Kota Bogor (ANTARA) - Lingkar Istana Bogor yang dihubungkan oleh Jembatan Otto Iskandar Dinata (Otista) di jalur sistem satu arah (SSA) menjadi jalan yang paling krusial di Kota Bogor, Jawa Barat bukan hanya menjadi akses kediaman Presiden namun juga pusat kehidupan masyarakat yang mulai perlu penataan matang untuk masa depan peradaban.
Untuk itu, Pemerintah Kota Bogor mempunyai cita-cita besar dalam hal penataan transportasi, termasuk infrastruktur pendukungnya.
Seperti halnya, pada zaman Belanda tahun 1920, Jembatan Otista yang semula bernama Treug Weg telah berdiri kokoh untuk menghubungkan wilayah timur yang ramai dengan wilayah tengah yang sebelum ada jembatan tersebut sepi karena terbelah Sungai Ciliwung.
Ciliwung yang membentang dari hulunya di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor, melintasi Kota Bogor, Depok hingga Jakarta membuat ahli-ahli penataan kota di zaman Belanda saat itu menggagas jembatan yang kokoh untuk memulai peradaban perkotaan.
Terbukti, gagasan menghubungkan wilayah timur dan tengah Buitenzorg saat itu membuat pusat Kota Bogor saat ini, yang juga terdapat Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor, bukan hanya ramai, tetapi kian hari, kian padat sebagai lahan utama aktivitas ekonomi masyarakatnya.
Presiden pertama Soekarno yang menjadikan Istana Bogor adalah kediamannya dibanding berfokus di Istana Merdeka, Jakarta di era pemerintahannya, membuat Kota Bogor termasuk jalur lalu lintas di sekelilingnya, yang dihubungkan Jembatan Otista, sangat penting dan jadi perhatian secara nasional.
Bogor yang masih asri dan sejuk kala itu dengan polesan arsitektur-arsitektur Belanda begitu mempesona. Hingga saat ini, Bogor yang lebih rindang dari Jakarta menjadi pilihan Presiden Jokowi juga untuk bertempat tinggal di Istana Bogor.
Atas sejarah kuat pembangunan kota, beserta pengaruh tempat tinggal dari Gubernur dan bupati zaman Belanda hingga sejumlah Presiden Indonesia membuat penataan kota hujan ini perlu langkah berani dan visioner mengenai peradaban masa depan kota.
Jembatan yang dibuat Belanda akhirnya mengalami revitalisasi Pemerintah Indonesia era pemerintahan kota di zaman Presiden Soeharto pada tahun 1977 karena sudah tidak bisa menampung volume kendaraan yang melintas.
Puncaknya, kemacetan parah di Kota Bogor berlangsung pada 2000-an hingga tahun 2014. Namun demikian, dalam 10 tahun terakhir ini, kemacetan di Kota Bogor menurun drastis, sejak pemberlakuan sistem satu arah (SSA) pada pemerintahan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan dua wakilnya yang pertama Usmar Hariman dan kini Dedie Rachim.
Bogor "kasohor"
Seumlah presiden yang menghiasi tersohornya Kota Bogor ialah aktivitas Presiden Soekarno, Presiden Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di zamannya dan kini Presiden Joko Widodo yang menjadikan Istana Bogor sebagai tempat tinggal.
Keistimewaan Kota Bogor dengan sejarah panjang pembangunan infrastruktur di dalamnya dari zaman Belanda, ternyata membuat Bogor tersohor juga dengan istilah kota sejuta angkot yang mengisyaratkan betapa padatnya lalu lintas di sana.
Bahkan, kemacetan panjang yang melelahkan hingga 1 jam dari arah Bogor Timur menuju Pasar Bogor pernah terjadi pada era 2000-an hingga 2014, sebelum SSA diberlakukan di era pemerintahan Wali Kota Bogor Bima Arya yang cukup signifikan mengurangi kemacetan.
Akan tetapi, memang jalur SSA masih terhambat Jembatan Otista yang menyempit, sehingga kendaraan dari arah Tugu Kujang masih seringkali tersendat di sana. Namun, alasan revitalisasi Jembatan Otista bukan hanya itu.
Berani
Penataan transportasi yang menjadi konsentrasi Wali Kota Bogor Bima Arya 10 tahun terakhir, membawa cita-cita besar memberi sejarah peradaban kota yang segera berubah, melalui pembangunan infrastruktur jalan, pedestrian, rute transportasi dan moda transportasi di pusat kota hingga ke wilayah perbatasan.
Untuk mewujudkan langkahnya lebih nyata, Bima Arya tidak hanya memberlakukan SSA, mengurangi angkotan umum kota (angkot), menghidupkan kembali bus Trans Pakuan yang kini bernama Biskita Trans Pakuan dan segera terhubung dengan Transjakarta untuk mengurangi volume kendaraan pribadi, tetapi bercita-cita menghadirkan moda trem di pusat kota.
Trem membutuhkan infrastruktur jalan yang jauh lebih kokoh dan lebar dari Jembatan Otista saat ini, agar bisa melintasi pusat kota.
Bima Arya bertaruh melaksanakan revitalisasi Jembatan Otista di ujung masa pemerintahannya yang akan selesai pada Desember 2023. Tahun ini, bertepatan pula dengan tahun politik untuk pemilihan umum 2024.
