Petrus pada saat saat jumpa pers dalam rangkaian HUT ke-20 BNN di Balai Besar BNN Lido, Kecamatan Gigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa, mengatakan salah satu pertimbangan adalah status pengguna yang juga seringkali sebagai pelaku dan korban.
"Ada tim assesment terpadu yang leading institution adalah BNN, sebelumnya ini hanya keputusan bersama, kita akan tingkatkan. Diinisiasi oleh pemerintah dan sekarang sudah berproses di legislasi di DPR, apakah yang bersangkutan akan dilakukan rehabilitasi," katanya.
Petrus menjelaskan dalam rehabilitasi terdapat dua cara. Pertama sebagai voluntir atau dengan sukarela mendatangi BNN atau yang kedua melalui proses peradilan terlebih dahulu kemudian direhabilitasi.
"Nah ini, kita juga harus melihat, walaupun direhabilitasi, tapi mereka juga pelaku dia juga korbannya tetapi harus diatur," katanya.
Kepala BNN itu pun menuturkan, BNN telah bekerja sama dengan instansi pemerintah lain dalam merehabilitasi pengguna narkoba.
Meskipun di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor merupakan balai terbesar rehabilitasi di Asia Tenggara dengan kapasitas di atas 1.000 orang.
Bagi BNN, kata dia, yang terpenting bahwa pengguna narkoba dan narkotika dapat kembali kepada masyarakat dengan baik sekembalinya dari rehabilitasi.
Jangan sampai yang tadinya sebagai pengguna, kemudian menjadi kurir, bandar kecil, hingga bandar besar. Oleh karena itu BNN juga mengedepankan edukasi kepada masyarakat bahwa penyalahgunaan narkoba adalah hal yang harus diperangi.
"Saat ini BNN melakukan intervensi berbasis masyarakat, dengan seluruh stakeholders termasuk jurnalis sehingga kontrolnya bisa dilaksanakan," katanya.