Jakarta (ANTARA) - Seperti seorang nakhoda yang baru mengambil alih kemudi kapal besar, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menghadapi tantangan besar dalam menavigasi ekonomi Indonesia di 100 hari pertama pemerintahan mereka.
Publik menaruh ekspektasi tinggi terhadap janji-janji kampanye mereka, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui kebijakan ekonomi pro-rakyat dan upaya swasembada pangan.
Seratus hari pertama menjadi momentum yang sangat penting untuk mengejar kesan awal yang positif agar tingkat kepercayaan masyarakat semakin tinggi kepada Pemerintah.
Namun, dalam periode singkat ini, sejauh mana janji tersebut terealisasi? Apakah kebijakan yang telah dikeluarkan Pemerintahan Prabowo-Gibran benar-benar efektif?
Presiden Prabowo Subianto sendiri menyatakan puas pada periode 100 hari pertama masa kerjanya. Ia merasa pemerintahan yang dipimpinnya telah berhasil mengendalikan harga-harga, termasuk menurunkan harga tiket pesawat dan ongkos haji dalam 100 hari pertama sejak ia dilantik.
Kepala Negara meyakini keberhasilan itu karena kerja keras jajaran menteri dan kepala lembaga yang membantu dirinya. Ia juga mengatakan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintah berhasil menurunkan biaya haji.
Dari dunia usaha, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga merespons dengan baik kinerja 100 hari pertama Presiden RI Prabowo Subianto yang dianggap sudah peka dalam menjaga iklim usaha di Tanah Air.
Di sisi lain ada salah satu kebijakan ekonomi paling menonjol dari pemerintahan Prabowo-Gibran yakni Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025, program ini nyatanya telah berhasil menyediakan sekitar 570.000 porsi makanan di lebih dari 190 dapur yang tersebar di lebih dari 20 provinsi.
Dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan hingga 83 juta penerima manfaat, mencakup anak sekolah, ibu hamil, dan kelompok rentan lainnya.
Di sisi lain, upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan juga mendapat perhatian khusus.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah proyek cetak sawah di Merauke, Papua, dengan target 100.000 hektare lahan baru.
Hingga akhir 2024, 40.000 hektare sudah ditanami, menandai awal dari ambisi besar menuju ketahanan pangan nasional.
Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak bahkan sempat mengkhawatirkan gagasan kedaulatan pangan dan energi Pemerintahan Prabowo dimana pembukaan lahan akan meningkatkan emisi karbon, termasuk memicu kebakaran dan kabut asap, terutama di lahan gambut, juga memicu kekhawatiran terhadap komitmen iklim dan biodiversitas Indonesia.
Namun, apapun itu, dari sisi sisi kepuasan publik, survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 4-10 Januari 2025 menunjukkan bahwa 80,9 persen responden merasa puas dengan kinerja 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.
Dalam konteks ini, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan kebijakan pro-rakyat.
Pertama, perlu ada mekanisme evaluasi dan transparansi yang lebih ketat dalam pelaksanaan program MBG agar tidak terjadi kebocoran anggaran dan memastikan efektivitasnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, program swasembada pangan harus disertai dengan reformasi kebijakan pertanian yang lebih menyeluruh, termasuk memperkuat ekosistem agribisnis yang melibatkan petani kecil dan koperasi. Selain itu, pemerintah juga perlu menjaga keseimbangan antara stimulus ekonomi dan kehati-hatian fiskal.
Baca juga: 100 hari kerja Presiden Prabowo, Apindo: Sudah peka jaga iklim usaha
Baca juga: Menko AHY sebut 100 hari kerja Prabowo Subianto berjalan di trek yang benarBaca juga: jelang 100 hari Kabinet Merah Putih