Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan bahwa setiap manusia mempunyai martabat yang setara dan berhak mendapatkan perlakuan yang terhormat tanpa dibeda-bedakan.
Hal tersebut disampaikan Yasonna saat menghadiri Konferensi bertema Perspektif Peradaban mengenai Martabat Manusia (Civilizational Perspectives on Human Dignity) yang digelar di Oxford, Inggris.
“Persepsi yang berbeda tentang martabat manusia tidak menghapuskan fakta bahwa semua individu berhak diperlakukan secara terhormat, terlepas dari latar belakang, ras, jenis kelamin, atau status sosial seseorang,” kata Yasonna dalam keterangan diterima Antara di Jakarta, Kamis.
Yasonna juga mengungkapkan martabat manusia memiliki keterkaitan dengan keadilan sosial dan perlakuan yang adil.
"Konsep martabat manusia sangat terkait dengan Hak Asasi Manusia, karena HAM menciptakan tatanan yang menjunjung martabat setiap manusia," ujarnya.
Dalam konferensi itu Yasonna menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah menetapkan prioritas pelindungan HAM di Indonesia ditujukan pada kelompok paling rentan dan terpinggirkan.
Kelompok ini termasuk orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, fakir miskin, dan penyandang disabilitas. Salah satu program yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia adalah pemberian bantuan hukum gratis bagi masyarakat tidak mampu sebagai bentuk akses terhadap keadilan yang merata bagi semua masyarakat.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari berbagai negara, yang merupakan para Ahli Hukum Internasional dan para pejuang HAM internasional.
Tindak lanjut dari konferensi Oxford ini, Indonesia akan menjadi tuan rumah "Konferensi Internasional tentang Literasi Agama Lintas Budaya" bekerja sama dengan Brigham Young University Law School, Sekretariat Internasional Kebebasan Beragama, dan Templeton Religion Trust, pada tanggal 13 -14 November 2023 di Jakarta.
Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dengan tema "Martabat Manusia dan Aturan Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif."
Usai konferensi, Yasonna juga bertemu dengan 100 mahasiswa dari beragam universitas yang tergabung dalam Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) Oxford, serta diaspora Indonesia yang tinggal di Inggris.
Yasonna berpesan agar para pelajar Indonesia di Oxford untuk memanfaatkan kesempatan belajar dengan baik sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik, maupun interaksi dengan lingkungan sekitar. Hal itu akan menjadi bekal untuk masa depan sehingga dapat berkontribusi pada pembangunan Indonesia pada saat kembali ke Indonesia.