Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XII DPR RI Cek Endra menegaskan pentingnya transformasi sektor batubara menuju teknologi bersih sebagai langkah strategis untuk mencegah greenflation atau inflasi hijau akibat transisi energi yang terlalu cepat.
Menurutnya, Indonesia harus menjalankan transisi energi secara bertahap dan realistis agar target penurunan emisi tercapai tanpa mengorbankan stabilitas harga energi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kita tidak bisa memaksakan transisi hijau tanpa menghitung dampaknya. Transformasi bertahap dengan teknologi bersih akan menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi, harga yang stabil, dan komitmen lingkungan,” kata Cek Endra dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ia menambahkan, dinamika global seperti pelaksanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) yang sempat mengalami hambatan menjadi pelajaran bahwa transisi energi memerlukan perencanaan matang, pendanaan berkelanjutan, dan inovasi teknologi yang sesuai dengan kondisi domestik.
“Situasi JETP menunjukkan bahwa kita butuh strategi transisi energi yang realistis, tidak hanya bergantung pada komitmen internasional, tapi juga memanfaatkan potensi teknologi dalam negeri,” ujarnya.
Cek Endra juga menyoroti data konsumsi batubara dunia yang mencapai 8,79 miliar ton pada 2024, menandakan peran energi fosil masih penting dalam bauran energi global.
Negara maju seperti Jerman dan AS bahkan kembali mengoperasikan PLTU, sementara Tiongkok dan India mengembangkan teknologi ultra-supercritical yang lebih efisien dan rendah emisi.
“Indonesia perlu mengadopsi teknologi ultra-supercritical, co-firing biomassa, dan Carbon Capture and Storage (CCS) untuk menekan emisi sekaligus menjaga ketahanan energi nasional,” kata Cek Endra.
Ia menekankan bahwa roadmap transisi energi nasional harus memberi ruang bagi pengembangan teknologi bersih untuk membuka peluang investasi hijau, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok energi global.
“Komisi XII DPR RI akan mendorong kebijakan transisi energi yang realistis agar target dekarbonisasi tercapai tanpa memicu greenflation maupun gangguan stabilitas ekonomi,” tuturnya.
Pada Juni lalu, Konsorsium Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) mengajak semua elemen menyadari bahwa pencemaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara merupakan polusi mematikan."Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 semua pihak penting untuk menyadari bahwa pencemaran udara, air, dan tanah akibat operasi PLTU batu bara adalah polusi yang mematikan," kata Konsolidator STuEB Ali Akbar di Bengkulu, Kamis (5/6/2025).
Keberadaan PLTU batu bara dinilai bertentangan dengan prinsip transisi energi Indonesia. Di mana, Indonesia sedang berupaya mencapai puncak emisi sektor ketenagalistrikan maksimal pada 2030, serta komitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) paling lambat pada 2060.
Dalam jangka menengah, Indonesia menargetkan porsi energi baru dan terbarukan (EBT) mencapai 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025 dan meningkat menjadi 34 persen dalam bauran pembangkitan listrik pada 2030.
"Kami (STuEB), dalam delapan tahun terakhir menyerukan pensiun dini PLTU batu bara di Indonesia dengan kapasitas 6,2 GW hingga saat ini belum terealisasi. Sementara pada saat yang bersamaan malah akan dibangun PLTU batubara baru," kata Ali.
Direktur Apel Greend Aceh Rahmad Syukur menjelaskan pembangunan PLTU batu bara baru di Aceh adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), hak atas udara bersih, tanah yang subur, laut yang sehat, dan masa depan yang layak.
Masyarakat Aceh, menurut dia, sudah terlalu lama menanggung dampak polusi udara, kerusakan lahan, konflik ruang hidup, dan ancaman kesehatan akibat aktivitas industri batu bara.
Direktur Srikandi Lestari di Sumatera Utara Sumiati Surbakti menjelaskan saat ini PLTU Pangkalan Susu merupakan simbol kontradiksi dalam pelaksanaan transisi energi di Indonesia.
