Bogor (Antara Megapolitan) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggandeng Pemerintah Swiss melakukan kerja sama penelitian dalam penanganan masalah singkong atau ubi kayu pascapanen.
"Singkong merupakan sumber makanan dan sumber bahan baku industri bahkan energi potensial yang kita miliki, persoalan yang dihadapi adalah singkong mudah membusuk sehingga risiko kehilangan pascapanen cukup tinggi," kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI Enny Sudarmonowati di sela diskusi tentang singkong di Cibinong Science Center Kabupaten Bogor Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan Pemerintah Swiss melalui ETH Zurich yakni perguruan tinggi berbasis teknologi ternama di Swiss tertarik untuk bekerja sama melakukan penelitian dalam rangka mengatasi masalah pascapanen singkong di Indonesia.
Kerja sama mengenai singkong merupakan yang pertama kali. Swiss menawarkan teknologi (bioteknologi) yang dapat memutus percepatan pembusukan singkong sehingga memiliki daya tahan lebih lama dari biasanya.
"Kerja sama LIPI dan Swiss sudah dimulai 2011, tapi khusus tentang singkong baru yang pertama kalinya," katanya.
Menurut Enny, tingkat produksi singkong saat ini terus meningkat. Indonesia urutan terbesar ketiga di dunia penghasil singkong setelah Nigeria dan Thailand.
"Data statistik FAO 2013 Indonesia diperkirakan berpotensi lebih besar dari Thailand menjadi produsen singkong," katanya.
Ia menyebutkan tingginya kerusakan singkong pascapanen merupakan akibat dari rendahnya daya tahan akar terhadap kerusakan setelah tanaman dicabut dari tanah.
Kerusakan fisiologi atau "post-harvest physiological deterioration (PPD) terjadi di Nigeria sebagai produsen singkong terbesar dunia. Sebanyak 40 persen singkong pascapanen Nigeria telah hilang akibat pembusukan PPD.
"LIPI dan ETH Zurich bekerja sama mendeteksi PPD pada singkong, yang tujuannya untuk menemukan solusi menghambat PPD pada singkong pascapanen," katanya.
Duta Besar Switzerland untuk Indonesia Yvonne Baumann mengatakan Indonesia negara produsen singkong besar di dunia. Pihaknya tertarik untuk bekerja sama agar permasalahan singkong pascapanen dapat diatasi.
"Swiss berperan mendorong ketahanan pangan dunia. Mewujudkan target SDGs. Kami tertarik membantu pengembangan singkong dapat mengatasi masalah kelaparan di dunia," katanya.
Ia mengatakan banyak negara-negara miskin seperti Afrika mengalami kelaparan. Mereka termasuk negara yang mengkonsumsi singkong.
"Dengan mendorong perkembangan produksi singkong, serta teknologi pascapanen, kita dapat mewujudkan ketahanan pangan dunia," katanya.
Yvonne menambahkan kerja sama penelitian dengan Indonesia diharapkan dapat dikembangkan, hasil penelitian dapat disebarluaskan ke negara luas sehingga ketahanan pangan dunia dapat terwujud.
LIPI mengadakan diskusi "Pengelolaan Pascapanen Ubi Kayu di Indonesia" menghadirkan sejumlah narasumber di antaraanya Ketua Umum Masyarakat Singkog Indonesia Pusat Suharyo Husen, Sholihin dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Malang, Ima M Zainuddin dari LIPI-ETH Zurich, Franky Djunaidy dari PT Indonesia Ethanol Industri, Lampung, Ahmad Subagio penemu Mocaf Universitas Jember dan Endang Y Purwani dari Balitbang Pascapanen Pertanian Bogor.
LIPI-Swiss Kerja Sama Teliti Penanganan Singkong Pascapanen
Kamis, 21 Juli 2016 13:36 WIB
LIPI dan ETH Zurich bekerja sama mendeteksi PPD pada singkong, yang tujuannya untuk menemukan solusi menghambat PPD pada singkong pascapanen.