Merauke (ANTARA) - Frederickus Jesly Maijai melalui hari-hari yang berat, saat keadaan memaksanya untuk harus mendekam selama lebih dari delapan bulan di rumah.
Anak muda Papua itu bergumul melawan penyakit paru-parunya di lingkungan rumah kayu kecil di Kampung Bupul, tepi belantara Distrik Elikobel, Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Penyakit yang dikenal dengan tuberkulosis (TB) itu tidak hanya menggerus kesehatan raganya, namun juga membunuh semangat hidup lelaki yang akrab disapa Rikson itu.
Otot-otot tubuh yang dibentuk alam, hilang, hingga tersisa kulit yang membalut tulang. Berat badannya yang semula 63 kg turun menjadi 46 kg.
Rikson tidak pernah membayangkan sama sekali akan mewarisi jejak penyakit sang ibu di usianya yang ke-21, dimana ia ingin melakukan banyak hal dalam hidupnya.
Penyakit telah merenggut banyak hal berharga dalam kehidupan Rikson. Ia harus meninggalkan bangku sekolah menengah atas (SMA) di Kota Merauke untuk kembali ke kampung halaman agar bisa dirawat oleh keluarganya.
Ketika sedang menempuh pendidikan di kota, bakat berenang yang tumbuh sejak kecil mengantar Rikson memasuki profesi baru sebagai atlet renang. Tujuh medali emas dan satu perak yang digantung di dinding ruang tamu menjadi saksi bisu prestasinya dalam kejuaraan di tingkat kabupaten dan provinsi.
Panggung kompetisi multicabang olahraga tertinggi di Tanah Air juga telah dirasakan, saat dia mewakili daerahnya untuk mengikuti Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2020, yang diselesaikannya dengan berada di peringkat keenam.
Anak kampung dari keluarga dengan kondisi ekonomi di bawah itu, seperti menemukan jalan yang mengubah hidupnya. Pendapatan sebagai atlet juga lumayan membantu kehidupannya di kota, bahkan juga menopang kebutuhan keluarga di kampung, termasuk biaya pengobatan ibunya.
Mengingat semua hal-hal membanggakan yang tidak dapat dilakukan lagi, hanya membuat Rikson semakin tenggelam dalam keputusasaan.
"Setiap hari saya merasa putus asa," ujarnya, ketika berbincang dengan ANTARA.
Tertolong
Setelah menyelesaikan kompetisi renang laut di PON, Rikson mulai merasakan nyeri di dada, hingga batuk-batuk yang semula dianggapnya sebagai efek dari meminum air laut saat berlomba.
Obat-obatan yang dikonsumsi untuk penanganan awal dapat meredakan sakitnya, sehingga ia memutuskan tidak menjalankan pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit di Merauke.
Kondisi kesehatan Rikson sebenarnya sedang tidak sedang baik-baik saja. Seiring rutinitas sebagai pelajar dan atlet, daya tahan tubuhnya terus menurun. Batuk dan nyeri dada mulai lebih sering menyerangnya, hingga ia mengalami demam dan kehilangan selera makan.
Rikson yang tidak berdaya melawan sakit seorang diri, memutuskan kembali ke kampung halaman, meninggalkan sekolah dan impian menjadi atlet besar. Rikson pulang membawa luka dalam tubuh yang belum dipahami olehnya.
Rasa rindunya untuk berkumpul bersama sanak keluarganya bisa terobati, namun tidak untuk penyakit di dalam tubuhnya.
Pada November 2024, kondisi sakit yang dialami mulai memuncak, namun keluarganya tidak kunjung membawanya ke Puskesmas Bupul di Kampung Bupul 2 untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.
Kesulitan biaya untuk menyewa kendaraan menuju puskesmas yang berjarak 20 kilometer dari rumah, juga untuk pengobatan dan lainnya menjadi kendala utama keluarga. Tidak ada lagi pendapatan yang diandalkan Rikson setelah berhenti menjadi atlet pelajar.
Selama dua bulan, ia harus bertahan, mencoba meredakan sakit dengan obat seadanya, termasuk obat tradisional dari ramuan tumbuh-tumbuhan yang disediakan keluarga.
Rasa penasaran untuk mengetahui penyakitnya terjawab, setelah petugas medis Puskesmas Bupul menyambangi rumahnya untuk pemeriksaan kesehatan, termasuk mengambil sampel darah dan dahak.
Hasil pemeriksaan lanjutan terdetsksi bahwa Rikson menderita penyakit paru-paru. Sejak saat itu, ia pun tertolong lewat pengobatan dan pemeriksaan rutin yang dilakukan para petugas medis.
Pertolongan medis itu bagai cahaya yang membawanya keluar dari lorong gelap perjalanan melawan sakit. Rikson mencapai titik terang yang membawa harapan baru untuk sehat lagi, kembali ke sekolah, maupun merintis lagi karir atletnya.