"Kebijakan ini tidak hanya melemahkan kredibilitas Indonesia di mata internasional, tetapi juga menghambat transformasi sistem energi menuju arah yang lebih bersih, berkelanjutan, dan berkeadilan," katanya.
Manager Kampanye Yayasan Anak Padi di Lahat Melia Satry menjelaskan bahwa Kecamatan Merapi Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, sudah diselimuti polusi yang sangat parah.
“Kami sesak napas menghirup polusi dari PLTU batubara dan angkutan batu bara di Lahat. Penambahan PLTU batu bara baru akan lebih menyiksa kami," katanya.
Manajer Kampanye Lembaga Tiga Beradik Jambi Deri Sopian menjelaskan kerugian Provinsi Jambi akibat industri ekstraktif batu bara sangat signifikan, mulai dari kerugian finansial, lingkungan, dan sosial.
Estimasi kerugian negara akibat kerusakan ekosistem dan kejahatan ekologi di Jambi menurut dia mencapai lebih dari Rp17 triliun.
Kadiv Advokasi LBH Lampung Prabowo Pamungkas menyatakan PLTU batu bara Sebalang dan PLTU batu bara Tarahan di Lampung telah menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan.
Warga Dusun Sebalang, Desa Tarahan, mengeluhkan polusi abu batu bara yang mencemari pemukiman dan berdampak pada kesehatan, terutama anak-anak.
Selain itu, pembuangan limbah pencucian boiler ke laut oleh PLTU Sebalang juga diduga mengancam ekosistem pesisir dan mengurangi hasil tangkapan ikan nelayan
Mengingat berbahayanya pengoperasian PLTU bagi lingkungan dan rakyat, STuEB menyatakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk memimpin transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
GEMS
PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) mempercepat transformasi digital di sektor pertambangan batu bara sebagai upaya meningkatkan efisiensi, transparansi, serta keberlanjutan operasional. Langkah ini ditempuh melalui pembentukan Divisi Digital & Technology Solutions (DIGITECH) sejak 2020.
Chief of Digital Technology Officer (CDTO) GEMS Risetiyawan Dimas Sutejo mengatakan penerapan sistem digital terintegrasi mampu meningkatkan akurasi data, mempercepat proses pelaporan, sekaligus memperkuat pengawasan aktivitas tambang. “Inisiatif ini juga mendukung transparansi, keselamatan kerja, serta daya saing perusahaan,” ujarnya dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (12/9).
Transformasi digital diterapkan di seluruh rantai produksi, mulai dari kegiatan penambangan, pengelolaan stok batubara (Run of Mine/ROM), pengangkutan (coal hauling), pemuatan di pelabuhan (barging, transshipment, sales), hingga fungsi pendukung seperti keselamatan, lingkungan, keuangan, dan umum.
Presiden Direktur GEMS Bonifasius menegaskan, peningkatan produksi batubara harus diimbangi dengan standar keselamatan kerja tinggi. “Transformasi digital pertambangan menjadi salah satu fokus perusahaan,” katanya.
Di PT Borneo Indobara (BIB), anak usaha GEMS, telah dioperasikan Command Center sebagai pusat pengawasan digital terintegrasi. Fasilitas ini memantau alur produksi dari pit tambang hingga pelabuhan secara real time, memungkinkan pengambilan keputusan cepat jika terjadi kendala.
Beberapa program digital di BIB antara lain Fleet Management System (FAMOUS) berbasis Internet of Things (IoT) untuk memantau kendaraan tambang dan perilaku pengemudi, Sistem Camera Analitik (Sicantik) untuk deteksi pelanggaran operasional kendaraan, serta Weighing in Motion (WIM) yang mengotomatisasi penimbangan truk batubara guna mengurangi antrean, emisi, dan risiko kecelakaan.
Selain efisiensi operasional, GEMS juga mengembangkan pendekatan teknologi hijau melalui “Riset Berbasis Empati”. Pendekatan ini menekankan inovasi yang ramah lingkungan, inklusif, dan berkeadilan sosial dengan mengutamakan keseimbangan antara manusia, lingkungan, dan keuntungan.
