Jakarta (ANTARA) - Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan menyebut kebijakan Ujian Nasional (UN) yang dipertimbangkan pemerintah untuk diadakan kembali bakal menghabiskan anggaran dan energi negara.
“Dengan pendanaan dan energi yang besar, hasil yang ingin didapatkan dengan pelaksanaan UN tidak sepadan. Persoalan kecurangan, kebocoran soal, rasa stres, hingga pertaruhan citra sekolah membuat pelaksanaan UN menjadi masalah baru untuk deretan masalah pendidikan yang belum terselesaikan,” kata Edi dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Edi menuturkan pelaksanaan ujian nasional secara serentak pada satu waktu membutuhkan dana tidak sedikit baik dari segi sumber daya manusia hingga kebutuhan pendukung.
Dengan anggaran pendidikan terbatas, penyelenggaraan kembali ujian nasional diprediksi akan membuat Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) kewalahan. Terlebih lagi dengan janji politik Presiden Prabowo Subianto yang baru-baru ini menyatakan akan menaikkan gaji para guru.
Di sisi lain selain menghabiskan anggaran, ujian nasional juga memerlukan banyak bantuan untuk penyelenggaraannya. Bahkan petugas keamanan pun diterjunkan untuk menangani kasus khusus seperti adanya kebocoran soal ujian.
Sementara Guru Besar Matematika ITB Prof. Iwan Pranoto menambahkan penyelenggaraan ujian nasional lebih baik disalurkan untuk meningkatkan kompetensi guru dan memperbaiki fasilitas pendidikan di berbagai daerah.
Ia menyoroti kualitas pendidikan di Indonesia masih belum rata, sehingga ujian nasional bakal mengalami tantangan. Penentuan seperti ujian nasional dinilai akan menimbulkan tekanan terhadap peserta didik dan menyingkirkan peran guru dalam proses belajar.
"UN untuk Indonesia ini tidak relevan, kita sangat luas dan berbeda, masa mau membandingkan yang di Papua, Kalimantan, dengan yang di Jakarta, ini kan tidak cocok," ujar Iwan.
Menurutnya akan lebih baik jika ujian nasional diserahkan kepada guru masing-masing sekolah sebab mereka mengetahui proses dan perkembangan peserta didik.
Asesmen Nasional dinilai sudah cukup menjadi solusi dalam melihat standar dalam pendidikan nasional. Dengan menggunakan sampel yang ada sudah dapat mengukur kualitas pendidikan karena melibatkan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar.
“Seperti orang lakukan medical check up, ini periksa darah tidak semua darah dikeluarkan tapi sampling, sama dengan pendidikan ini, tidak usah uji semua, jadi tidak masuk akal," ujar Iwan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat pendidikan sebut kebijakan UN habiskan anggaran dan energi