Jakarta (ANTARA) - Dalam pidato upacara Hari Lahir Pancasila Presiden Joko Widodo mengatakan Pancasila telah menjadi bintang pemandu bagi bangsa Indonesia. Pancasila, kata dia, telah menjadi rumah bagi keragaman bangsa Indonesia. Semangat persatuan dalam keberagaman telah ditunjukkan para pendiri bangsa saat merumuskan Pancasila. Para pendiri bangsa yang berasal dari beragam golongan dan latar belakang telah duduk bersama menetapkan Pancasila sebagai pemersatu segala perbedaan. “Pancasila berperan sebagai falsafah dan dasar negara yang kokoh.
Terkait keberagaman dan toleransi, Tuhan Maha Pluralis dan Maha Toleran. Tuhan juga yang menciptakan perbedaan tidak untuk perpecahan, tapi untuk saling mengenal dan menghormati.
Keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia masih bertahan sampai hari ini adalah karena masyarakat Indonesia memiliki harapan dan mimpi yang sama yaitu Indonesia akan menjadi bangsa yang besar. Namun cukup disayangkan adanya beberapa kelompok intoleran yang ada di masyarakat yang ingin memecah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Mengacu pada hasil indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) Tahun 2019 yang dirilis Kementrian Agama RI, hasil survey tersebut menyebutkan Provinsi Sumatera Barat dihadapkan dengan Indeks KUB dibawah standar terburuk kedua setelah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kelompok-kelompok intoleran tersebut sebagaimana yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat, ketika menjelang dan saat perayaan Natal di Sumatera Barat adanya pelarangan bagi umat kristiani untuk merayakan perayaan natal. Selain itu di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Pariaman masyarakat Kristiani yang akan merayakan hari natal harus mencari gereja atau kantor kodim dan kantor Polres sebagai tempat perayaan natal karena di beberapa kabupaten tersebut belum adanya gereja.
Begitu juga sebaliknya, di Tolikara, Papua, Sulawesi Utara, NTT, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Utara pernah terjadi penolakan oleh umat kristiani terhadap umat Islam yang akan melaksanakan Sholat Hari Raya Idul Fitri serta adanya penolakan pembangunan masjid.
Sebelumnya, data keagamaan dari tahun 1977 sampai 2004, ternyata jumlah rumah ibadah Islam bertambah dari 392.004 menjadi 643.834 (naik 64%), rumah ibadah Kristen bertambah jumlahnya dari 18.997 buah menjadi 43.909 buah (naik 131%), rumah ibadah Katolik dari 4.934 menjadi 12.474 (naik 153%), rumah ibadah Budha dari 1.523 menjadi 7.129 (naik 368%).
Problem umat agama minoritas di suatu daerah dalam menjalankan ibadahnya mendapat tantangan besar dari kelompok mayoritas sehingga dikenal istilah tirani mayoritas terhadap kelompok minoritas. Tirani mayoritas yang bersifat kuantitatif tidak hanya terjadi dalam keyakinan beragama, hal itu dapat juga terjadi dalam konteks kesukuan. Suku yang mayoritas di Indonesia, dapat saja menguasai Lembaga-lembaga negara yang ada di Indonesia.
Sebagai contoh birokrasi Indonesia, dipengaruhi oleh budaya jawa yang merupakan budaya dari suku terbesar dalam bentuk kuantitas di Indonesia. Contoh-contoh kondisi Intoleran jika tidak dikelola dengan baik akan memperlemah dan bukannya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Indonesia tampaknya perlu menyontoh Rusia. Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin, ternyata telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang merangkul Islam sebagai kekuatan strategis yang menjadi faktor penting tetap bersatunya Rusia sebagai negara berdaulat (Baca Hendrajit,. Kebijakan Pro Islam Vladimir Putin dan Aliansi Strategis Rusia-Dunia Islam,http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=77&type=1#.UXZBh0pP1kg). Vladimir Putin menyadari bahwa warga muslim Rusia saat ini berjumlah 20 juta orang atau 15% dari sekitar 142 juta orang Rusia. Suatu jumlah yang cukup besar, bahkan untuk keberadaan sebuah negara bangsa sekalipun.
