Bogor, 15/4 (ANTARA) - Peneliti dari F-Technopark Institut Pertanian Bogor melahirkan produk pangan alternatif mirip beras, yang diberi nama "beras analog".
"Produk mirip beras yang kita kembangkan dibuat dari tepung lokal selain beras dan terigu," kata Direktur F-Tecnopark Fakultas Teknologi Pertanian IPB Dr Slamet Budijanto kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Minggu.
Ia menjelaskan, peneliti di perguruan tinggi dan badan penelitian, ada yang menyebutnya "beras artifical", "beras tiruan" dan lainnya.
Dikemukakannya bahwa produk pangan tersebut dirancang khusus untuk menghasilkan sifat fungsional dengan menggunakan bahan tepung lokal, seperti sorgum, sagu, umbi-umbian dan bisa ditambahkan "ingridient" pangan, seperti serat, antioksidan dan lainnya yang diinginkan.
Menurut dia, di luar negeri seperti China dan Filipina, diproduksi dari beras menir menjadi beras utuh untuk kebutuhan fortifikasi vitamin atau mineral tertentu.
"Di antaranya untuk fortifikasi zat besi," katanya menambahkan.
Mengenai teknologi pembuatannya, menurut dia, Technopark menggunakan teknologi ekstrusi menggunakan "tween screw extruder" dengan "dye" yang dirancang khusus dengan mengatur kondisi proses dan formulanya.
Secara umum, teknologi ekstrusi memungkinkan untuk melakukan serangkaian proses pengolahan seperti mencampur, menggiling, memasak, mendinginkan, mengeringkan dan mencetak dalam satu rangkaian proses.
Rincian tahapan proses dalam pembuatan beras analog itu, pertama melakukan formulasi penimbangan bahan-bahan yang diperlukan, kedua pencampuran dengan menggunakan "mixer" sampai campuran bahan rata (homogen).
Ketiga, penambahan air dan dilakukan pencampuran menggunakan "mixer" sampai air bercampur dengan baik dan rata. Keempat, bahan yang tercampur dengan baik dimasukkan ke dalam "hopper".
Tahap kelima, adonan dilakukan ke dalam ekstruder dengan kondisi proses dengan mengatur T, V "auger", V "screew", dan V "piasu", sehingga didapatkan bentuk beras yang diinginkan.
Sedangkan tahapan keenam pengeringan dan ketujuh pengemasan.
Mengenai bahan baku, ia menjelaskan yang digunakan dari sumber karbohidrat adalah tepung umbi-umbian, seperti ubikayu, ubijalar, talas, garut ganyong dan umbi lainnya, tepung jagung, tepung sorgum, tepung hotong, sagu, dan sagu aren.
Untuk sumber protein berasal dari kedelai, kacang merah atau sumber lainnya.
Sedangkan "ingridient" lainnya berupa "stabilized rice bran" (sumber seratI, minyak merah (antioksidan), vitamin, mineral, serta "ingridient" lainnya.
Keunggulan
Ia mengemukakan bahwa beberapa keunggulan dari produk tersebut adalah lebih awet, pada waktu menanak tidak perlu pencucian, dapat dimasak persis beras.
Kemudian, dapat dirancang khusus untuk menghasilkan produk beras analog dengan fungsional tertentu, misalnya beras analog untuk penderita diabetes, yakni dengan indeks glisemiks rendah.
"Atau beras dengan kandungan serat tinggi, dan untuk keperluan fortifikai dan lainnya yang sangat didapatkan dari beras konvensional," katanya.
Dikemukakannya bahwa keunggulan utama lainnya adalah produk pangan tersebut menggunakan bahan baku lokal 100 persen.
Sedangkan kelemahannya, kata dia, dari beberapa kajian yang telah dilakukan dan studi referensi, biaya produksi produk pangan tersebut masih relatif mahal, sekitar Rp9.000 hingga Rp14.000 per kilogram, tergantung "ingridient" yang digunakan.
"Kelemahan lainnya, warnanya belum dapat menyerupai beras putih," katanya.
Namun, Slamet Budijanto optimistis dengan penelitian lanjutan, ke depan kelemahan tersebut bisa diperbaiki.