Kepala Seksi Surveilan dan Pencegahan Penyakit pada Dinas Kesehatan Jawa Barat, dr Yus Ruseno dalam keterangan tertulisnya, Selasa mengatakan, data-data tersebut masih bisa berubah, seiring validasi yang dilakukan tim Dinkes Jabar dan Dinkes di daerah masing-masing.
"Soalnya tak tertutup kemungkinan adanya data ganda," jelasnya.
Sedangkan tingkat capaian secara keseluruhan di Jawa Barat mencapai 92,46 persen dari proyeksi 92,58 persen, ini berarti masih lebih rendah dari target nasional yaitu 95 persen.
Berdasarkan data sementara Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dari 27 kabupaten/kota yang melakukan imunisasi MR, hanya empat daerah yang melampaui target nasional 95 persen yaitu Kota Cirebon, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Pangandaran, dan Kabupaten Sumedang.
Sisanya, belum mencapai target. Malah ada yang jauh dari target (di bawah 85 persen) yaitu Kabupaten Sukabumi (74,47 persen), Kota Depok (80,88 persen), Kota Bekasi (82,67 persen), dan Kabupaten Bandung Barat (83,23 persen).
Ia mengatakan capaian yang diperoleh Jabar yaitu 92,46 persen, dinilainya sudah baik. Soalnya, jumlah sasaran anak yang diimunisasi di Jabar adalah yang tertinggi di Indonesia.
Menurut dia, dengan capaian saat ini yang baru mencapai 92 persen tersebut di Jabar sudah terbilang baik. Hal itu mengingat jumlah sasaran di Jabar paling tinggi di Indonesia.
"Jumlah sasaran adalah 12.127.620 jiwa anak usia 9 bulan hingga 15 tahun. Sementara yang telah telah diimunisai sekitar 11.213.735 anak," katanya.
Untuk mengejar target nasional 95 persen, Kementerian Kesehatan pun memperpanjang masa imunisasi hingga 14 Oktober mendatang. Untuk itu, Dinkes Jabar akan memanfaatkan waktu tambahan tersebut untuk mencapai realisasi 95persen anak terimunisasi MR.
"Kami akan melakukan penyisiran, termasuk menggenjot daerah-daerah yang tingkat imunisasi MR-nya masih rendah seperti Kabupaten Sukabumi, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bandung Barat," ujarnya.
Salah satu fokus penyisiran, kata Yus, ialah sekolah-sekolah. Berdasarkan data yang dimilikinya, masih ada sekolah-sekolah yang menolak siswa-siswanya diimunisasi.
"Ada 20 persen sekolah yang masih menolak imunisasi. Ini yang akan kmami dekati kembali," katanya.
Dia menjelaskan, ada berbagai alasan sekolah menolak imunisasi MR. Namun, alasan utama ialah penolakan dari orang tua murid. Orang tua murid masih ragu apakah vaksin itu halal atau haram.
Selain itu, ada yang ingin imunisasi bagi anaknya dilakukan dokter spesialis, bukan puskesmas. Untuk itu, kami memfasilitasi bagi dokter spesialis anak untuk melakukannya agar target tercapai. Tinggal nanti didata," ucapnya.
Yus juga memaparkan hal lain yang menjadi hambatan selama masa imunisasi MR yaitu munculnya kampanye negatif termasuk opini negatif yang disebabkan pemberitaan di media. Seperti pemberitaan seorang anak yang dikabarkan lumpuh, bahkan ada yang meninggal, tak lama setelah diimunisasi.
"Setelah ditelusuri oleh tim dokter ahli, ternyata penyebabnya bukan imunisasi MR," katanya.
Menurut dia, sebelum seorang anak diimunisasi MR, tim lebih dahulu mendapat rekomendasi dari dokter. "Apakah imunisasi terhadap anak itu ditunda atau malah tidak boleh. Memang, ada beberapa anak yang tidak disarankan untuk menjalani imunisasi MR karena penyakit yang dideritanya," ujarnya.
Sementara itu Penanggung Jawab UNICEF yang berkantor di Surabaya, Arie Rukmantara mengatakan kiprah yang dilakukan kepala daerah di Jatim dalam mengampanyekan program imunisasi MR bisa menjadi contoh bagi para kepala daerah lainnya di Indonesia.
"Kesuksesan ini juga tak lepas dari kiprah komunitas warga hingga PKK-nya yang tak lelah mengampanyekan tentang pentingnya imunisasi MR. Kerja sama yang baik antara pemerintah dan warganya menjadi kunci keberhasilan sebuah program, salah satunya imunisasi MR ini," ujarnya.