Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan perkara sengketa Pilpres 2019 menyatakan tidak menerima dalil kuasa hukum Prabowo-Sandiaga yang mengatakan ada ketidaknetralan aparat negara dalam Pemilu 2019.
"Mahkamah mempertimbangkan bukti saksi Rahmadsyah, mahkamah tidak menemukan bukti yang meyakinkan tentang kebenaran yang oleh pemohon didalilkan sebagai ketidaknetralan aparat negara," ucap Hakim Aswanto saat membacakan putusan sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis.
Rahmadsyah dalam kesaksiannya, mengaku menerima laporan ketidaknetralan oknum polisi di Polres Batu Bara dari video yang ia terima. Video tersebut memperlihatkan ada pertemuan yang dihadiri oleh 25 orang di aula balai desa di Kecamatan Lima Puluh, Batu Bara.
Baca juga: Hakim MK tidak temukan fakta intimidasi karena ajakan gunakan baju putih
Dugaan polisi yang mendata kekuatan dukungan calon presiden hingga ke desa, menurut mahkamah tidak cukup bukti karena hanya dibuktikan oleh fotokopi tanpa ada alat bukti lainnya.
"Walaupun peristiwa itu terjadi, harus dibuktikan oleh bukti lain karena harus dibuktikan pengaruhnya terhadap pemilih," tutur Hakim Aswanto.
Selain itu, video dugaan ada ajakan presiden untuk mendukung pasangan calon 01, majelis hakim menyatakan telah memeriksa secara saksama bahwa video tersebut berisikan permintaan atau imbauan presiden kepada jajaran Polri dan TNI untuk mensosialisasikan program pemerintah. Hal tersebut, menurut hakim adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh seorang kepala negara.
Gugatan lainnya yang didalilkan pemohon adalah ada kedekatan antara Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), Budi Gunawan dengan Ketua Umum PDI-P, Megawati. Mahkamah mempertimbangkan jika dalil tersebut tidak serta merta berarti BIN mendukung pasangan calon 01.
"Dalil permohonan a quo tidak dapat diterima karena tidak berlandaskan hukum," ucap Hakim Aswanto.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Mahkamah mempertimbangkan bukti saksi Rahmadsyah, mahkamah tidak menemukan bukti yang meyakinkan tentang kebenaran yang oleh pemohon didalilkan sebagai ketidaknetralan aparat negara," ucap Hakim Aswanto saat membacakan putusan sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis.
Rahmadsyah dalam kesaksiannya, mengaku menerima laporan ketidaknetralan oknum polisi di Polres Batu Bara dari video yang ia terima. Video tersebut memperlihatkan ada pertemuan yang dihadiri oleh 25 orang di aula balai desa di Kecamatan Lima Puluh, Batu Bara.
Baca juga: Hakim MK tidak temukan fakta intimidasi karena ajakan gunakan baju putih
Dugaan polisi yang mendata kekuatan dukungan calon presiden hingga ke desa, menurut mahkamah tidak cukup bukti karena hanya dibuktikan oleh fotokopi tanpa ada alat bukti lainnya.
"Walaupun peristiwa itu terjadi, harus dibuktikan oleh bukti lain karena harus dibuktikan pengaruhnya terhadap pemilih," tutur Hakim Aswanto.
Selain itu, video dugaan ada ajakan presiden untuk mendukung pasangan calon 01, majelis hakim menyatakan telah memeriksa secara saksama bahwa video tersebut berisikan permintaan atau imbauan presiden kepada jajaran Polri dan TNI untuk mensosialisasikan program pemerintah. Hal tersebut, menurut hakim adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh seorang kepala negara.
Gugatan lainnya yang didalilkan pemohon adalah ada kedekatan antara Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), Budi Gunawan dengan Ketua Umum PDI-P, Megawati. Mahkamah mempertimbangkan jika dalil tersebut tidak serta merta berarti BIN mendukung pasangan calon 01.
"Dalil permohonan a quo tidak dapat diterima karena tidak berlandaskan hukum," ucap Hakim Aswanto.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019