Jakarta (ANTARA) - Kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke Australia, Rabu (12/11), menandai babak baru hubungan Indonesia dan Australia yang kerap diwarnai pasang surut.
Di bawah payung kemitraan strategis komprehensif, kedua negara menegaskan kembali komitmen memperkuat kerja sama pertahanan, keamanan, dan ekonomi, sekaligus memperkokoh kepercayaan dan persahabatan sebagai dua negara tetangga di kawasan Indo-Pasifik.
Latar diplomatik dan sejarah hubungan
Hubungan diplomatik Indonesia dan Australia secara resmi dimulai pada 1949, tak lama setelah Australia menjadi salah satu negara pertama yang mengakui kedaulatan Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Sejak itu, hubungan kedua negara berkembang dengan dinamika yang kompleks: diwarnai periode kedekatan, perbedaan kepentingan, hingga pembentukan kemitraan strategis modern.
Kunjungan Prabowo ke Australia kali ini juga memiliki makna simbolik penting. Ini merupakan kunjungan balasan atas lawatan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese ke Jakarta pada Mei, yang saat itu menegaskan tekad memperkuat kerja sama ekonomi dan pertahanan antarnegara tetangga.
Dengan demikian, kunjungan ini menandai keberlanjutan dialog tingkat tinggi yang menegaskan pentingnya kemitraan RI–Australia di tengah dinamika kawasan.
Pasang surut
Meski memiliki hubungan diplomatik panjang, relasi kedua negara tidak selalu mulus. Dua isu yang kerap mewarnai dinamika hubungan adalah soal pengungsi dan imigran, serta hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba termasuk warga asing.
Kebijakan imigrasi Australia yang sangat ketat membuat banyak pencari suaka terdampar di Indonesia, karena kapal mereka kerap dihalau kembali ke perairan Indonesia. Indonesia, yang berperan sebagai negara transit strategis, menghadapi keterbatasan karena belum meratifikasi Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951.
Indonesia dan Australia sepakat memperkuat kerja sama di bidang keimigrasian, penanganan pengungsi, serta keamanan regional.
Indonesia menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Australia atas informasi intelijen yang cepat dan rinci terkait jaringan penyelundupan manusia, yang menggunakan wilayah Indonesia sebagai jalur transit.
Pemerintah Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat kerja sama operasional dalam menanggulangi migrasi ilegal, termasuk melalui deteksi dini, operasi bersama, dan investigasi lintas batas.
Sementara itu, kebijakan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba—termasuk terhadap warga Australia dalam kasus Bali Nine—pernah memicu ketegangan diplomatik. Namun, kebijakan tersebut tetap dijalankan sebagai bentuk penegakan hukum tanpa diskriminasi.
Terlepas dari dua isu sensitif itu, kedua negara tetap berhasil menjaga hubungan baik melalui jalur diplomasi yang terbuka dan saling menghormati. Pemerintah di kedua pihak terus mendorong peningkatan kerja sama dan kolaborasi di berbagai bidang, termasuk people-to-people contact, pertahanan dan keamanan, serta ekonomi.
Pilar baru hubungan strategis
Dalam kunjungan kenegaraan kali ini, penguatan kerja sama pertahanan menjadi sorotan utama.
Presiden Prabowo dan PM Albanese menandatangani pakta keamanan bilateral baru yang memperbarui Defense Cooperation Arrangement (DCA) dan memperluas ruang kerja sama antara TNI dan Australian Defence Force.
Kesepakatan itu mencakup peningkatan latihan militer bersama, pertukaran informasi dan intelijen, serta patroli maritim di wilayah perbatasan strategis. Salah satu klausul pentingnya adalah komitmen kedua negara untuk berkonsultasi jika salah satu menghadapi ancaman terhadap keamanan nasional.
Langkah ini mempertegas bahwa kerja sama pertahanan bukan hanya simbol diplomatik, tetapi juga bagian dari strategi kawasan yang lebih luas dalam menghadapi perubahan geopolitik Indo-Pasifik.
PM Albanese menyebut kesepakatan tersebut sebagai "momen bersejarah" dalam hubungan bilateral kedua negara.
Menurut dia, kesepakatan itu akan didasarkan pada kesepakatan keamanan pertama yang ditandatangani pada 1995 serta perjanjian lain, termasuk kesepakatan kerja sama pertahanan tahun 2024 yang bertujuan meningkatkan interoperabilitas antara angkatan pertahanan kedua negara.
Presiden Prabowo menyatakan bahwa kesepakatan ini mencerminkan tekad kedua negara untuk menjaga hubungan yang kuat guna memperkuat dan menjamin keamanan bersama.
Menurut dia, tetangga yang baik akan saling membantu di masa sulit seperti ungkapan pepatah dalam budaya Indonesia, bahwa ketika kita menghadapi keadaan darurat, tetangga kitalah yang akan membantu.
Menyemai peluang bersama
Selain pertahanan, kerja sama ekonomi menjadi fokus penting kunjungan ini. Melalui kerangka Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), kedua negara sepakat memperdalam kemitraan di sektor perdagangan, investasi, pendidikan, dan kemitraan industri.
Kunjungan ini juga menjadi momentum memperluas kerja sama di bidang pertanian, pangan, dan energi, sekaligus membuka ruang investasi baru di sektor teknologi dan industri hijau.
