Cianjur, Jawa Barat (ANTARA) - Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Iwan Suprijanto mengusulkan agar rumah atau bangunan yang sudah mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bisa diasuransikan untuk menghadapi kondisi bencana alam.
"Ini yang ke depan saya dorong sebenarnya adalah bangunan yang sudah SLF bisa diasuransikan," ujar Iwan di Cianjur, Jawa Barat, Minggu.
Karena dalam situasi kejadian gempa, kata dia, misalnya rumah seharga Rp500 juta mengalami kerusakan berat, jika diasuransikan, maka ketika mengalami kerusakan akibat bencana maka masuk kategori keadaan kahar atau force majeure.
Baca juga: 80 rumah tahan gempa RISHA Cianjur ditargetkan selesai akhir Desember 2022
"Di sinilah sebenarnya peran asuransi mengganti sebesar nilai rumah yang diagunkan," katanya.
Sedangkan rumah lainnya yang tidak memiliki jaminan asuransi seperti itu, maka yang diberikan adalah bantuan pemerintah.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan telah memutuskan menambah besaran bantuan bagi rumah rusak berat, sedang dan ringan.
Baca juga: KemenPUPR gandeng Pemerintah Jepang tingkatkan teknologi irigasi-drainase
Tadinya bantuan yang disiapkan untuk rumah rusak berat sebesar Rp50 juta, untuk rusak sedang Rp25 juta, dan untuk rusak ringan Rp10 juta.
Namun setelah menghitung kembali dan menanyakan anggaran kepada Menteri Keuangan, Presiden Jokowi memutuskan menambah bantuan, bagi rumah rusak berat menjadi Rp60 juta, rumah rusak sedang Rp30 juta, dan rusak ringan Rp15 juta.
Presiden juga menegaskan penentuan tingkat kerusakan rumah korban gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat, ditentukan oleh Kementerian PUPR. Jika tingkat kerusakan rumah sudah diputuskan oleh Kementerian PUPR, maka masyarakat tidak bisa memprotesnya.
Baca juga: KemenPUPR melalui Ditjen SDA kampanyekan Gerakan Bersih dan Sehat Bersama Ciliwung
Presiden Jokowi juga meminta warga penerima bantuan gempa benar-benar menggunakan uang bantuan untuk membangun rumah kembali sehingga mereka tidak lagi tinggal di dalam tenda atau posko pengungsian, bukan membeli keperluan lain termasuk kendaraan.