Pekalongan (ANTARA) - Tradisi Syawalan menjadi bagian tak terlewatkan, menjadi wadah menyambung tali silaturahmi, tak terkecuali bagi masyarakat Kelurahan Krapyak, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, pada Sabtu 29 April 2023 atau sepekan setelah Idul Fitri 1 Syawal 1444H.
Mereka memotong lopis raksasa yang diselenggarakan sepekan setelah Lebaran atau tepatnya tanggal 8 Syawal.
Pada Festival Lopis 2023 ini, ada dua lopis raksasa dengan berat 1.830 kilogram gram, berdiameter 250 sentimeter, dan tinggi 223 sentimeter yang dibuat oleh warga Krapyak Kidul Gang 8.
Warga Krapyak Lor Gang 1 juga membuat lopis berukuran 2.125 kilogram.
Antusias masyarakat untuk berkunjung ke lokasi festival lopis raksasa di Kelurahan Krapyak sangat tinggi.
Tidak sekadar menawarkan lopis, warga Krapyak juga menyuguhkan sejumlah makanan ringan dan minuman secara gratis pada warga yang datang bertamu.
Tradisi Syawalan merupakan hari berkumpulnya ribuan warga untuk bisa silaturahim dan menikmati segala hidangan yang disediakan secara gratis.
Setelah acara doa bersama, lopis raksasa itu dipotong oleh kepala daerah untuk dibagikan kepada para pengunjung yang hadir.
Baca juga: Festival Lopis Raksasa meriahkan Syawalan di Pekalongan.
Setelah pembagian lopis selesai, pengunjung menghabiskan waktu ke objek wisata terdekat, yaitu Pantai Slamaran Indah dan Pantai Pasir Kencana, menikmati udara pantai atau menikmati meriahnya hiburan gratis yang telah dipersiapkan masyarakat Krapyak.
Tradisi
Orang yang pertama kali memelopori Syawalan adalah KH Abdullah Sirodj, ulama Krapyak yang masih keturunan Tumenggung Bahurekso (Senopati Mataram).
Pada awalnya KH Abdullah Sirodj rutin melaksanakan puasa Syawal. Puasa itu, kemudian diikuti oleh masyarakat sekitar Krapyak dan Pekalongan pada umumnya, sehingga meski hari raya Lebaran, mereka tidak bersilaturahmi untuk menghormati yang masih melanjutkan ibadah puasa Syawal.
Baru pada hari ke-8 Syawal, suasana Lebaran benar-benar terasa.
KH Abdullah Sirodj memilih lopis sebagai simbol Syawalan di Pekalongan karena terbuat dari beras ketan yang memiliki daya rekat yang kuat, yang menyimbolkan persatuan.
Suatu ketika, Presiden Soekarno datang dalam rapat akbar di lapangan Kebon Rodjo Pekalongan (sekarang Monumen) pada tahun 1950 berpesan rakyat Pekalongan agar bersatu, seperti lopis, sehingga warga Krapyak setiap Syawalan selalu memotong lopis.
Hal itu sebagai rasa syukur kepada Allah dan melaksanakan sunah Nabi Muhammad SAW.
Proses memasak lopis raksasa membutuhkan waktu 4-5 hari dengan menggunakan dandang besar.
Lopis ini terbuat dari bahan dasar ketan yang memiliki makna persatuan (kraket/erat) apabila sudah direbus, berwarna putih yang memiliki makna bersih atau suci (kembali fitri) dalam nuansa Lebaran.
Kemudian, bungkus lopis yang diambilkan dari daun pisang memiliki makna perlambang Islam dan kemakmuran. Bahwa Islam selalu menumbuhkan kebaikan dan menjaga karunia Tuhan.
Selain itu ikatan atau tali pembungkus lopis menggunakan serat pelepah pisang yang melambangkan kekuatan. Pengikat ini, juga sebagai simbol pengikat manusia untuk menjalin silaturahim.
Tradisi pemotongan lopis yang sudah berlangsung lebih satu abad ini, selain menjadi ajang bersilaturahmi juga menjadi aset kunjungan wisatawan.
Tradisi Syawalan dipadukan dengan pariwisata akan mendatangkan pendapatan asli daerah semakin meningkat.
Baca juga: Pawai Ogoh-Ogoh digelar di Semarang
Festival lopis jaga silaturahmi dan promosi wisata
Sabtu, 29 April 2023 19:41 WIB