Bogor, (Antara Megapolitan) - Keberadaan reklame provider telekomunikasi berukuran `raksasa` di area taman Air Mancur, Jalan Sudirman, Kota Bogor, Jawa Barat, dianggap mengurangi nilai estetika dari sejarah keberadaan benda cagar budaya tersebut, kata Ketua Forum Masyarakat dan Sejarahwan Bogor, Ace Sumanta.
"Rasanya tidak elok, jika penataan Taman Air Mancur yang sedemikian rupa, tetapi keberadaan reklame provider yang lebih dominan mengurangi nilai estetika dari serajah taman tersebut," katanya di Bogor, Minggu.
Ace menyebutkan, keberadaan taman Air Mancur itu berkaitan dengan sejarah Kolonial Belanda, karena sebelumnya di lokasi itu terdapat monumen tugu berwarna putih yang disebut dengan Witte Pall (atau Pilar Putih).
Witte Pall dibangun tahun 1839 oleh Gubernur Jenderal DJ De Eerens yang berkuasa tahun 1836-1840. Fungsi pilar ini sebagai satu titik triagulasi primer Pulau Jawa, yakni titik koordinat penentu letak sebuah lokasi berdasarkan tinggi permukaan laut.
"Air mancur menjadi titik imajiner (gari lurus) dari Istana Bogor. Bahkan hingga ke Istana Merdeka Jakarta," katanya.
Sejarah taman Air Mancur, berawal saat Witte Pall atau Pilar Putih dihancurkan pada tahun 1958. Bertepatan dengan momen Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1958, panitia Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) mengusulkan semua peninggalan Belanda dimusnahkan termasuk Witte Pall.
Pada tahun 1964, Witte Pall dihancurkan dengan cara didinamit, lalu bekas tempat yang kosong kemudian dibangun kolam lengkap dengan air mancurnya. Keberadaan Air Mancur ini pernah dikunjungi oleh Ratu Sirikit dari Thailand.
Tidak hanya itu, pada masa pendudukan Sekutu, air mancur menjadi objek tentara untuk berfoto ria, walau sudah berubah bentuk selalu dapat dinikmati oleh warga, khususnya kuam muda yang sering menjadi lokasi tersebut untuk berkumpul hingga kini.
Menurut Ace lebih lanjut, sangat disayangkan, jika Taman Air Mancur yang memiliki nilai sejarah bagi Bogor, tetapi keberadaannya hanya menjadi taman yang tidak memiliki nilai edukasi. Apalagi lokasi tersebut kerap dijadikan tempat "nongkrong" anak-anak muda Bogor.
"Tidak ada salahnya Pemerintah Kota menatanya sesuai dengan kearifan lokal setempat, termasuk keberadaan reklame tersebut bisa diganti menjadi LED yang menampilkan Bogoh Ka Bogor, ada nilai edukasinya," katanya.
Ace menambahkan, pembangunan taman yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor sangat baik, karena dapat merubah wajah kota yang dulunya dikenal sejuta angkot kini beralih menjadi sejuta taman.
"Tetapi jangan semua taman dibangun monoton, semuanya diberi uncal (rusa, red). Sesuaikan dengan kearifan lokal setempat, seperti Taman Peranginan itu ada sejarah tersendiri, begitu juga taman Palupuh. Palupuh adalah tempat peristirahatan Prabu Siliwangi," kata dia.
Hal senada juga disampaikan Praktisi transportasi dan Tata Ruang P4W IPB yang juga Anggota Tim Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan (TP4) Bogor, Zulfikar, yang menilai keberadaan reklame tersebut mengurangi nilai "haritage", "green", dan "smart" yang diusung Pemerintah Kota Bogor.
"Green (hijau, red) yang dimaksudkan tidak hanya hijau, tetapi juga memenuhi unsur kearifan lokal," katanya lagi.
Menurutnya, keberadaan Witte Pall atau Pilar Putih di lokasi Taman Air Mancur memiliki nilai sejarah yang kuat. Bukti keberadaan witte pall diabadikan dengan nama kampung yang ada di lokasi tersebut, yakni Lebak Pilar.
Reklame salah satu provider telekomunikasi tersebut berdiri megah di tengah Taman Air Mancur. Ukurannya yang cukup besar mendominasi kawasan tersebut, sehingga estetika sejarah dalam taman tersebut menjadi berkurang.
Reklame Kurangi Nilai Sejarah Taman Air Mancur
Minggu, 10 Mei 2015 15:37 WIB
Air mancur menjadi titik imajiner (gari lurus) dari Istana Bogor. Bahkan hingga ke Istana Merdeka Jakarta.