkungan yang bergerak agar sungai berfungsi sebagai mana mestinya.
Misalnya, peningkatan edukasi dan kesadaran kepada masyarakat atas lingkungan. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan adalah faktor yang sangat penting menjaga kelestarian aliran Sungai Ciliwung.
Penanganan masalah DAS Ciliwung juga perlu melibatkan berbagai pihak termasuk komunitas-komunitas sungai setempat.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan DAS Ciliwung adalah larangan tegas untuk tidak membuang sampah ke sungai, pelarangan warga tidak mendirikan bangunan di bantaran sungai.
Berikutnya, penetapan DAS sebagai daerah wisata, penghijauan di daerah hulu sungai, penerapan sanksi kepada warga yang membuang limbah ke sungai.
Komunitas Ciwilung Depok telah melakukan pemetaan terhadap potensi permasalahan di sepanjang Sungai Ciliwung dan merumuskan penanganan dan solusi untuk jangka panjang.
Agar DAS Ciliwung terjaga, di antaranya dilakukan dengan kegiatan bersih-bersih sungai, kemudian sampahnya dibuat ecobrick, yaitu salah satu cara memanfaatkan kembali limbah yang sulit didaur ulang dan kerajinan dari bambu-bambu bekas.
Selain itu, ada sejumlah titik potensial yang menjadi titik permasalahan di DAS Sungai Ciliwung seperti sampah, longsor, limbah, wisata, serta titik edukasi seperti Saung Pustaka Air (SPA). Titik ini berada di Sungai Ciliwung sepanjang Kampung Utan Pondok Jaya Depok sampai perbatasan Jakarta Selatan.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat agar mereka lebih peduli terhadap sungai. Perlu pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara individual dan komunal.
Upaya lainnya adalah pembuatan tempat penampungan sampah sementara, melakukan penataan landscaping di beberapa titik longsor, serta menjadikan taman pinggir sungai sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Lebih dari itu perlu juga penataan wilayah dari segi pemahaman dan infrastruktur objek wisata juga perlu dilakukan, termasuk menjadikan Sungai Ciliwung sebagai tempat wisata edukasi berbasis masyarakat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merawat Ciliwung, antara lain mengurangi run-off air dari daratan masuk ke sungai, menetapkan garis sempadan sungai sebagai wilayah konservasi dan penegakan hukum atas pelanggaran pemanfaatan dan pengelolaan sungai.
DAS Ciliwung
Sungai Ciliwung membentang dari hulu di Bogor, meliputi kawasan Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Cisarua lalu mengalir ke hilir di pantai utara Jakarta.
Sungai ini memiliki panjang 120 kilometer dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 387 kilometer persegi.
Hulu Sungai Ciliwung berada di dataran tinggi yang terletak di perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, atau tepatnya di mata air Gunung Gede, Gunung Pangrango dan Telaga Saat yang terletak di lereng Pegunungan Jonggol sebelah utara kawasan Puncak, Bogor.
Setelah melewati bagian timur Kota Bogor, sungai ini mengalir ke utara, di sisi barat Jalan Raya Jakarta-Bogor, sisi timur Kota Depok, dan memasuki wilayah Jakarta sebagai batas alami wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Di sebelah barat, DAS Ciliwung berbatasan dengan DAS Cisadane, DAS Kali Grogol dan DAS Kali Krukut. Di sebelah timurnya, DAS ini berbatasan dengan DAS Kali Sunter dan DAS Kali Cipinang.
Jadi, perbaikan atau normalisasi DAS Ciliwung menjadi tugas berbagai pihak terkait. Sebab, DAS Ciliwung bukan hanya sebatas masalah aliran sungai, melainkan sangat kompleks.
Normalisasi DAS Ciliwunng perlu melibatkan multidisipliner keahlian, karena normalisasi bukan hanya menyangkut masalah tumbuhan, hewan, tanah, dan sampah tapi juga penyediaan lahan yang cukup untuk secara permanen menghadirkan ruang terbuka hijau yang bernilai tambah.
Normalisasi DAS demi kembalikan fungsi Sungai Ciliwung
Oleh Feru Lantara Kamis, 9 Mei 2024 20:09 WIB