Islam di Rusia sejak abad ke 7 menyebar di jazirah Rusia. Komunitas Muslim terkonsentrasi di daerah antara Laut Hitam dan Laut Kaspia dan di beberapa negara federasi, serta sejumlah kota seperti Samara, Nyzny Novgorod, Tyumen, dan St Petersburg. Sedangkan sebagian besar penduduk tersebar di daerah sekitar Sungai Volga (Tartastan), Pegunungan Ural, beberapa wilayah Siberia dan Kaukasus Utara.
Di Rusia hingga kini ada lebih dari 4.000 masjid. Terdapat sembilan republic Islam dalam naungan negara Federasi Rusia, yaitu Adegia, Bashkortastan, Dagestan, Ingushetia, Kabardino-Balkariya, Karachaevo-Cherkhesia, Osetia Utara (sekalipun di daerah ini juga bermukim umat Kristiani), Tatarstan, dan Chechnya. Baik di Rusia maupun di negara-negara yang mengitarinya (eks Uni Soviet) kini tercatat lebih dari 6.000 perkumpulan Islam yang aktif.
Sebaliknya, Indonesia jangan meniru Belanda terutama partainya Geert Wilders. Tercatat pada Januari 2013, Geert Wilders, politikus Belanda meluncurkan situs
provokatif http ://www.mo-sknee.nl/. Melalui situs ini, Paartij voor de Vrijheid (partainya Geert Wilders) siap menampung laporan masyarakat, jika ada rencana pembangunan masjid di Belanda demi menghambat laju Islamisasi.
Pada 2009, Wilders mengusulkan pajak jilbab bernama kopvoddentax yaitu pajak (taks atau tax) terhadap
cabikan (vod) atas kepala (kop). Istilah yang baru saja dikenal publik Belanda seperti reli (e) gekkie atau orang beragama sinting atau gristengekkie atau orang Kristen sinting membuktikan agama terus menjadi bahan olok-olok dan tidak lagi dianggap sebagai pandangan atau sikap hidup yang pantas dihormati. Pada 2012, BPS Belanda melaporkan, dari jumlah penduduk dewasa yang beragama sekitar 55% (4% diantaranya beragama Islam). Islam dan Kristen dianggap orang Belanda bertentangan dengan nilai-nilai Eropa yang humanis, rasional, progresif.
Islam,
mereka nilai dengan tindak kekerasan, sedangkan Kristen dinilai dengan pelecehan seks. Terakhir, Wilders menggelar lomba karikatur terkait Nabi Muhammad SAW yang jelas-jelas melecehkan umat Islam diseluruh dunia.
Berbagai kelompok masyarakat yang berbeda agama, suku, dan golongan harus mempunya persepsi dan wawasan kebangsaan bahwa Indonesia adalah rumah yang nyaman bagi semua kelompok yang berbeda tersebut. Perbedaan tersebut akan menjadi indah, kokoh, dan maju jika masing-masing kelompok yang beda itu, mensinergikan untuk Bersatu membangun Indonesia yang maju dan unggul di masa depan.
Indonesia emas yang dicita-citakan akan terjadi pada tahun 2045 akan terwujud jika berbagai kelompok masyarakat yang berbeda suku, agama dan antar golongan Bersatu padu mewujudkan Indonesia emas tersebut. (41/*).
*) Penulis adalah pemerhati isu Pertahanan dan Keamanan.
Toleransi Memperkuat Indonesia
Sabtu, 25 Januari 2020 7:38 WIB
Indonesia emas yang dicita-citakan akan terjadi pada tahun 2045 akan terwujud jika berbagai kelompok masyarakat yang berbeda suku, agama dan antar golongan Bersatu padu mewujudkan Indonesia emas tersebut.