Bogor (ANTARA) - Pada masa pandemi COVID-19 saat ini pemerintah disarankan lebih memprioritaskan perdagangan pangan dalam negeri yang nilainya 10 kali lipat lebih besar daripada perdagangan ekspor.
Mantan Wakil Menteri Perdagangan RI Bayu Krisnamurthi mengatakan hal itu pada webinar "Peningkatan Daya Saing Produk Pangan dalam Perdagangan Global", Sabtu (7/11).
Menurut Bayu Krisnamurthi, perdagangan pangan di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 255 miliar dolar AS atau sekitar Rp375 triliun.
Baca juga: Tingkatkan pendapatan daerah, Disdagin Kota Bogor diingatkan lebih kreatif menarik dana transfer
Dari jumlah tersebut, sekitar 35 persen di antaranya atau sekitar Rp1.300 triliun adalah perdagangan pangan olahan.
"Ini menunjukkan bahwa perdagangan pangan di dalam negeri sangat besar. Namun, dari perdagangan pangan dalam negeri ini, sekitar 31 persen di antaranya adalah impor," kata dosen IPB ini.
Kalau mencermati produk ekspor dari Indonesia, kata dia, pada tahun 2019 totalnya 170 miliar dolar AS. Dari jumah tersebut, sekitar 18 miliar dolar AS adalah ekspor minyak goreng.
"Indonesia memang harus harus melakukan ekspor. Akan tetapi, jangan melupakan perdagangan dalam negeri yang nilainya jauh lebih besar," katanya mengingatkan.
Baca juga: Berstatus zona hijau, aktivitas perdagangan di Kota Sukabumi berangsur normal
Bayu menilai ekspor dari Indonesia relatif stagnan selama 15 tahun terakhir.
Menurut dia, negara tujuan ekspor hanya itu-itu saja, relatif tidak bertambah, yakni Jepang, Amerika Serikat, Tiongkok, Korea, Singapura, dan India.
Pada kesempatan tersebut, mantan Wakil Menteri Pertanian RI ini menyampaikan beberapa catatan ke mana arah perdagangan dalam negeri mendatang.
Pertama, perdagangan pangan adalah bagian sangat penting dari ketahanan pangan dan gizi masyarakat, baik dilihat dari rantai pasok, rantai nilai, perdagangan, maupun pendapatan, karena pasar global dan pasar lokal saling berinteraksi.
Baca juga: Memanfaatkan peluang ekspor di masa pemulihan pandemi COVID-19
Bayu juga mengingatkan, pada masa pandemi COVID-19 saat ini agar jangan terlalu bersemangat untuk memperbesar perdagangan global.
"Kalau mencermati negara-negara lain yang terlalu besar perdagangan globalnya, saat ini mengalami kesulitan," katanya.
Menurut dia, Indonesia hendaknya jangan terlalu semangat memperbesar perdagangan global. Akan tetapi, mencari titik temunya dengan perdagangan dalam negeri.
"Ini adalah seni pengambilan keputusan yang penting," katanya.
Pemerintah disarankan lebih prioritaskan perdagangan dalam negeri
Minggu, 8 November 2020 8:58 WIB
Ini menunjukkan bahwa perdagangan pangan di dalam negeri sangat besar. Namun, dari perdagangan pangan dalam negeri ini, sekitar 31 persen di antaranya adalah impor.