Jakarta (ANTARA) - Sejarah telah mencatat hubungan manusia dengan bumi di berbagai belahan bumi sejak masa silam hingga era modern.
Mitologi Yunani di masa lampau menempatkan bumi secara sakral dengan membuat personifikasi sebagai Dewi Gaia yang dihormati.
Gaia disebut juga dengan ibu dari semua dan ibu pertama. Di tanah Nusantara bumi memiliki nama lain Ibu Pertiwi. Di bagian timur Indonesia, tepatnya di Papua, bumi juga dipanggil dengan sebutan papa dan mama.
Dewi Sri yang di Indonesia dikenal sebagai Dewi Padi sesungguhnya dikenal juga sebagai Dewi Bumi.
Tiga puluh satu tahun silam, Sindhunata pernah menulis bahwa Dewi Sri tidak sekadar Dewi Padi tetapi Dewi Pertanian bahkan Dewi Bumi.
Dewi Sri melahirkan kelapa, padi, papaya, aren, mangga, ubi, dan ketela. Bumi, bagi Sindhunata, bagaikan wanita yang memberi kehidupan dan kesuburan bagi semua makhluk hidup yang puncaknya untuk kehidupan manusia.
Penggambaran bumi sebagai dewa, dewi, ibu, papa, dan mama menunjukkan bahwa bumi dalam perjalanan sejarah manusia bumi begitu sakral.
Beragam tradisi meyakini bahwa manusia dan seluruh kehidupan makhluk hidup berasal dari bumi.
Pada masa lalu manusia menjaga bumi dengan menjaga sumberdaya di atasnya seperti hutan, padang rumput, bukit, dan gunung.
Hingga pada akhirnya terjadi desakralisasi bumi karena kehidupan di dunia modern yang semakin mekanistik.
Hal tersebut semakin parah karena paradigma sistem ekonomi yang dianut dunia adalah sistem ekonomi linear yang bertujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan, sosial, dan manusia.
Kini di kebanyakan kepala manusia, bumi tak lagi dianggap sakral. Bumi benar-benar menjadi independen seperti bukan bagian dari manusia. Bumi menjadi objek yang dapat digunakan manusia sesukanya.
Bumi pun semakin rusak serta hampir tak nyaman lagi untuk kehidupan manusia. Diskusi terkait bumi yang dapat bersedih dan menangis menjadi relevan karena tanggal 22 April 2024 adalah hari bumi yang dirayakan seluruh dunia.
Sekarang, bumi bukan lagi wanita yang dihormati, tetapi menjadi wanita yang seringkali menjadi obyek penderitaan.
Jika demikian, bumi saat ini dapat digambarkan seperti wanita yang dapat bersedih dan menangis.
Planet vs plastik
Peringatan Hari Bumi yang telah dilakukan sejak 1970 merupakan upaya manusia modern untuk membuat bumi kembali ceria dan tertawa untuk memberi kehidupan yang lebih baik untuk umat manusia.
Pada Hari Bumi 2024, memang warga dunia mengusung tema ‘Planet vs Plastik’ sebagai bentuk seruan untuk mengakhiri penggunaan plastik dan menjaga kesehatan setiap makhluk hidup di bumi.
Penggunaan plastik secara tidak bertanggung jawab menimbulkan ancaman besar bagi lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan perubahan iklim.
Plastik yang menjadi sampah di sungai-sungai menyebabkan arus air tersumbat sehingga menimbulkan banjir yang membahayakan peradaban umat manusia.
Demikian pula ketika plastik terurai menjadi mikroplastik, plastik melepaskan senyawa beracun yang dapat masuk ke tanah dan air serta meracuni bahan pangan yang berbahaya bagi manusia.
Namun, artikel ini berupaya memberi perspektif berbeda terkait plastik. Bukan plastik yang menjadi sumber persoalan, tetapi pengelolaan sampah termasuk plastik yang menjadi problem utama.
