Bandung (Antara Megapolitan-Bogor) - Gerakan minum susu terus dilakukan setiap tahun, namun pertumbuhan tingkat konsumsi susu per kapita di Indonesia masih rendah. Budaya minum susu segar di Indonesia masih belum berkembang baik. Idealnya, setiap warga harus bisa minum susu segar dua gelas setiap harinya.
Saat ini angka konsumsi susu berada pada 12 kilogram per kapita per tahun setara susu segar. Tingkat konsumsi tersebut masih di bawah negara-negara Asean lainnya, seperti Malaysia yang mencapai 37 kilogram per tahun, Myanmar 26 kilogram per tahun, Thailand 28 kilogram per tahun, dan Filipina 18 kilogram per tahun.
Walaupun angka konsumsi masyarakatnya rendah, produksi susu nasional justru kian menurun dan menjadi masalah yang mengkhawatirkan ketahanan bangsa dalam pemenuhan kebutuhan susu. Sejak 10 tahun terakhir usaha peternakan sapi perah rakyat mengalami kemunduran ditandai berkurangnya rumah tangga peternak, populasi dan lesunya produksi susu segar dalam negeri.
Selama satu dekade terakhir populasi ternak sapi perah berkurang. Berdasarkan data Badan Pusat Stastistik, tercatat di 2015 populasi sapi perah sebanyak 525.171 turun 16,5 persen dari 611.940 ekor di 2012. Walau ada peningkatan produksi susu 2 tahun terakhir menjadi 805.000 ton pada 2015 tetapi angkanya lebih kecil dibandingkan di 2012 dengan produksi nasional saat itu bisa mencapai 960.000 ton.
Sekarang ini, kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri untuk susu olahan di kisaran 3,8 juta ton. Tren ini semakin besar, namun ironisnya, kemampuan peternak lokal memasok bahan baku susu segar semakin rendah. Dengan produksi 798.000 ton, susu segar dalam negeri (SSDN) hanya mampu memasok 18 persen dari kebutuhan nasional sehingga sebagian besar masih harus diimpor, yaitu sebesar 3 juta ton atau 82 persen.
Susu yang dimpor itu dalam bentuk skim milk powder, anhydrous milk fat, dan butter milk powder dari berbagai negara, seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Pertumbunan produksi susu juga cenderung mengalami penurunan karena berbagai sebab, antara lain berkurangnya minat petani untuk beternak sapi perah, masih tradisionalnya pengelolaan usaha sapi perah, skala usaha yang kecil, tidak ada subsidi bagi peternak susu dan jaminan harga dasar penjualan susu.
Penurunan produksi susu nasional sudah terjadi sejak keluarnya Inpres No.4 Tahun 1998 yang mencabut Inpres 02 Tahun 1985 tentang Persusuan sehingga tidak ada lagi kewajiban industri pengolahan susu untuk menampung hasil susu peternakan rakyat.
Posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan peternak, karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan, yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari impor. Lebih menguntungkan tentu dengan melakukan impor karena harga susu dunia lebih rendah dibanding susu di dalam negeri.
Upaya Perbaikan
Kementerian Pertanian mempunyai program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB) untuk meningkatkan populasi ternak sapi. Tujuannya memang untuk swasembada daging sapi, namun jangan lupa usaha peternakan sapi perah juga mempunyai dukungan bagi penyediaan daging melalui betina dan pejantan afkirnya.
Target SIWAB untuk sapi perah tahun 2017 ini mencapai 533.593 ekor dengan target bunting 400.195 ekor atau setera anakan 360.000 ekor. Artinya pula akan ada penambahan betina perah sekitar 180.000 ekor. Inilah yang harus dijaga jangan sampai betina ini saat dewasa justru masuk pejagalan hanya karena peternak terdesak soal keuangan. Umumnya peternak rakyat akan menjual anakannya karena keterbatasan lahan kandang, dan mereka hanya membeli kembali betina yang siap bunting dari peternak yang terbiasa membesarkan anakan sapi sampai dewasa seperti yang dilakukan peternak di Boyolali, Jawa Tengah.
Selain program SIWAB, melalui unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Pertanian telah dilakukan berbagai upaya perbaikan usaha peternakan sapi perah rakyat agar produksi susu nasional bisa kembali bangkit.
Pertama penyediaan semen beku dari sapi perah unggulan melalui dua balai inseminasi buatan di Lembang dan Singosari. Kedua, peningkatan kapasitas peternak melalui balai pelatihan yang dibiayai pemerintah maupun perusahaan pengolah susu. Ketiga memperkuat kemitraan peternak rakyat dan peternakan besar untuk menghasilkan kualitas susu yang baik, dan Keempat perlu kebijakan nasional untuk meningkat skala usaha peternak rakyat serta melindungi kluster peternakan yang sudah ada.
Impor Pejantan
Pemerintah telah mengimpor pejantan unggulan dari Australia tahun 2009 yang ditempatkan di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lemban dan Singosari untuk meningkatkan produksi semen beku.
