New York (ANTARA) - Minyak sedikit beragam setelah sesi bergejolak pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), menghentikan reli yang telah membawa harga ke tertinggi multitahun dan meningkatkan kekhawatiran bahwa biaya energi yang lebih tinggi dapat menggagalkan pemulihan ekonomi global.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember menyusut 23 sen menjadi menetap di 83,42 dolar AS per barel setelah diperdagangkan dari tertinggi 84,23 dolar AS hingga terendah 82,72 dolar AS. Pada hari Senin (12/10), acuan global itu mencapai 84,60 dolar AS, tertinggi sejak Oktober 2018.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November berakhir 12 sen lebih tinggi menjadi ditutup pada 80,64 dolar AS per barel setelah bergerak berkisar antara 81,62 dolar AS dan 79,47 dolar AS. Sehari sebelumnya, WTI menyentuh level tertinggi sejak akhir 2014 di 82,18 dolar AS.
Brent telah naik selama 5 minggu berturut-turut, sementara WTI mencatat kenaikan 7 minggu berturut-turut. Kedua kontrak telah meningkat lebih dari 15 persen sejak awal September.
Pihak berwenang dari Beijing hingga Delhi bergegas mengisi kesenjangan pasokan listrik yang menganga pada hari Selasa (12/10), mengguncang pasar saham dan obligasi global di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan biaya energi akan memicu inflasi.
Harga listrik telah melonjak ke rekor tertinggi dalam beberapa pekan terakhir, didorong oleh kekurangan di Asia dan Eropa, dengan krisis energi di Cina diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun, menghambat pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia dan eksportir utama.
Di London dan Inggris tenggara, sepersepuluh stasiun bahan bakar minyak (SPBU) tetap kering karena pembelian panik bahan bakar pada bulan lalu, kata Asosiasi Pengecer Bahan Bakar Minyak.
"Orang-orang mulai menyadari bahwa risiko harga energi yang lebih tinggi dapat menggagalkan pertumbuhan," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group di Chicago. "Apakah permintaan energi itu baik atau buruk?"
Gangguan rantai pasokan yang terus-menerus dan tekanan inflasi menghambat pemulihan ekonomi global dari pandemi, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan ketika memangkas prospek pertumbuhan untuk Amerika Serikat dan kekuatan industri lainnya.
Dalam World Economic Outlook, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan global 2021 menjadi 5,9 persen dari perkiraan 6,0 persen yang dibuat pada bulan Juli. IMF mempertahankan perkiraan pertumbuhan global 2022 tidak berubah di 4,9 persen.
Baca juga: Harga minyak bangkit dari anjlok sesi sebelumnya, Brent naik 1,1 persen
Baca juga: Harga minyak jatuh dari tertinggi multi-tahun karena persediaan AS meningkat
Bahkan, ketika permintaan meningkat, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan produsen sekutu, yang dikenal sebagai OPEC+, tetap berpegang pada rencana untuk memulihkan produksi secara bertahap daripada secara cepat.
Harga Brent telah melonjak lebih dari 60 persen tahun ini. Selain pembatasan pasokan OPEC+, reli telah didorong oleh rekor harga gas Eropa, yang telah memicu peralihan ke minyak untuk pembangkit listrik di beberapa tempat.
Baca juga: Harga minyak turun di Asia setelah melonjak karena pengekangan pasokan OPEC+
Gas Eropa di pusat TTF Belanda berada pada harga minyak mentah yang setara dengan sekitar 169 dolar AS per barel, berdasarkan nilai relatif dari jumlah energi yang sama dari setiap sumber, perhitungan Reuters berdasarkan data Eikon menunjukkan.
Minyak beragam, krisis energi picu volatilitas, kekhawatiran pemulihan ekonomi global
Rabu, 13 Oktober 2021 5:33 WIB
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember menyusut 23 sen menjadi menetap di 83,42 dolar AS per barel setelah diperdagangkan dari tertinggi 84,23 dolar AS hingga terendah 82,72 dolar AS.