Hubungan ekonomi juga tumbuh lewat koneksi masyarakat: banyak warga Indonesia melanjutkan studi dan bekerja di Australia, memperkuat people-to-people contact dan membangun jembatan sosial yang menjadi fondasi hubungan jangka panjang.
Pakar hubungan internasional Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah menilai kunjungan Presiden Prabowo ke Australia sangatlah wajar mengingat Indonesia dan Australia merupakan dua negara bertetangga yang memiliki hubungan bilateral panjang, meskipun pernah mengalami pasang surut.
Hubungan kedua negara sangat dipengaruhi oleh gejolak yang terjadi di tingkat global.
Menurut dia, dinamika keamanan kawasan kini terlihat jelas dengan meningkatnya peranan sejumlah negara kunci di bidang ekonomi, teknologi, dan pertahanan.
Hal ini terjadi akibat menurunnya kapabilitas global Amerika Serikat, sementara China tengah mengalami kenaikan tajam, didorong oleh pesatnya pembangunan ekonomi dan investasinya di banyak negara sekaligus.
Di sisi ekonomi, langkah penguatan kerja sama ekonomi melalui IA-CEPA dan sejumlah inisiatif baru yang dibahas dalam kunjungan Presiden Prabowo ke Australia dinilai memiliki potensi signifikan untuk mendorong peningkatan perdagangan dan investasi bilateral.
IA-CEPA dianggap akan lebih berhasil jika Indonesia melakukan restrukturisasi ekonomi, terutama sekali di sektor pajak, perizinan, lahan, serta tata kelola di sektor pemerintah dan dunia usaha.
Namun, agar potensi tersebut dapat terealisasi secara optimal, jaminan keamanan berusaha perlu menjadi prioritas utama.
Ia mengatakan pemerintah diharapkan memangkas jalur-jalur ekspor-impor yang selama ini terkendala oleh infrastruktur yang belum memadai dan mempercepat penerapan sistem perdagangan berbasis e-commerce.
Ia juga menilai perdagangan langsung sebaiknya dapat dilakukan dari pulau-pulau di Indonesia bagian timur yang memiliki pelabuhan laut dalam.
Langkah ini akan membantu mengurangi ketergantungan terhadap pelabuhan besar di Pulau Jawa maupun Singapura, sekaligus membuka peluang bagi wilayah timur Indonesia untuk menjadi simpul baru dalam rantai perdagangan internasional.
Terkait kerja sama pertahanan dan ekonomi, Reza mengatakan agar kedua negara senantiasa mengedepankan rasa saling percaya, dengan saling menghargai prinsip kebijakan luar negeri masing-masing, di mana Konsultasi 2+2 yang terlembaga dengan sangat baik saat ini, perlu dipertahankan.
Menurut dia, ada beberapa sektor yang paling berpotensi untuk dikembangkan bersama ke depan—baik di bidang industri pertahanan, energi hijau, keamanan siber, maupun pendidikan vokasi.
Pembangunan pelabuhan laut dalam di Indonesia bagian timur untuk meningkatkan ekspor impor, pembuatan kurikulum pendidikan usia SD dan SMP, dalam bidang Bahasa Inggris dan lingkungan hidup demi terciptanya sebuah generasi muda yang memiliki cara pandang yang sama atas masalah lingkungan hidup di masa depan, dalam bahasa yang saling dimengerti, termasuk di paling potensial.
Sementara itu, untuk mengoptimalkan manfaat kerja sama strategis Indonesia-Australia agar hasilnya lebih nyata bagi masyarakat kedua negara perlu dilakukan konsultasi teratur pada tingkat Eselon 2 guna memonitor perkembangan yang dihadapi.
Pembuatan film dokumenter juga diperlukan agar kedua negara dapat saling berbagi informasi atas tingkat pencapaian di level nasional dan di bawahnya serta kemudahan visa bagi para individu yang langsung menangani hubungan bilateral.
Reza menilai, secara keseluruhan kunjungan Presiden Prabowo ini dapat menjadi momentum baru bagi perluasan kemitraan strategis Indonesia–Australia menuju hubungan yang lebih setara, saling menguntungkan, dan berkelanjutan sebab Presiden Prabowo sangat mementingkan untuk menjaga hubungan bilateral secara berkelanjutan dan lintas aktor.
Menurut dia, masih dimungkinkan perluasan kerja sama, terutama sekali dalam aspek-aspek nuklir dan ruang angkasa, sebagaimana telah dibuat dalam dokumen Perjanjian Lombok tahun 2006.
Optimisme
Kunjungan Presiden Prabowo ke Australia menunjukkan arah hubungan bilateral yang semakin strategis dan konstruktif.
Dari diplomasi pertahanan hingga kolaborasi ekonomi, kedua negara kini menempatkan kerja sama sebagai fondasi kestabilan kawasan dan kesejahteraan rakyat.
Setelah lebih dari tujuh dekade menjalin hubungan diplomatik, Indonesia dan Australia kembali membuktikan bahwa perbedaan pandangan tidak harus menjadi penghalang.
Sebaliknya, dengan dialog yang terbuka dan saling percaya, kedua negara bisa terus tumbuh sebagai tetangga strategis dan mitra sejati yang berkontribusi bagi perdamaian dan kemakmuran kawasan Indo-Pasifik.