Revitalisasi Jembatan Otista berlangsung 7,5 bulan mulai 1 Mei-18 Desember 2023, lebih singkat dari rencana awal sekitar sembilan bulan.
Sorotan terhadap kemacetan yang dianggap kembali ke pusat Kota Bogor pun ramai dikomentari warganet dan pedagang yang terdampak secara aktivitas ekonomi karena SSA tidak mulus mengantarkan para pembeli ke toko-toko dagangannya di Jalan Otista, Suryakencana dan lain-lain.
Rekayasa lalu lintas awal membuat beberapa jalur menjadi dua arah, sementara SSA tetap berlaku di pusat kota, karena Satlantas Polresta Bogor Kota masih menunggu sarana dan prasarana pembatas jalan serta lampu lalu lintas di sejumlah titik di pasang.
Akibatnya, Kepadatan lalu lintas pun bertumpu di seperti Simpang Sukasari di bunderan depan Lippo Plaza Ekalokasi dan Simpang Jambu Dua.
Riak-riak masyarakat pun kencang pada pekan pertama penutupan Jembatan Otista sejak 1-7 Mei.
Diplomasi
Tidak tinggal diam, momen awal revitalisasi Jembatan Otista dengan dinamika ramainya masukan masyarakat dijadikan momen Bima Arya berdiplomasi ke Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk melanggengkan rencana menghubungkan Biskita Trans Pakuan dengan Transjakarta.
Diplomasi Bima Arya soal mengatasi macet Bogor dan Jakarta pun diakuinya baru pertama kali ini disambut dan disepakati.
Pertemuan Bima Arya dengan Heru Budi terjadi pekan lalu sembari membahas KTT ASEAN 2023 di Indonesia, karena keduanya menjadi ketua pertemuan untuk level pemerintahan masing-masing, yakni wali kota dan gubernur se-ASEAN.
Strategi komunikasi
Bima Arya yang merupakan tokoh politik nasional tahu betul bahwa komunikasi massa sangat mempengaruhi setiap jengkal kebijakannya di hadapan publik.
Sejak tahun 2021 dalam refleksi akhir tahun bersama para wartawan di lingkungan Kota Bogor, Bima sudah mengutarakan aksi dari visi dan misi yang akan dikejar hingga akhir masa jabatannya pada Desember 2023 ini.
Revitalisasi Jembatan Otista yang bersumber dari Bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp101 miliar, terbagi atas Rp52 miliar untuk pembebasan lahan warga yang terdampak di sekelilingnya dan Rp49 miliar untuk pembangunan ulang badan jembatan menjadi lebih lebar. Lebar jembatan yang semula 15 meter akan menjadi 22 meter dan panjang jembatan pun berubah dari 34 meter menjadi 50 meter.
Begitupun dengan moda transportasi trem berikut rutenya telah disosialisasikan sejak tahun lalu. Rencananya, trem akan melintas di SSA, menjangkau titik-titik pusat perekonomian hingga Stasiun Bogor. Begitupun dengan rencana menghapus trayek angkot di pusat kota digantikan dengan bus Biskita Trans Pakuan beserta dukungan infrastrukturnya berupa pedestrian, halte dan sebagainya.
Tidak sampai di situ, Bima Arya yang akrab dengan media massa dan media sosial pun, rutin menjawab pertanyaan masyarakat soal kebijakan penataan transportasi yang dilakukannya.
Bahkan, saat bertemu penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi, kepada wartawan ia menginformasikan kepada warga Jakarta yang hendak berlibur ke Kota Bogor agar mengantisipasi kepadatan lalu lintas yang terjadi, apalagi di akhir pekan.
Dengan begitu, masyarakat lebih dulu mengetahui tentang risiko dampak, sehingga banyak masukan justru bermanfaat untuk kelancaran pembangunan.
SSA di pusat Kota Bogor pada pekan dua revitalisasi Jembatan Otista telah dihentikan sementara dan sistem dua arah kembali diberlakukan. Hal itu, dalam rangka mendengar jeritan masyarakat yang penghasilannya berkurang hingga 70 persen, karena berkurangnya pelanggan yang datang dampak penutupan jembatan tersebut.
Kelanjutan cita-cita
Cita-cita visioner Bima Arya, katanya, akan bergantung kepada pemimpin selanjutnya Kota Bogor. Arah pembangunan kota yang telah dirancang sedemikian rupa hingga ujung 2023 ini masih perlu disempurnakan.
Sampai akhirnya, setelah 100 tahun lebih berdirinya Jembatan Otista sejak zaman Belanda akan memberi peradaban baru masyarakat di tengah majunya teknologi masa depan.
Kepadatan lalu lintas akan lebih merata di wilayah kota, tidak lagi bertumpu di tengah kota.
Rencana penataan transportasi akan juga didorong dengan pemindahan Balai Kota Bogor ke Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur menggunakan lahan hibah dari pemerintah pusat hasil sitaan BLBI.
Cita-cita di balik revitalisasi Jembatan Otista lingkar Istana Bogor
Oleh Linna Susanti Selasa, 16 Mei 2023 21:28 WIB