Menikmati CKG
Rikson bersama ayahnya Oktavianus Yafet Mjai dan ibunya Agnela Dambujai menyambut hangat tim medis dari Puskesmas Bupul, saat tim yang merupakan representasi hadirnya negara itu menyambangi rumah mereka.
Tim yang diikuti dua orang perwakilan dari Kementerian Kesehatan itu datang untuk melaksanakan "Cek Kesehatan Gratis" (CKG), salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Keluarga Rikson beruntung, menjadi sasaran "jemput bola" layanan kesehatan cuma-cuma yang diberikan dokter umum Puskesmas Bupul, yakni dr Libertine Mandala Putri bersama rekan-rekannya.
Berbagai pemeriksaan dilakukan, berupa pengukuran tekanan darah tinggi, gula darah, asam urat, kolesterol, berat dan tinggi badan, pemeriksaan telinga, mata, mulut, hingga pengambilan sampel darah dan dahak.
Seusai pemeriksaan, sang dokter Libertine pun memberikan obat-obatan beserta nasehat bagi semua penghuni rumah agar mengubah pola hidup menjadi lebih sehat.
Rikson tidak kuasa menyembunyikan perasaan senangnya saat melihat kedua orang tuanya juga mengikuti pemeriksaan kesehatan yang lebih lengkap untuk pertama kalinya.
Apalagi, layanan itu diberikan langsung di rumah yang membuat keluarganya tidak perlu mengeluarkan biaya apapun. Bagi Rikson, layanan CKG, membantu mempercepat proses pemulihan dari penyakit yang membayangi selama empat tahun terakhir.
Ia berulang mengucapkan terima kasih atas hadirnya Program CKG, apalagi warga tidak perlu mengeluarkan biaya. Program itu telah menumbuhkan harapan baru bagi Riskon dan warga lainnya untuk menikmati kondisi raga dan jiwa yang sehat.
Sesuai harapan
Di Distrik Elikobel, layanan CKG terus berjalan melalui kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu) yang tersebar di 12 kampung serta aksi "jemput bola" para tenaga medis dari Puskesmas Bupul, dengan memberikan pelayanan langsung di rumah-rumah warga.
Pelayanan langsung di lapangan itu yang sangat di harapkan warga karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya menyewa kendaraan untuk pergi ke Puskesmas Bupul.
Dokter Libertine mengungkapkan bahwa jarak yang jauh ke Puskesmas Bupul menjadi salah satu alasan utama kenapa warga pada umumnya enggan menyambangi puskesmas untuk memeriksa kesehatan.
Jangankan menyewa kendaraan, membiayai kebutuhan pokok sehari-hari saja menjadi masalah besar warga, seperti yang dialami keluarga Rikson.
Ketika CKG ini dijalankan langsung di lapangan, Libertine merasakan bahagianya warga karena program itu sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
Satu-satunya dokter umum di Puskesmas Bupul itu memahami bahwa hadirnya CKG tidak serta merta menjawab semua masalah kesehatan yang dihadapi warga Elikobel.
Rendahnya kemampuan ekonomi, kesadaran pola hidup sehat, serta tingkat pendidikan warga merupakan bagian dari aspek utama yang berpengaruh penting terhadap tingkat kesehatan masyarakat.
Meskipun demikian, setidaknya kebutuhan warga untuk mendengar bisikan raga mereka lewat pemeriksaan yang lebih lengkap dapat terpenuhi, tanpa terhalang oleh kendala biaya.
Libertine bersama rekan-rekannya telah memantapkan tekad untuk terus meningkatkan layanan CKG agar semua warga Elikobel bisa merasakan manfaat program pemerintah itu.
Selama periode 11 Februari - 7 Juli 2025, layanan Program CKG yang dijalankan Puskesmas Bupul telah menjangkau sebanyak 764 orang atau 21,2 persen dari total penerima manfaat.
Jumlah tenaga medis maupun dokter yang kurang menjadi tantangan dalam pelayanan Program CKG, tidak hanya di Puskesmas Bupul, namun semua puskesmas di Merauke.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke Neville Muskita menyebutkan satu kekurangan, seperti tenaga dokter spesialis gigi yang hanya ada di delapan puskesmas dari 25 puskesmas yang tersebar di wilayah tepian Nusantara itu.
Meskipun demikian, Pemerintah Kabupaten Merauke tidak berhenti, apalagi menyerah dengan keterbatasan itu. Kalau aparatur pemerintah itu menunggu semua harus lengkap baru bergerak, maka semua program akan sulit untuk dijalankan.
Merauke terus bergerak meningkatkan pencapaian CKG ,dengan segala keterbatasan, agar semakin banyak warga yang tertolong, seperti Rikson yang terlepas dari "pasung" lukanya.
