Jakarta (ANTARA) - Negara-negara Asia Tenggara terimbas begitu Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada awal bulan ini mengumumkan pemberlakuan tarif resiprokal dengan negara yang lebih banyak menjual barangnya ke AS daripada yang dijual AS ke negara tersebut.
Tidak ada negara Asia Tenggara yang luput dari tarif tersebut. Filipina saja yang dianggap sebagai sekutu AS di Asia Tenggara, dijatuhi tarif resiprokal sebesar 17 persen. Indonesia terkena tarif resiprokal 32 persen, Malaysia menghadapi tarif 24 persen dan Singapura 10 persen.
Anggota ASEAN lain menghadapi tarif lebih tinggi. Kamboja mendapat 49 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen.
Wilayah yang hanya dihuni oleh para penguin pun, yaitu Kepulauan Heard dan McDonald, tak lolos dari tarif Trump. Menteri Perdagangan Amerika Serikat Howard Lutnick berdalih pulau tersebut dikenakan tarif supaya tidak dimanfaatkan oleh negara-negara yang terkena tarif lebih tinggi.
Merespons keputusan Presiden AS tersebut, menteri-menteri perdagangan dari 10 negara anggota ASEAN menyatakan tak akan membalas kebijakan tarif Trump seraya menyatakan niat menggelar dialog guna mengatasi kekhawatiran terhadap imbas bea tersebut bagi perekonomian kawasan.
Melalui pernyataan bersama mereka, para menteri juga sepakat bahwa pengenalan tarif sepihak itu telah menyebabkan ketidakpastian dan akan memberikan tantangan yang signifikan bagi usaha, terutama usaha mikro, kecil dan menengah serta dinamika perdagangan global.
"Pemberlakuan tarif yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Amerika Serikat akan mengganggu arus investasi dan perdagangan regional dan global dan juga rantai pasokan," kata para menteri dalam pernyataan bersama itu.
Namun demikian, negara-negara ASEAN tetap mengambil langkah sendiri-sendiri dengan mengajukan negosiasi secara bilateral dengan Pemerintahan Presiden Trump dan berlomba-lomba mengusulkan keringanan impor dengan AS.
Vietnam, misalnya, mengajukan penghapusan semua tarif hingga 0 persen supaya tarif impornya dihapuskan, meski kemudian tawaran tersebut ditolak oleh AS.
Indonesia juga mengirim tim perunding ke AS yang menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan bertugas pada 16--23 April 2025. Dalam kesempatan tersebut, anggota tim negosiasi RI akan bertemu dengan Wakil Dagang AS (USTR), menteri luar negeri, menteri perdagangan, dan menteri keuangan AS.
Menurut Airlangga, RI siap menawarkan deregulasi non-tarif seperti relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan evaluasi pembatasan impor produk AS, serta peningkatan impor dan investasi dari AS lewat pembelian migas.
Tak bisa dipungkiri, dinamika global akibat tarif Trump yang berdampak ke kawasan Asia Tenggara menuntut solidaritas antara negara-negara ASEAN untuk mengoptimalkan fungsi ASEAN dan membina solidaritas kawasan demi kepentingan ekonomi bersama yang berpotensi terganggu ini.
Menurut Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal, harus dikembangkan sikap “Eksepsionalisme ASEAN” di antara anggota-anggotanya supaya mereka menjadikan posisi bersama ASEAN sebagai tumpuan dalam bersikap di kancah global.
Eksepsionalisme ASEAN, katanya, adalah paralel dari “Eksepsionalisme Amerika”, sikap bangsa Amerika Serikat yang memandang negaranya adalah yang paling istimewa dan paling berbeda dari negara-negara lain di dunia.
Sikap tersebut akan memastikan negara-negara ASEAN mengutamakan kerja sama di tingkat kawasan supaya terus berkembang dan sama sekali tak terganggu meski terjadi perseteruan global dan konflik antara negara-negara besar, serta dalam situasi perlu menangani ancaman bersama di Laut China Selatan.
Baca juga: Trump mulai langkah penerapan tarif baru produk semikonduktor serta farmasi
Baca juga: Strategi investasi di tengah rencana tarif yang berubah-ubah