Timbulan sampah menjadi problem masyarakat karena paradigma ekonomi linear yang dianut kebanyakan manusia dan industri modern.
Tulisan ini mengajak pada Hari Bumi ini untuk menggeser paradigma ekonomi linear menjadi ekonomi sirkuler.
Dengan demikian penulis mengajak umat manusia untuk menggunakan plastik secara bijak alih-alih memusuhi plastik secara serampangan.
Plastik, bagaimanapun merupakan produk inovatif umat manusia yang membuat sejarah kehidupan manusia berubah. Kehadiran plastik membuat produk pangan menjadi bertahan lama secara awet sejak dari lahan hingga ke konsumen.
Bayangkan jika tidak ada penemuan karung plastik, maka pengangkutan padi, gabah, dan beras dari lahan hingga konsumen masih mengandalkan karung goni dan wadah lain.
Tentu masyarakat masih ingat pengemasan dengan karung goni sangat rentan dengan hama gudang sehingga banyak beras terserang kutu.
Demikian pula pengangkutan pupuk dari pabrik ke lahan masih mengandalkan karung plastik sebagai kemasan yang paling efektif dan efisien. Pempek dari Palembang pun tidak akan pernah dapat dinikmati oleh penduduk Jakarta dengan segar tanpa plastik yang divakum.
Di dunia kesehatan plastik juga masih menjadi bahan baku yang paling handal mulai dari botol infus, alat suntik, hingga kemasan obat.
Memusuhi plastik secara serampangan membuat manusia kehilangan pilihan terbaik bahan baku yang berguna untuk inovasi segala macam produk.
Telepon genggam yang berada di saku sehari-hari menggunakan bahan baku plastik. Demikian pula komputer jinjing yang membantu manusia bekerja sehari-hari juga menggunakan bahan baku plastik.
Peralatan kecil seperti kunci mobil, charger smart phone, hingga korek kuping juga menggunakan plastik sebagai bahan baku. Pada konteks ini manusia sepertinya tidak dapat memusuhi plastik, tetapi berdamai untuk menggunakan plastik secara bijak.
Di hari bumi tahun ini, plastik idealnya ditempatkan sebagai salah satu material penting pada peradaban manusia yang harus digunakan dengan prinsip ekonomi sirkular sebagai antitesis dari ekonomi linear yang berlaku saat ini.
Menurut Ellen MacArthur, ahli ekonomi dunia, ekonomi sirkular merupakan model ekonomi yang bertujuan menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin, sehingga meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan yang selama ini disebabkan oleh pendekatan ekonomi linear.
Dengan demikian material apapun, termasuk plastik, tidak akan pernah menjadi sampah karena tetap dijaga berada dalam sirkular ekonomi dengan prinsip 5R yaitu Reducing, Reusing, Repurposing, Repairing, dan Recycling.
Di Indonesia beberapa perusahaan yang mulai menerapkan penggunaan plastik tanpa menjadi sampah seperti sebuah perusahaan air mineral yang terus menjalankan komitmen menggerakkan usaha daur ulang sebagai bagian usaha pengurangan timbulan sampah nasional.
Perusahaan tersebut menggandeng salah satu brand sepatu lokal yang ramah lingkungan. Botol plastik jenis PET diolah menjadi barang baru yang fashionable seperti sepatu, kaus, maupun topi.
Di sisi lain penggunaan galon air mineral yang dipakai kembali merupakan salah satu contoh penerapan ekonomi sirkular.
Demikian pula penggunaan karung bekas oleh para petani untuk mengangkut hasil panen menjadi contoh penerapan ekonomi sirkular pada plastik di kalangan rakyat bawah.
*) Penulis adalah Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, BRIN.
Hari bumi jadi momentum dorong sirkular ekonomi
Oleh Dr. Destika Cahyana, SP, M.Sc.*) Senin, 22 April 2024 22:51 WIB