Selain itu melalui Balai Pembibitan Ternak Baturraden, Jateng, dan Balai Embrio Transfer Cipelang, Bogor, juga telah dihasilkan pejantan unggulan.
Di BIB Lembang sembilan sapi pejantan unggulan hasil dari Baturraden dan Cipelang, serta peternakan swasta dan koperasi sapi perah, telah lolos zuriat, yaitu anak betinanya sudah mampu menghasilkan produksi susu yang lebih dari induknya. Uji zuriat itu perlu waktu enam sampai tujuh tahun. Hasil uji cukup menggembirakan karena turunannya mampu meningkat produksi susu enam sampai tujuh liter dibanding induknya. Tahun 2017 ini dua pejantan unggul dari sapi perah Indonesia akan lolos lagi uji zuriat.
Ke depan semen dari pejantan sapi perah unggul itu diharapkan mampu meningkatkan produksi susu di peternakan rakyat yang rata-rata masih rendah, yaitu 11 sampai 12 liter per hari.
Tetapi harus diingat tidak otomatis anakan akan meningkat produksi sebagaimana hasil uji zuriat karena produksi susu juga ditentukan oleh tehnik pemeliharaan dan kualitas pakan ternak yang memadai. Dua hal itu sangat ditentukan oleh program peningkatan kapasitas peternak karena sebagian besar peternak masih melakukan usaha secara tradisional dengan ilmu yang diturunkan pejantan. Artinya banyak peternak yang tidak mau melakukan perubahan manajemen usaha melalui inovasi baru yang lebih baik.
Di sinilah pentingnya program penguatan kapasitas peternak secara terus menerus dan massif, seperti yang dilakukan negara lain.
Keberadaan sejumlah balai pelatihan bagi peternak belum banyak didukung oleh anggaran pelatihan yang cukup sehingga proses transfer teknologi di peternakan rakyat berjalan lambat.
Beruntung ada program pelatihan bagi peternak Indonesia ke luar negeri sehingga sedikit banyak telah banyak cara pandang peternak.
Sejumlah peternak yang dikirim pelatihan ke Selandia Baru oleh Fontera Indonesia dan ke Belanda oleh Frishian Flag mampu mengubah manajemen pengelolaan usaha peternakan lebih baik melalui tolok ukur produksi susu dan kualitas susu yang meningkat.
Kebijakan Pemerintah
Sejumlah peternak juga berharap ada kebijakan pemerintah yang bisa meningkakan skala usaha peternakan rakyat melalui program subsidi bibit dan kebijakan mendukung penyediaan lahan hijaun pakan.
Ketua Dewan Persusuan Nasional Indonesia Teguh Boediyana dan Ketua Koperasi Peternakan Susu Bandung Selatan (KPBS) Aun Gunawan sepakat adanya program subsidi bibit sapi perah bagi peternak untuk meningkatkan produksi nasional.
Teguh mengusulkan subdisi pembelian bibit 50 persen kepada peternakan skala kecil agar minimal mereka mendapat dua tambahan sapi perah lagi. Dengan demikian rata-rata kepemilikan sapi di peternak rakyat minimal lima ekor sapi.
Menurut Teguh, China dan Rusia setiap tahun membeli puluhan ribu bibit unggul sapi perah dari Australia dan New Zealand untuk peternakan rakyat karena mereka ingin memperkuat ketahanan pangan dan mempertahankan tingkat konsumsi susu per kapita mereka.
Menurut Aun, harga sapi bibit sangat mahal yaitu Rp40 jutaan, sehingga tanpa subsidi bibit, peternak tidak akan mampu mencicil.
Jika produksi susu segar nasional meningkat, kata dia, maka bisa menghemat devisa untuk membeli susu impor.
Aun juga meminta kebijakan pemerintah untuk mendapatkan konsesi lahan kehutanan bagi penanaman rumput dan hijauan pakan lainnya.
Usaha peternakan sapi perah, katanya, terkonsentrasi di Jawa yang terbatas lahannya. Jadi perlu lahan abadi untuk hijauan pakan ternak.
Ia mengatakan, Pemerintah sudah mempunyai kebijakan membagikan 12,7 juta hektare lahan kehutanan yang bisa digarap koperasi.
"Koperasi kami siap mengusahakan budi daya rumput agar pasokan hijauan bagi 4.500 peternak anggota koperasi kami makin terjamin," katanya yang tahun 2017 KPBS mendapat satyalanca wirakarya dari Presiden.
Ia yakin, dengan kebijakan soal bibit dan pakan akan membuat peternakan rakyat semakin maju dan semakin mengurangi ketergantungan impor susu. (ANT/BPJ).
Menanti Bangkitnya Usaha Ternak Susu Nasional (1)
Senin, 18 September 2017 11:52 WIB
Jika produksi susu segar nasional meningkat, maka bisa menghemat devisa untuk membeli susu impor.