Jakarta (ANTARA) - Apa jadinya jika pemikiran tentang siasat berkuasa dari para filsuf legendaris Machiavelli, Sun Tzu, Carl von Clausewitz, dan pemikir besar lainnya disatukan dan disarikan dalam satu buku?
Maka Robert Greene, penulis buku terlaris di New York Times, melakukannya dalam buku berjudul 48 Laws of Power.
Buku karya Robert Greene dalam versi ringkas ini bukan sekadar buku, melainkan sebuah perjalanan menyusuri lorong-lorong sejarah, di mana intrik, strategi, dan seni menguasai telah lama dimainkan oleh para raja, negarawan, dan para cendekiawan yang memahami bahwa kekuasaan bukan hanya milik mereka yang memiliki, tetapi juga milik mereka yang mampu memahami cara memilikinya.
Buku yang aslinya berjudul The Concise 48 Laws of Power by Robert Greene ini sendiri telah menjadi buku best seller sejak 1998 dan 2002, serta diterjemahkan dalam beragam bahasa.
Greene menulis dengan ketajaman seorang filsuf dan keluwesan seorang seniman.
Ia tidak menawarkan petuah moral yang menjemukan atau menyuapi pembaca dengan dogma idealisme yang meninabobokan.
Sebaliknya, ia menguliti tabir-tabir kepura-puraan dan memaparkan kenyataan bahwa di dalam setiap interaksi sosial, ada permainan kekuasaan yang berlangsung secara halus maupun terang-terangan.
Membaca buku ini seperti menyelami lautan di mana ombaknya penuh gelombang ketidakpastian.
Dari 48 hukum dalam buku yang dalam bahasa Indonesia berjudul Versi Ringkas 48 Laws of Power itu, A. Setyo Wibowo, pengajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, berpesan agar nasihat dalam buku ini jangan ditelan mentah-mentah. “Nanti kalau muncul seorang pemimpin seperti gambaran Robert Greene, kita tidak akan bisa membaca buku seperti ini lagi,” katanya.
Buku setebal 276 halaman ini memang sebahaya itu jika jatuh ke tangan orang yang hanya memahami kekuasaan secara serampangan dan menerapkannya dengan membabi buta. Sebagaimana Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur, berpendapat bahwa buku ini berbahaya, tetapi juga penting.
“Berbahaya karena jika digunakan secara tidak benar dapat mengeksploitasi banyak hal. Namun, buku ini penting karena kita dapat belajar memahami karakter, gaya, dan siasat sebuah kekuasaan,” kata Isnur dalam testimoninya untuk buku tersebut.
Mencapai Kekuasaan
Buku ini tidak saja menarik secara esensi tetapi juga unik karena memberikan kalimat-kalimat pada marjin sebelah kiri atau kanan. Menyajikan 48 hukum untuk berkuasa berikut penjelasannya dan di bagian akhir setiap hukum, akan dijumpai dua hal yakni gambar dan otoritas.
Pada bagian gambar, Greene memberikan gaya yang sangat menarik, yakni bentukan gambar melalui deskripsi. Misalnya Greene ingin memberikan gambaran tentang bintang maka ia akan menuliskan narasi yang membentuk gambar bintang.
Keunikan tersebut semakin dalam saat narasi yang dituliskan memang memiliki makna yang tajam tentang poin dari setiap hukumnya.
Dalam esensinya, Greene mengajarkan bahwa di dunia ini, kepolosan sering kali menjadi mangsa kecerdikan, dan mereka yang tidak memahami aturan permainan akan tersingkir sebelum sempat menyadari bahwa permainan itu bahkan telah dimulai.
Ada yang mengatakan bahwa buku ini adalah kitab suci bagi para manipulator. Tuduhan itu tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.
Buku ini sebenarnya tidak mengajarkan pembaca untuk menjadi licik, melainkan untuk memahami liciknya dunia. Dengan mengetahui bagaimana kekuasaan bekerja, seseorang bisa memilih bagaimana ia ingin berperan di dalamnya.
Bahasa yang digunakan Greene dalam buku ini tajam, langsung, tetapi juga memiliki keindahan tersendiri.
Ia menulis dengan gaya yang mengingatkan pembaca pada para pemikir besar yang tidak hanya menyampaikan gagasan, tetapi juga mengundang pembaca untuk merenungkan makna yang lebih dalam.
Ia tidak mencoba menutupi kenyataan bahwa dunia penuh dengan permainan kekuasaan, namun ia juga tidak mengglorifikasi manipulasi.
Ia hanya bertindak sebagai penutur, sebagai seseorang yang mengajak pembaca untuk melihat dunia sebagaimana adanya, tanpa ilusi moralitas yang sering kali menjadi topeng bagi ambisi yang lebih dalam.
Baca juga: Mantan Wakil Ketua MK Laica menghibahkan ribuan buku ke Universitas Hasanuddin
Baca juga: Presiden Prabowo borong buku sejarah hingga ekonomi di New Delhi