Jakarta (ANTARA) - Volatilitas pasar saham merupakan tantangan yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Pada 18 Maret 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan trading halt setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tajam sebesar 6,12% atau 395,86 poin ke level 6.076,08 pada sesi pertama perdagangan.
Trading halt adalah penghentian sementara perdagangan saham untuk mencegah penurunan harga yang lebih dalam dan memberikan waktu bagi investor untuk mencerna informasi yang ada.
Trading halt selama 30 menit akan diberlakukan jika IHSG turun lebih dari 5% dalam satu sesi perdagangan. Meskipun demikian, IHSG berhasil pulih sebagian pada hari berikutnya dan nilai tukar rupiah juga melemah sebesar 0,7% terhadap dolar AS pada periode yang sama
Ketidakstabilan pasar saham dapat berdampak sistemik terhadap sektor keuangan, termasuk perbankan dan investasi. Jika harga saham turun drastis, hal ini dapat menyebabkan kepanikan di kalangan investor dan memperburuk kondisi likuiditas pasar. Dalam kasus ekstrem, volatilitas tinggi dapat memicu krisis keuangan yang lebih luas, seperti yang terjadi pada krisis keuangan 2008.
Investor asing cenderung menghindari pasar yang terlalu fluktuatif karena risiko yang tinggi. Jika volatilitas tidak dikendalikan, arus modal asing bisa keluar secara besar-besaran, yang dapat melemahkan nilai tukar mata uang domestik dan memperburuk kondisi ekonomi.
Kepercayaan investor terhadap stabilitas pasar menjadi kunci dalam menarik investasi jangka panjang yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.
Upaya terkini Pemerintah
Setelah trading halt pada 18 Maret, pemerintah Indonesia melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) mengambil langkah-langkah strategis untuk menstabilkan pasar saham dan nilai tukar rupiah.
OJK mengizinkan perusahaan publik untuk melakukan pembelian kembali saham (buyback) tanpa memerlukan persetujuan pemegang saham. Kebijakan ini berlaku selama enam bulan dan bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan pasar dengan menunjukkan fundamental perusahaan yang baik serta memberikan fleksibilitas kepada perusahaan untuk mengurangi volatilitas saham.
Selain itu, BI melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang mengalami pelemahan sebesar 0,7% setelah penurunan IHSG.
Intervensi ini dilakukan secara berani dan terukur untuk memastikan stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga keseimbangan suplai dan permintaan valuta asing.
Selain kebijakan buyback dan intervensi valuta asing, pemerintah Indonesia terus memantau kondisi pasar dan siap mengambil langkah-langkah tambahan jika diperlukan. OJK dan BEI juga mempertahankan mekanisme trading halt untuk mencegah penurunan IHSG yang terlalu tajam.
Belajar dari negara lain
Pasar saham yang sangat volatil dapat berdampak pada sektor riil, seperti melemahnya konsumsi dan investasi oleh perusahaan. Ketika harga saham turun drastis, perusahaan mungkin kesulitan menggalang dana melalui pasar modal, yang dapat menghambat ekspansi bisnis dan penciptaan lapangan kerja.
Beberapa negara telah menghadapi tantangan volatilitas pasar saham dan nilai tukar mata uang yang signifikan. Pengalaman mereka dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia dalam mengembangkan kebijakan yang lebih efektif.