Bogor, 10/2 (Antara) - Sejumlah budayawan Sunda menggelar "Padungdengan" (sambung rasa) dalam rangka mengapresiasi Hari Pers Nasional (HPN) ke-67 yang dipusatkan di Palataran Pakujajar Sipatahunan, Jalan Loader, Kota Bogor, Jawa Barat.
"Kegiatan diikuti 70 orang, terdiri atas budayawan dan pemerhati budaya Sunda, mahasiswa, pelajar, guru kesenian, masyarakat pecinta budaya Sunda, pelaku usaha, dan insan pers," kata Ketua Panitia kegiatan Bambang Ciras, di Bogor, Minggu.
Kegiatan itu mengusung tema "Merenahkeun Bogor dina Kabogorana, ti Bogor keur Bogor" (Menata Cita Rasa Budaya Bogor, Dari Bogor Untuk Bogor).
Menurut Bambang Ciras, kegiatan itu digagas sebagai upaya mendorong terbangunnya tradisi "jurnalisme budaya", atau peliputan yang peduli mengangkat tema kearifan lokal dan budaya adiluhung Sunda.
Ia menjelaskan "padungdengan" berarti sambung rasa. Dalam hal ini, para peserta diajak berdikusi dan berbincang lepas seputar cita rasa budaya Sunda khas Bogor, dari Bogor untuk Bogor, dengan menggali dan membedah berbagai kearifan lokal kota yang menjadi Ibu Kota dan pusat pemerintahan zaman Kerajaan Pajajaran tersebut.
Dialog interaktif "padungdengan" dipandu oleh Ahmad Fahir, M.Si., pegiat Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (Forkapi) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan pencinta warisan kebudayaan Sunda.
Pada kesembatan itu Dasep Arifin alias "Abah Dasep" selaku kasepuhan (sesepuh) di Palataran Pakujajar Sipatahunan didapuk sebagai pembicara kunci dengan mengangkat tema "Filosofi dan Mitologi Tanaman Bambu dalam Konteks Sejarah Kebesaran dan Kejayaan Pajajaran".
Pemateri berikutnya, yaitu "Guru Teupa" Kujang Pajajaran, Abah Wahyu, budayawan Sunda dan perajin senjata tradisional Kujang.
Abah Wahyu mengulas filsafat Kujang sebagai benda pusaka warisan Kerajaan Pajajaran yang harus diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Selanjutnya, Ending dari komunitas motor, mengulas sepak terjang komunitasnya dan para "biker" di Bogor yang aktif dalam gerakan kampanye pelestarian budaya Sunda.
Bambu Elektronik
Kemudian, narasumber lainnya adalah perajin bambu elektronik Zainullah yang akrab dipanggil "Cak Nul".
Ia memaparkan kerajinan yang ditekuninya dengan membuat produk elektronik beralat bambu sebagai wujud kecintaan pada spesies tanaman khas Sunda tersebut, sekaligus upaya pelestarian alam.
Lulusan Pondok Pesantren Salafiah Situbondo, Jawa Timur itu, kini mengembangkan UKM Mitra Jasa Technical (MJT) dengan produk yang dikenal sebagai "Bambootronic Bogor"
Cak Nul juga menjadi instruktur keterampilan elektronik di Ponpes Al Um dan Miftahul Ulum, Kota Bogor.
"Kami perajin-perajin UKM di Kota Bogor ini masih sangat memerlukan bantuan nyata dari pemerintah daerah," katanya.
Sementara itu, Ifan Hayanto yang hadir mewakili komunitas swasta menyampaikan perlunya keterlibatan aktif para pelaku usaha dalam upaya bersama melestarikan dan membangkitkan kembali warisan Sunda sebagai identitas budaya kebanggaan "urang" Bogor.
Menurut Abah Dasep Arifin, kegiatan "padungdengan" tersebut sebagai upaya nyata dalam melestarikan warisan adilihung Sunda di tengah pusaran kehidupan masyarakat Bogor yang serba modern.
"Cita rasa kebanggaan budaya Sunda harus dihidupkan dan dibangkitkan kembali sebagai wujud kecintaan kepada Indonesia. Mencintai Sunda berarti mencintai Indonesia, karena Sunda adalah akar dan induk kebudayaan Nusantara," katanya.
Kegiatan "padungdengan" rencananya akan dijadikan sebagai program rutin bulanan Palataran Pakujajar Sipatahunan.
Kegiatan ini diharapkan dapat memperkenalkan kembali warisan kebudayaan Sunda kepada masyarakat, agar nilai kearifan lokalnya dapat diinternalisasi dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Andi Jauhari