Jakarta (ANTARA) - Forum Warga Kota (Fakta) Indonesia mendeklarasikan Kampung Siaga Diabetes dan Obesitas di Rukun Warga (RW) 07, Kelurahan/Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat.
Deklarasi itu menandai dimulainya gerakan kolaboratif warga bersama Pemerintah Kota Bogor, dan Fakta Indonesia dalam memerangi prevalensi penyakit tidak menular yang kian mengkhawatirkan.
"Deklarasi ini menjadi platform untuk menyuarakan dukungan terhadap kebijakan kesehatan publik yang lebih luas," kata Ketua Fakta Indonesia Ari Subagyo di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, warga di RW 07, Kelurahan Tanah Sereal mendorong pemerintah pusat untuk segera mengimplementasikan tiga kebijakan kunci.
Pertama, penerapan cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) sebagai bentuk perlindungan kesehatan masyarakat. Kedua, penerapan label peringatan kesehatan bergambar pada kemasan produk yang tinggi gula.
"Tidak kalah penting, warga menginginkan ada pembatasan iklan dan promosi MBDK, khususnya yang menyasar anak-anak maupun remaja," ucapnya.
Ari menjelaskan, deklarasi ini adalah puncak dari kesadaran warga akan pentingnya kesehatan sebagai investasi masa depan.
Fakta Indonesia merasa bangga dapat memfasilitasi inisiatif yang dipimpin warga tersebut karena sejalan dengan advokasi untuk kebijakan kota yang sehat.
"Kami percaya, aksi lokal seperti ini adalah penggerak terkuat untuk perubahan nasional," tuturnya.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, Indonesia menghadapi beban ganda malnutrisi dengan angka obesitas pada dewasa mencapai 21,8 persen dan diabetes melitus sebesar 10,9 persen.
Pemkot Bogor mendukung penuh keberadaan inisiatif kampung siaga itu karena menjadi bukti nyata semangat gotong royong warganya dalam menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat.
Hal ini juga menjadi bukti nyata Pemda hadir dalam mendukung inisiatif Kampung Siaga.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Universitas Indonesia dr. Anindia Larasati, Sp.PD mengatakan gagal ginjal seringkali disebabkan oleh kondisi diabetes dan hipertensi, sehingga penyakit tersebut dapat menjadi peringatan dini untuk kesehatan ginjal.
Memang salah satu untuk mendeteksi ginjal kita sehat atau tidak adalah kita harus mengenal yang namanya faktor risiko, apa saja? Yakni kondisi-kondisi yang menyebabkan ginjal rentan mengalami penyakit ginjal kronik, misal diabetes melitus, kencing manis istilahnya, apakah pasien mempunyai hipertensi, penyakit jantung kronik, obesitas.
Jika seseorang sudah didiagnosis dengan diabetes atau hipertensi, itu bisa menjadi tanda bahwa ginjalnya berisiko mengalami kerusakan di masa depan, begitu juga seseorang dengan kondisi obesitas, kelebihan berat badan akibat penumpukan lemak tubuh secara berlebihan.
Menurut Anindia, penting untuk mengenali faktor risiko yang dapat memengaruhi kesehatan ginjal. Jika seseorang memiliki faktor risiko seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas, evaluasi rutin terhadap fungsi ginjal sangat dianjurkan.
Selain mengobati diabetes atau hipertensi yang telah dialami, fungsi ginjal juga perlu diperiksa secara berkala untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Jadi jangan hanya mengobati diabetesnya saja atau jangan hanya mengobati tensinya saja, tetapi juga fungsi ginjalnya juga harus kita evaluasi.
Anindia menekankan bahwa menjaga ginjal tetap sehat sangat penting. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mengurangi konsumsi minuman bersoda, menjaga berat badan ideal, serta menjaga pola makan yang sehat.
“Kurangi minum-minuman bersoda, dan tentunya menjaga berat badan itu juga penting. Obesitas juga memengaruhi fungsi ginjal kita ke depannya. Jadi berat badan, diet, itu juga penting, aktivitas fisik juga penting,” kata Anindia menambahkan.
Dengan mengenali faktor risiko, dan menjaga kesehatan ginjal sejak dini, kita dapat mencegah penyakit ginjal kronik yang lebih parah di masa depan.
Panduan nasional
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia menilai Panduan Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) untuk obesitas pada orang dewasa bertujuan menyamaratakan tatalaksana di setiap fasilitas layanan kesehatan.
Kalau obesitas bertambah banyak, otomatis penyakit yang lain juga bertambah banyak, dan salah satu keberhasilan terapi penyakit itu obesitas harus dihilangkan. Kalau (berat badan) tidak turun, maka penyakit ini juga tidak akan turun (sembuh).
Sekretaris Jenderal PP PDGKI dr. Erwin Christianto mengatakan Asia termasuk negara dengan angka obesitas yang terus naik dan menyebabkan munculnya penyakit komorbid lainnya seperti jantung, ginjal dan gula, yang merupakan penyakit kronis dengan angka kejadian yang juga tinggi.
PNPK disusun sejak Mei 2024 bersama tujuh organisasi profesi diantaranya spesialis gizi klinik, penyakit dalam, dokter bedah, kedokteran olahraga, rehabilitasi medik, subspesialis digestif dan konsultan endokrin, serta psikiatri. Mereka menyusun penatalaksanaan obesitas dan disahkan secara resmi oleh Menteri Kesehatan pada 30 Mei 2025.
Pedoman di PNPK menjelaskan pengertian obesitas dan bagaimana pemeriksaan obesitas yang tepat. Erwin mengatakan hal itu penting untuk diketahui setiap jenjang fasilitas kesehatan mulai dari klinik, Puskesmas hingga rumah sakit untuk menyadarkan bahwa obesitas adalah kondisi kelebihan lemak yang menyebabkan penyakit dan perlu diketahui cara mendeteksinya.
Penatalaksanaan yang tepat bisa menekan angka obesitas dengan tidak hanya mengurangi berat badan, namun, pengaturan cara makan maupun cara olahraga bagi dewasa yang juga memiliki penyakit penyerta agar tidak memperparah penyakitnya.
PNPK menerapkan prinsip obat bukan sebagai terapi utama, melainkan sebagai tambahan. Terapi utamanya adalah pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, memperbaiki pola tidur, dan memperbaiki pola manajemen stres.
Erwin mengatakan pedoman PNPK diharapkan bisa mencapai target menurunkan berat badan penderita obesitas sebanyak lima persen dalam waktu enam bulan. Jika kurang dari itu maka perlu pemeriksaan penunjang dan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih optimal untuk melihat faktor penghambat.
Erwin juga berharap rencana lokakarya PNPK bisa dilakukan agar setiap daerah bisa memberi masukan tatalaksana obesitas yang bisa melengkapi pedoman agar bisa diterapkan di seluruh Indonesia.
Perusahaan kesehatan Novo Nordisk akan mendukung PNPK obesitas, termasuk untuk inovasi terapi yang bermitra dengan tenaga kesehatan dalam peresepan dan efektif agar pasien mendapat terapi yang tepat.
Peluncuran PNPK Obesitas menegaskan bahwa obesitas adalah penyakit kronis yang kompleks dan memerlukan dukungan medis yang komprehensif.
Perhimpunan Dokter Gizi menyambut baik dan mendukung implementasinya melalui edukasi berbasis bukti, penguatan kapasitas tenaga kesehatan, serta mengupayakan hadirnya inovasi terapi yang bermitra dengan tenaga kesehatan.
