Bogor, 30/4 (ANTARA) - Lebih kurang 40 dekan fakultas pertanian dari berbagai perguruan tinggi, Senin, bertemu di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, guna membahas masalah pembangunan dan pendidikan pertanian di Indonesia.
Pertemuan yang dikemas dalam seminar bertema "Refleksi Masa Depan Pembangunan dan Pendidikan Pertanian Indonesia" dalam rangka Peringatan 60 Tahun Peletakan Batu Pertama Kampus Baranangsiang itu dibuka Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Herry Suhardiyanto.
Sekretaris Panitia Peringatan 60 tahun IPB Baranangsiang Dr Syarifah Iis Aisyah, M.Agr menjelaskan, masalah pembangunan pertanian, seperti masih banyaknya komoditas pertanian impor, menjadi kepedulian bagi kalangan perguruan tinggi untuk dapat dicarikan solusinya.
"Demikian pula mengenai problematika adanya gejala menurunnya minat lulusan SLTA untuk masuk ke perguruan tinggi pertanian, juga menjadi masalah yang menjadi pokok bahasan utama," katanya.
Ia menambahkan, dekan fakultas pertanian se-Indonesia itu akan bertemu hingga Selasa (1/5).
Pada hari kedua pada Selasa (1/5), menurut Syarifah Iis Aisyah, yang juga Sekretaris Fakultas Pertanian, akan dilakukan "round table discussion" peserta.
Menurut dia, sebenarnya IPB mengundang lebih dari 100 dekan fakultas pertanian se-Indonesia, namun ada kendala pengiriman ke berbagai lokasi.
"Contohnya untuk beberapa perguruan tinggi di Indonesia timur, setelah kita cek silang, ternyata undangan belum sampai," katanya.
Sementara itu, saat memberikan arahan pembuka pada kegiatan itu, Rektor IPB Herry Suhardiyanto menyampaikan bahwa dari sebanyak 225 komoditas pertanian, ternyata 60 hingga 70 persen Indonesia masih impor.
"Dan nilainya mencapai Rp17 triliun," katanya.
Untuk itu, kata dia, maka pembangunan dan pendidikan pertanian memerlukan pembenahan, sehingga generasi muda Indonesia kembali enekuni bidang yang masih menjadi pekerjaan sebagian besar rakyat Indonesia.
Jika nantinya pembangunan pertanian maju, karena generasi mudanya juga mencintai pertanian, kata dia, maka produk komoditas pertanian lokal bisa menggantikan impor yang nilainya sangat besar itu.
Rektor juga menambahkan bahwa gejala kurang diminatinya pertanian --termasuk sektor perikanan-- itu juga terjadi di negara seperti Jepang.
"Generasi muda perempuan di Jepang kurang meminati menjadi istri nelayan," katanya.
Untuk konteks Indonesia, katanya, jika ke depan pertanian maju dan menjadi sektor yang menjanjikan, sangat mungkin dalam hubungan sosial semacam di Jepang itu, akan ada kebanggaan kepada pertanian, karena petani bisa menjadi pengusaha etanol, yang berbasis komoditas pertanian.