Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan bahwa penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil tetap merujuk pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Pasal 47 ayat (2) UU TNI mengatur prajurit TNI dapat menduduki jabatan sipil pada institusi yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, SAR nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung.
"Penempatan pada bidang-bidang lain, kalau enggak jelas, jadi akan mengancam. Ancaman itu bukan cuma ancaman militer terhadap sipil, melainkan mengancam militer jadi tidak profesional," kata Profesor Muradi saat dihubungi Antara dari Jakarta, Rabu.
Muradi menyampaikan pernyataan tersebut ketika ditanya mengenai wacana perluasan penempatan prajurit pada jabatan sipil dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU TNI.
"Untuk perluasan ini, saya cenderung memandang lebih banyak mudaratnya ketimbang positifnya buat tentara karena mereka akhirnya nanti tidak fokus pada kerja-kerja pertahanan negara," ujarnya.
Baca juga: Pakar sebut revisi UU TNI perlu mengatur piramida promosi jabatan
Baca juga: TNI masuk jabatan sipil berpotensi maladministrasi