Jakarta (ANTARA) - Keketuaan Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN tahun ini harus dapat membawa negara-negara Asia Tenggara kian disegani dan berperan di tingkat global.
Asia Tenggara mesti menegaskan kembali posisi tawarnya kepada dunia, sebagai negara-negara yang juga terlibat aktif menentukan peta geopolitik dunia, utamanya mendorong perdamaian dunia guna menghentikan krisis yang melanda dunia saat ini.
Sebagaimana tema Keketuaan ASEAN 2023 Indonesia yakni "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, maka KTT ASEAN tahun ini akan difokuskan pada penguatan ekonomi kawasan agar tumbuh cepat, inklusif, dan berkelanjutan.
Keketuaan Indonesia akan mengangkat tiga isu prioritas di bidang ekonomi, yakni pemulihan ekonomi, ekonomi digital, dan pembangunan berkelanjutan dengan mengacu pada target capaian utama yang telah ditetapkan.
Indonesia sebagai pemegang Keketuaan ASEAN diharapkan bisa mendorong para pemimpin negara-negara ASEAN untuk menyepakati semacam deklarasi atau pernyataan bersama berkaitan upaya mendorong perdamaian dunia, menjadi jembatan negosiasi damai, atau dalam bahasa yang lebih gamblang lagi adalah “memaksa” negara-negara berkonflik untuk segera berdamai dengan posisi tawar yang dimiliki masing-masing negara.
Semangat kebersamaan negara-negara ASEAN, sebagaimana tertuang dalam naskah Deklarasi Bangkok 1967 (pembentukan awal ASEAN), dapat menjadi landasan utama dalam menegakkan kembali muruah ASEAN di mata dunia dan mendorong perdamaian dunia.
Berbicara tentang misi besar menegakkan muruah negara-negara Asia Tenggara di kancah dunia, tentu perlu meninjau kembali sejarah ASEAN.
Seiring dengan perjalanan waktusejak berdiri pada 8 Agustus 1967, ASEAN mengalami perkembangan sesuai dengan cita-cita para pendirinya, untuk menjalin persahabatan dan kerja sama dalam menciptakan wilayah yang aman, damai dan makmur.
Cita-cita tersebut dipertegas, antara lain, dengan kesepakatan Bali Concord I tahun 1976 di mana para pemimpin ASEAN menyepakati Program Aksi yang mencakup kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan penerangan, keamanan, serta peningkatan mekanisme ASEAN.
Concord dalam arti harfiah adalah kerukunan sehingga Bali Concord dapat diartikan kesepakatan atau kerukunan ASEAN yang dicapai dalam pertemuan di Bali.
Kemudian ASEAN bersepakat membentuk suatu kawasan terintegrasi dalam satu masyarakat negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, dan terikat bersama dalam kemitraan dinamis di tahun 2020, dengan mengesahkan Bali Concord II pada KTT Ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyepakati pembentukan Masyarakat ASEAN.
Melalui Bali Concord II, para Pemimpin ASEAN sepakat bahwa ASEAN harus melangkah maju menuju suatu Masyarakat ASEAN yang terdiri atas tiga pilar, yaitu Pilar Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN, Pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Pilar Masyarakat Sosial Budaya ASEAN.
Ketiga pilar Masyarakat ASEAN itu terikat secara erat dan saling memperkuat untuk mewujudkan perdamaian, kestabilan, dan kesejahteraan bersama yang abadi. Dalam kaitan itu, Indonesia menjadi penggagas pembentukan Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN serta memainkan peran penting dalam perumusan dua pilar lainnya.
Selanjutnya, dalam KTT Ke-19 ASEAN di Bali, 17-19 November 2011, baru lah Bali Concord III kemudian disahkan, di mana ASEAN memantapkan diri untuk mewujudkan kepentingan kawasan dan global yang lebih damai, adil, demokratis dan sejahtera.
Bali Concord III ini yang kemudian mengukuhkan posisi ASEAN dalam masyarakat global sebagai entitas yang bersifat outward looking dengan aktif memberikan solusi terhadap permasalahan global.
Capaian ASEAN dalam pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di kawasan selama lebih dari empat dekade, harus diperluas ke tingkat global. Apa yang telah disepakati dalam Bali Concord III, seyogyanya menjadi modal atas komitmen bersama menjawab permasalahan dunia saat ini.
Para pemimpin ASEAN harus bersikap tegas mendorong perdamaian, menancapkan nilai-nilai gotong-royong dan kebersamaan Asia Tenggara di kancah dunia.
Sejarah terbentuknya ASEAN hingga sejumlah kesepakatan serta komitmen yang telah dicapai dalam beberapa dekade harus terus menjadi landasan, baik dalam upaya-upaya membawa ASEAN menjadi pusat ekonomi global maupun menjadikan negara-negara Asia Tenggara sebagai juru kunci perdamaian dunia.
Baca juga: Menparekraf: DIY miliki kelengkapan infrastruktur untuk sambut ASEAN Tourism Forum 2023
Baca juga: Syahganda Nainggolan: Anwar Ibrahim dan Jokowi harus fokus demokrasi di ASEAN