Depok (Antaranews Megapolitan) - Debat Calon Presiden antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang disiarkan langsung oleh televisi nasional dalam bahasannya belum mendalami terkait aspek kebijakan publik.
"Dalam isu lingkungan sebenarnya ada peluang bagi kedua kandidat Presiden ini untuk berdebat secara mendalam terkait aspek kebijakan publik," kata Dosen Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Vishnu Juwono, saat ditemui di Kampus UI, Depok Senin.
Vishnu mengatakan Prabowo mengangkat isu bahwa seharusnya Kementerian Lingkungan dan Kehutanan tidak boleh digabung, dan dia akan memisahkan kembali kedua kementerian tersebut karena Kementerian lingkungan seharusnya mengawasi kementerian kehutanan.
Namun sayangnya Jokowi tidak menerangkan argumen kebijakan pemerintahnya menggabung kedua kementerian tersebut, dan bagaimana kontribusinya dalam kebijakan lingkungan hidup selama lebih dari empat tahun pemerintahannya.
Dalam isu lingkungan hidup, sebenarnya menarik bahwa Prabowo mengangkat isu penegakkan hukum lemah, sebagai penyebab masalah lingkungan masih mengganjal. Namun tidak ada keterangan yang rinci dan teknis bagaimana hubungan penegakkan hukum dengan masalah lingkungan hidup.
"Harus diakui bahwa dalam debat kedua ini Jokowi lebih siap dibandingkan dengan Prabowo, terutama dalam memperkaya debat dengan ilustrasi data-data," tutur lulusan London School of Economics (LSE) ini.
Sebagai pertahana Jokowi diuntungkan karena sebagai presiden dengan mudah mengakses dan terus terinformasi data-data yang dikirmkan oleh staf serta para menterinya secara berkala dan berhasil membawakan debatnya secara terstruktur.
Hal terlihat dimana Jokowi terlihat begitu nyaman menerangkan perusahaan start-up bermodal besar atau yang dikenal dengan unicorn, pengembangan teknologi 4G terutama dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Sedangkan Prabowo dalam melakukan kritikan terhadap kebijakan tidak didukung oleh data-data statistik yang kredibel.
Kelemahan dari Prabowo terlihat saat terkesan tidak siap menghadapi pertanyaan dari Jokowi terkait dengan strategi dalam mengembangkan perusahaan start-up Unicorn. Terkesan Prabowo mencoba menghindar menjawab pertanyaan tersebut dengan menghubungkan fenomena Unicorn tersebut dengan ketimpangan kekayaan di Indonesia, tanpa di dukung data-data.
Walau mungkin bisa dihubungkan akan tetapi lebih tepat rencana aksi apa yang perlu dilakukan dalam mengoreksi fenomena unicorn, mengingat merupakan sebuah keniscayaan dalam era digitalisasi saat ini.
Akan tetapi Prabowo patut diapresiasi berhasil mengendalikan emosinya dan bersikap tenang, mencoba menghapus stigma selama ini yang dianggap bahwa beliau emosional dan cepat marah.
Prabowo juga cukup simpatik dengan beberapa kali mendukung pada beberapa kebijakan yang dianggap benar. Tentu ini merupakan upaya dari beliau menampilkan kesan sportif dan berusaha mencapai konsensus dengan lawan debat.
Walau performa Jokowi dalam debat kedua secara keseluruhan lebih baik dibanding Prabowo, namun ada beberapa data-data yang ditampilkan yang patut dipertanyakan.
Namun secara keluruhan debat presiden kedua ini lebih baik dibandingkan dengan debat pertama. Banyak data-data terkait kebijakan publik yang ditampilkan sehingga, terjadi diskusi lebih banyak membahas hal-hal yang lebih substantif. Sedangkan jargon-jargon serta hal-hal yang tidak relevan jauh berkurang dibandingkan dengan debat pertama.
Editor: Yuniardi
Vishnu: Debat belum dalami aspek kebijakan publik
Senin, 18 Februari 2019 15:50 WIB
Dalam isu lingkungan sebenarnya ada peluang bagi kedua kandidat Presiden ini untuk berdebat secara mendalam terkait aspek kebijakan publik.