Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri membuka pintu pemekaran Papua, yaitu pemekaran yang diusulkan, Papua Tengah, Papua Pegunungan Tengah, Papua Selatan, dimana usulan Kepala Negara ini juga direspons positif oleh Komisi II DPR RI. Presiden Jokowi menyatakan pemekaran wilayah Provinsi Papua masih butuh kajian mendalam dan aspirasinya sudah diterima oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Jokowi tidak menutup pintu usulan pemekaran wilayah Papua, baik untuk Papua Selatan maupun Papua Tengah. Menurutnya, usulan tersebut merupakan aspirasi yang muncul dari bawah (2/12/2019).
Wacana pemekaran provinsi di Papua dimulai lagi saat tokoh adat bertemu Jokowi pada September 2019. Mereka mengusulkan pemekaran lima wilayah provinsi baru agar jumlah daerah di Papua sesuai tujuh wilayah adat.
Sementara itu, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengharapkan pemerintah pusat segera mencabut moratorium atau penangguhan pemekaran wilayah Papua, dan menginginkan pembentukan daerah otonom baru (DOB) Provinsi Papua Barat Daya dikabulkan, apalagi sudah pernah dikeluarkan Ampres [amanat presiden] pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2014. Pemerintah Provinsi Papua Barat disebut mendukung pembentukan provinsi Papua Barat Daya. Persyaratan pembentukan dikatakan sudah lengkap dan masyarakat menyambut baik rencana itu. Dominggus juga berharap semua pihak di Papua mendukung perjuangan pemekaran provinsi ini. Dia bilang saat ini ada pihak yang berjuang sendiri untuk pemekaran serta ada pula lembaga yang mengaku sanggup membantu merealisasikan pemekaran provinsi. Dominggus menyebut pihaknya tidak bisa mengeluarkan anggaran untuk mendukung kelompok yang memperjuangkan pemekaran namun tidak jelas.
Pemprov Papua Barat dijelaskan telah membentuk wadah yang dipimpin Wali Kota Sorong dibantu para bupati di wilayah Sorong Raya. Wadah inilah yang diberi kepercayaan untuk terus berjuangkan pemekaran provinsi.
Dukungan pemekaran Papua dan Papua Barat juga dikemukakan Bupati Puncak, Papua, Willem Wandik menilai seharusnya terdapat enam provinsi di wilayah Papua. Ia menyebut perlu dilakukan pemekaran lagi empat provinsi. Saat ini baru ada dua provinsi, yakni Papua dan Papua Barat "Efektif harus dibentuk baru itu empat, jadi (yang lama) Provinsi Papua dan Papua Barat. Barunya dibentuk empat, jadi total enam provinsi," kata Willem di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, (16/12/2019).
Willem menyatakan pemekaran wilayah Papua sangat penting dan strategis bagi kepentingan masyarakat setempat. Menurutnya, pemekaran juga mempersempit jarak masyarakat dengan pemerintahan daerah masing-masing.
Pantas Dimekarkan
Dukungan dan respons positif dari prominent figure di Papua Barat yaitu Gubernur Papua Barat dan di Papua yaitu Bupati Puncak, termasuk dari kalangan parlemen menggambarkan kesepahaman bahwa pemekaran Papua dan Papua Barat adalah point of no return atau sebuah keniscayaan yang harus segera direalisasikan, karena tidak mungkin wilayah Papua yang memiliki 7 masyarakat adat besar dapat dikendalikan secara efektif oleh negara jika hanya ada dua provinsi saja. Jayapura dan Manokwari pasti akan kewalahan menghadirkan negara untuk menyelesaikan permasalahan krusial dan strategis di Papua dan Papua Barat, terutama yang terkait dengan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.
Pemekaran Papua dan Papua semakin menemukan penalaran yang positif ketika sejak tahun 2001 sampai saat ini, Pemerintah Pusat yang menggelontorkan dana Triliunan rupiah ke Papua dan Papua Bara ternyata tidak menghasilkan manfaat positif apapun, bahkan penyakit HIV/AIDS, korupsi dan sejumlah moral fraud lainnya masih sering terjadi di Papua dan Papua Barat, bahkan disinyalir penggunaan dana Otsus juga dimanfaatkan dalam kerangka “kolaborasi busuk” antara oknum pejabat birokrasi dengan kelompok TPN/OPM, dan ternyata juga penggunaan dana Otsus tidak pernah diaudit secara serius, sehingga pemerintah juga berkeinginan akan serius mengawasi operasionalisasi atau utilitas penggunaan dana Otsus sejak tahun 2021 seterusnya dengan rencana akan membentuk Badan Nasional Urusan Tanah Papua (BNUTP).
Pemekaran Papua dan Papua Barat jelas merupakan exit strategy yang komprehensif untuk mengatasi masalah kekinian di Papua, dan ada pembenarannya ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di 16 daerah masih tinggi dan berada di atas rata-rata nasional yang mencapai 9,22%. Angka kemiskinan tertinggi terjadi di Papua dan Papua Barat. "Papua masih memiliki persentase kemiskinan yang tertinggi di mana persentase kemiskinannya 26,55 persen. Disusul oleh Papua Barat (21,51 persen)," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, (15/1/2020). Selain di Papua dan Papua Barat, persentase kemiskinan di atas rata-rata nasional juga terjadi di NTT yang mencapai 20,62, Maluku 17,65, Gorontalo 15,31, Aceh 15, 01, Bengkulu 14,91, NTB 13,88, dan Sulawesi Tengah 13,18 persen. Selain itu, ada pula Sumatera Selatan sebesar 12,56, Lampung 12,30, Yogyakarta 11,44, Sulawesi Tenggara 11,04, Sulawesi Barat 10,95, Jawa Tengah 10,58 dan Jawa Timur 10,20 persen.
Sementara itu, provinsi dengan persentase kemiskinan terendah adalah DKI Jakarta sebesar 3,42 persen. Setelah itu, Bali dan Kalimantan Selatan mengekor dengan angka kemiskinan 3,61 dan 4,47 persen.
Berdasarkan catatan BPS, indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,55 pada Maret 2019 menjadi 1,50 pada September 2019. Pada periode yang sama, indeks keparahan kemiskinan juga merosot dari 0,37 menjadi 0,36. Kalau semua unsur di Papua dan Papua Barat, Pemerintah Pusat dan Komisi II DPR RI sudah sepakat memekarkan Papua dan Papua Barat, maka let’s do it as soon as possible. Papua is Indonesia, Indonesia is Papua. (33/*).
*) Penulis adalah, pemerhati masalah Papua. Tinggal di Cilangkap, Jakarta Timur.
Pentingnya Pemekaran Wilayah Papua Dan Papua Barat
Minggu, 23 Februari 2020 22:13 WIB
Kalau semua unsur di Papua dan Papua Barat, Pemerintah Pusat dan Komisi II DPR RI sudah sepakat memekarkan Papua dan Papua Barat, maka let’s do it as soon as possible. Papua is Indonesia, Indonesia is Papua.