Bogor (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui beragam kebijakan serta kolaborasinya dengan berbagai pihak melakukan perlindungan dan rehabilitasi mangrove secara nasional, dalam kaitan program pelestarian lingkungan, termasuk di Kalimantan Timur.
KLHK mengajak bersama-sama Kemenkomarves dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bappenas, serta Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dalam upaya tersebut.
Pada hari kedua, Ahad (4/4), Siti Nurbaya melihat kesiapan Pusat Informasi Mangrove (PIM) Delta Mahakam, yang berlokasi di Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang dicalonkan menjadi lokasi pembangunan Persemaian Modern Mangrove Kaltim.
Karena itu, sebagai salah satu langkah untuk percepatan perlindungan dan rehabilitasi mangrove nasional yang menjadi instruksi langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi), maka ketersediaan persemaian mangrove modern dan berkapasitas besar perlu disiapkan.
"Kegiatan rehabilitasi mangrove merupakan bentuk tugas dan tanggung jawab pemulihan ekosistem mangrove, diharapkan dengan kegiatan padat karya penanaman mangrove dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar ekosistem mangrove dan juga menjadi ekosistem mangrove semakin lestari," kata Siti Nurbaya.
Persemaian modern mangrove di PIM Delta Mahakam dirancang dengan luas 25 hektare, dengan kapasitas produksi bibit mangrove dirancang mencapai 10 juta bibit per tahun dengan siklus produksi 2-3 kali per tahun.
Dari pembangunan persemaian modern mangrove di PIM Delta Mahakam itu diperkirakan akan mampu menyerap tenaga kerja setara 10.000 Hari Orang Kerja (HOK) per bulan atau 120.000 HOK per tahun.
Menurut data KLHK (2021), Indonesia memiliki areal mangrove seluas 3,31 juta hektare (ha), namun 19 persen di antaranya ada dalam kondisi rusak dan perlu segera rehabilitasi.
Pemerintah telah menargetkan luasan rehabilitasi mangrove seluas 483 ribu ha yang mulai dikerjakan tahun 2021-2024 di sembilan provinsi prioritas, yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kaltim, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat.
Rehabilitasi mangrove di Provinsi Kaltim ditargetkan seluas 27.244 ha dengan periode waktu selama 4 tahun, yaitu tahun 2021-2024.
Rincian rehabilitasinya adalah tahun 2021 seluas 6.634 ha, tahun 2022 seluas 6.870 ha, tahun 2023 seluas 6.870 ha, dan tahun 2024 seluas 6.870 ha.
Namun, pada September 2023 (ppid.menlhk.go.id) hutan mangrove Indonesia, yang merupakan kawasan hutan mangrove terluas di dunia, mencakup lebih dari 24 persen dari total luas mangrove dunia, yaitu seluas 3,36 juta ha.
Diperkirakan terdapat 3,14 miliar ton karbon biru yang tersimpan di hutan bakau, yang menjadi bagian dari upaya Bangsa Indonesia berkontribusi pada dunia untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) sesuai komitmen kuat Indonesia yang tercantum dalam untuk Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC), yang di antaranya dicapai melalui penyerapan karbon di Hutan dan Penggunaan Lahan lainnya (FoLU) pada tahun 2030.
NDC adalah dokumen yang memuat komitmen dan aksi iklim sebuah negara yang dikomunikasikan kepada dunia melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Pada tahun 2015, 196 negara menyepakati Perjanjian Paris untuk bersama-sama menahan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius dan menekannya lebih lanjut menuju 1,5 derajat Celcius.
Hutan mangrove adalah ekosistem pesisir yang mendukung kehidupan dengan mengurangi dampak gelombang dan cuaca ekstrem, melindungi pantai dari abrasi, mencegah abrasi/erosi, mencegah intrusi air laut, menjadi sumber makanan, rumah keanekaragaman hayati, menyaring polutan, dan mendukung mata pencaharian masyarakat sekitar, khususnya nelayan.
Kolaborasi masyarakat
Meski bukan termasuk provinsi prioritas, kawasan pantai utara (pantura) Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah (Jateng) bencana seperti banjir rob selalu terjadi hampir setiap tahun.
Kawasan Semarang, Kudus, Rembang, Pati, Jepara, adalah wilayah yang selalu diwarnai banjir rob.
Atas kondisi tersebut, Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) menggagas penanaman mangrove sejak tahun 2008 di Mangkang Mangunharjo, Semarang, melalui program Djarum Trees for Life (DTFL), yang hingga kini penanaman mangrove terus dilakukan secara konsisten.
"Di tahun 2021, upaya penanaman dan pemeliharaan mangrove di wilayah pantai utara Jawa Tengah berhasil mencapai satu tonggak baru, dengan penanaman lebih dari satu juta mangrove," kata Vice President Director Djarum Foundation,
FX Supanji dalam sebuah temu media dan menambahkan pencapaian tersebut sekaligus sebagai bentuk komitmen program DTFL dalam mendukung program-program pemerintah.
Mangrove dipilih sebagai bagian dari program DTFL mengingat perannya yang signifikan sebagai penyeimbang keanekaragaman hayati, dan utamanya sebagai bentuk mitigasi bencana alam.
Desa Mangkang, Mangunharjo, Jateng dipilih sebagai salah satu titik lokasi karena memiliki tingkat kerawanan terhadap abrasi cukup tinggi, sehingga dulunya sering dilanda banjir rob.
Preservasi mangrove perannya sangat penting dalam menjaga ekosistem alam. Terbukti bagaimana daerah Mangkang menjadi relatif lebih aman dari ancaman banjir rob selama beberapa tahun terakhir.
