Kuta, Bali (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengejar sekitar 50 ribu kapal ikan yang beroperasi di wilayah Indonesia agar memiliki perizinan guna mendukung kebijakan penangkapan terukur di enam zona pengelolaan perikanan Tanah Air.
“Ini yang kami monitor, kami akan tertibkan, kami akan perbaiki. Mereka juga harus ikut bertanggung jawab bagaimana menjaga populasi ikan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam pertemuan terkait kesepakatan negara pelabuhan (PSMA) di Kuta, Bali, Senin.
Menurut dia, kapal perikanan tangkap yang beroperasi dengan izin pusat mencapai sekitar 6.000 kapal.
Padahal, lanjut dia, ada sekitar 23 ribu kapal perikanan tangkap beroperasi di laut dan jumlahnya diperkirakan mencapai hingga 50 ribu kapal apabila dihitung dengan kapal perikanan tangkap yang memiliki izin daerah.
Baca juga: KKP kembangkan Desa Sumberdodol Magetan jadi kawasan Smart Fisheries Village
Jumlah itu terungkap setelah KKP memantau operasional kapal perikanan tangkap itu menggunakan satelit.
“Jadi ada yang tidak memiliki izin mereka tetap melaut, ini ketahuan setelah kami hidupkan satelit dan setelah kami monitor,” imbuhnya.
Dia menjelaskan kapal-kapal legal memiliki kuota penangkapan ikan dalam setiap operasionalnya.
Adapun potensi sumber daya atau populasi perikanan Indonesia, kata dia, mencapai sekitar 12 juta ton per tahun.
Dari jumlah itu, kuota yang per tahun yang diizinkan untuk ditangkap mencapai 80 persen untuk menjaga keberlanjutan ikan di Tanah Air.
Baca juga: KKP tetapkan status perlindungan penuh untuk hiu berjalan cegah penurunan populasi
Pemerintah Indonesia melalui KKP segera menerapkan kebijakan perikanan terukur berbasis kuota itu setelah aturan turunan berupaya Peraturan Menteri KKP sedang dalam proses penyelesaian.
Ia menargetkan dalam dua hingga tiga bulan seluruh infrastruktur payung hukum rampung diselesaikan untuk selanjutnya segera diimplementasikan.
“Saya ingin tahun lalu (implementasi) tapi Peraturan Pemerintah (PP) baru ditandatangani Februari tahun ini jadi saya butuh dua-tiga bulan untuk menyelesaikan seluruh infrastruktur payung hukum setelah itu baru saya jalankan,” katanya.