Jakarta (Antara Megapolitan) - Wahana Lingkungan Hidup melaporkan 12 perusahaan batu bara pemegang izin usaha pertambangan yang beroperasi di Sawahlunto, Sumatera Barat, ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Direktur Walhi Sumatera Barat Uslaini dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa di Kota Sawahlunto terdapat 12 IUP Batu Bara, dan hanya dua perusahaan yang memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
"Kami melihat ada indikasi korupsi yang terjadi, tetapi aparatur negara membiarkan semua pelanggaran ini terjadi bertahun-tahun. Ini harus dihentikan, perlu segera dilakukan pemeriksaan oleh KPK sehingga potensi kerugian negara bisa dikurangi," katanya.
Ia mengatakan korupsi tambang batu bara tidak hanya tergolong kepada perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian keuangan negara, perbuatan demikian adalah kejahatan terorganisir dan harus diberantas.
Terhitung sejak 2010 hingga 2015, terdapat 12 perusahaan tambang batu bara yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara di Sawahlunto yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto melalui Dinas PerindagkopP.
Perusahaan tambang batubara dengan inisial CV D, CV K, CV M, CV T, PT A, PT A, PT B, PT B, PT D, PT G, PT N, dan PT P terindikasi melakukan tindak korupsi.
Sesuai pasal 128 (1) UU 4/2009 tentang Pertambangan Minerba, kedua belas perusahaan pemegang IUP wajib membayar pendapatan negara.
Dari hasil analisis yang dilakukan tim hukum WALHI Sumatera Barat, "Kedua belas perusahaan tersebut terindikasi melakukan tindak korupsi, yaitu perusahaan tidak menaati ketentuan pasal 128 UU Miberba, mereka diduga kuat tidak membayar royalti dan landrent sesuai jumlah yang ditentukan, di mana total produksi batu bara di Sawahlunto dari tahun 2010 sampai dengan 2015 adalah 1.588.804,15 ton".
Seharusnya dengan harga Rp632.000 per ton, negara menerima PNBP berupa royalti sebesar Rp60.247.453.368. Namun PNBP yang diterima pada sektor ini hanya Rp24.247.453.368.
Selanjutnya, total luas IUP adalah 4.115 78 ha. Dengan asumsi rata-rata 11.000 dolar AS, maka setidaknya PNBP yang harusnya diterima negara selama lima tahun terakhir adalah Rp641.674.000, namun yang diterima hanya Rp24.574.000.
Potensi kerugian negara dari praktik korupsi bersama pengusaha dan pemerintah daerah ini sebesar Rp57.000.000.000 dari royalti, Rp617.100.000 dari landrent, dan kerugian di sektor PNBP akibat tidak dipenuhinya ketentuan IPPKH setidaknya senilai Rp95.416.265.707.
"Total dugaan kerugiaan Negara Rp152.477.957.707," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wengky Purwanto.
Eksekutif Nasional WALHI Edo Rahman mengatakan dalam kesempatan yang sama menyampaikan kasus dugaan korupsi 12 tambang batu bara di Sawahlunto merupakan zoom in dari potret korupsi sektor tambang di Indonesia. Kerugian negara dari sektor tambang terjadi di multilevel kehidupan.
Kerugian negara dimulai dari potensi pendapatan, penjarahan SDA kayu, degradasi multilevel value ekonomi komunitas, hingga beban negara dalam pemulihan lingkungan hidup.