Dengan kolaborasi erat bersama masyarakat di sekitar pesisir, program DTFL telah mengembalikan ekosistem pantai sepanjang 2.700 meter di Mangunharjo.
Sururi, salah satu petani mangrove binaan mengaku warga sangat antusias dengan upaya pemulihan mangrove ini.
Dalam program itu, masyarakat tak hanya belajar mencintai alam dan menghormati bumi, namun juga menerima ilmu-ilmu baru dari para peneliti dan akademisi yang diajak berkolaborasi oleh Djarum Foundation, dan memperkaya wawasan mereka terhadap olahan-olahan yang berasal dari mangrove.
Sururi bahkan sudah menurunkan ilmu bertani mangrove ini ke anak-anaknya, dengan harapan generasi berikutnya akan terus menjaga kelestarian mangrove di wilayahnya.
Dalam konteks pembangunan ekonomi masyarakat pun bertumbuh, baik itu karena ekosistem perairan yang ikut pulih sehingga membantu usaha para nelayan, maupun sentra-sentra kerajinan yang muncul sebagai industri turunan dari rehabilitasi mangrove
Dampak ekonomi yang dirasakan oleh penduduk Desa Mangkang juga cukup signifikan.
Selain pulihnya tambak yang semula seringkali rusak oleh abrasi air laut, kini masyarakat nelayan di Desa Mangkang menghidupkan kembali ekonomi desanya dengan budidaya kerang hijau dan keramba ikan.
Warga juga menggeluti usaha kerajinan batik dengan menggunakan bahan pewarna alami dari pigmen mangrove, serta memproduksi sirup berbahan dasar buah mangrove.
Produk-produk ini tidak hanya dipasarkan di wilayah Jawa Tengah, tetapi juga merambah wilayah lainnya.
Sabuk hijau
Pada 2012 Program Indonesia Wetlands International (www.wetlands.or.id) menyatakan mangrove memiliki berbagai nilai dan manfaat, di antaranya sebagai pendukung dan habitat keanekaragamanhayati, sumber nafkah masyarakat, peredam banjir, mencegah intrusi air laut ke darat, menstabilkan garis pantai dan kontrol erosi, menciptakan sabuk hijau di pesisir (coastal green belt) serta ikut mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.
Sayangnya, hutan mangrove yang berharga ini, lebih dari 60 persen kondisinya telah rusak akibat alih fungsi berbagai kepentingan, di antaranya menjadi tambak, pembangunan berbagai infrastruktur publik dan permukiman.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional, Uli Arta Siagian juga menyatakan bahwa secara umum keberadaan mangrove di pesisir memiliki peran sebagai sabuk hijau yang bisa meminimalisasi erosi atau turunnya muka air tanah.
Misalnya, jika banjir atau air laut meluap, maka ekosistem mangrove ini berfungsi untuk menahan laju air, sehingga kemudian keberadaannya dan tutupannya yang baik akan sangat mempengaruhi keselamatan dan mengurangi kerentanan di suatu wilayah.
Ia memberi contoh ekosistem mangrove yang ada di Kota Palu, Sulawesi Tengah saat terjadi gempa dan tsunami, dapat meminimalkan dampak kerusakan di wilayah mangrove yang tutupannya masih baik karena air laut tertahan mangrove.
Contoh lain yang bisa dirujuk adalah saat terjadi gempa dan tsunami di Provinsi Aceh.
Gempa bumi dengan magnitudo 9,1 yang berpusat di Samudera Hindia, yang terjadi beberapa hari sebelum pergantian tahun 2004 memicu tsunami yang menelan korban jiwa ratusan ribu di beberapa negara yang berbatasan dengan perairan itu, salah satunya wilayah Aceh di Indonesia.
Direktur Program Kelautan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Muhammad Ilman menyatakan bahwa mangrove telah terbukti berperan dalam upaya mitigasi dan mengurangi dampak bencana alam di pesisir.
Pada tsunami 2004, wilayah di Aceh dengan mangrove atau hutan pantai yang relatif asri memiliki tingkat kerusakan yang lebih kecil jika dibandingkan wilayah lain di provinsi itu yang tidak memiliki "perisai" hijau tersebut.
Ia menyebut relevan sekali kalau dilakukan restorasi mangrove sesegera mungkin dan tidak menundanya lagi, untuk melindungi pesisir Indonesia dari bencana.
Laporan yang dipublikasikan Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (United Nations Office for Disaster Risk Reduction/UNDRR) Asia-Pasifik pada 2020 menyatakan bahwa ekosistem mangrove dapat menjadi penyangga untuk menghadapi, mencegah dan mengurangi dampak bencana alam terhadap manusia dan infrastruktur.
Laporan UNDRR Asia-Pasifik juga menyoroti bahwa wilayah pesisir Indonesia yang mengalami erosi dan banjir seperti di wilayah utara Jawa memerlukan kombinasi inovatif dari rehabilitasi mangrove dan langkah teknis untuk mendorong pelestarinya kembali wilayah pesisir.
Langkah teknis itu harus dilakukan bersamaan juga dengan pendekatan sosial ekonomi untuk menghindari konversi kembali wilayah mangrove yang sudah direhabilitasi.
Salah satunya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif di wilayah pesisir dengan adanya solusi akuakultur yang berkelanjutan.
Salah satunya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif di wilayah pesisir dengan adanya solusi akuakultur yang berkelanjutan.
Masyarakat kemudian menjadi salah satu mitra penting dalam upaya rehabilitasi mangrove itu.
Mangrove, penyeimbang keanekaragaman hayati dan upaya mitigasi bencana
Oleh M Fikri Setiawan Kamis, 30 November 2023 9:10 WIB