Bekasi (Antara Megapolitan) - Masih hangat dalam ingatan masyarakat saat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melontarkan larangan bagi warga Bekasi, Jawa Barat, untuk bekerja di Jakarta.
Pernyataan itu sempat menghiasi halaman utama sejumlah media massa di Tanah Air meski pada akhirnya kalimat kontroversialnya resmi diralat karena menuai kritik dari berbagai pihak.
Kalimat itu menjadi klimaks atas kemarahan Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok terhadap sikap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi yang ingin menutup Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang pada penghujung Oktober 2015.
"Masa kayak anak kecil. Orang Jakarta enggak boleh buang sampah ke Bekasi. Kalau gitu saya bilang orang Bekasi enggak boleh kerja ke Jakarta, lucu enggak kira-kira, ya, lucu," kata Ahok.
Ancaman itu seakan wajar dilontarkan oleh mantan Bupati Bangka Belitung itu mengingat masyarakat DKI sampai saat ini masih sangat bergantung pada lahan seluas 110,8 hektare di empat kelurahan Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, sebagai lokasi andalan pembuangan akhir sampah yang mereka produksi sehari-hari.
Setiap harinya tidak kurang dari 6.000 ton sampah warga DKI dibuang ke lima zona TPST Bantargebang menggunakan 800 armada truk sampah melalui sejumlah koridor jalan yang telah disepakati.
Adalah jajaran Komisi A DPRD Kota Bekasi yang dikomandoi Ariyanto Hendrata selaku ketua, Lilik Haryoso selaku wakil ketua, Solihin selaku sekretaris, dan sejumlah anggotanya, yakni Anim Imamudin, Daryanto, Uri Huryati, Chairoman J. Putro, Sarni Ruminta, Winoto, Syaiful Bahri, dan Sodikin yang menginisiasi rencana penutupan TPST Bantargebang.
Rencana penutupan lahan sampah DKI itu pun bukan tanpa sebab, mengingat para wakil rakyat di Kota Bekasi itu sudah jengah dengan seringnya temuan dan laporan pelanggaran kesepakatan kerja sama pengelolaan lahan TPST Bantargebang oleh pihak DKI sejak 2009.
Salah satu pelanggaran yang paling disoroti adalah distribusi sampah yang kerap dilanggar. Truk sampah hanya diperbolehkan melintas di kawasan protokol Kota Bekasi pada pukul 21.00--05.00 WIB, di luar jadwal tersebut para sopir harus melintas di Jalan Raya Alternatif Cibubur atau Jalan Transyogi.
"Pengaturan jalur perlintasan semestinya ditaati karena dampaknya terhadap pencemaran udara dan mengotori jalan dengan air lindi. Aturan itu dilanggar setiap tahun meski sudah sering kita peringatkan. Bahkan, wali kota kami juga pernah turun langsung menyetop truk sampah DKI yang melanggar," kata Ketua Kamisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata.
Sikap DKI yang cenderung acuh pada pelanggaran itu membuat pihaknya mengambil langkah serius untuk lebih mendalami isi perjanjian kerja sama TPST Bantargebang antara Pemkot Bekasi dan Pemprov DKI.
"Hasilnya, kami melihat ada 15 item pelanggaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI terkait dengan kerja sama Nomor 4 Tahun 2009 berdasarkan hasil kajian dan temuan di lapangan dan ini merupakan sebuah bentuk pelecehan terhadap warga Bekasi," katanya.
Selain pelanggaran rute dan waktu distribusi sampah, DKI juga diketahui tidak mencuci dan membersihkan setiap kendaraan pengangkut sampah yang keluar TPST serta mengolah air cuciannya agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Politikus PKS itu juga menyoroti sikap DKI yang tidak mau melakukan audit lingkungan di TPST Bantargebang dan sekitarnya atas dampak dari diberlakukannya MoU tersebut.
"Aturan kompensasi sampah sebagai pemberdayaan masyarakat sebesar 20 persen dari `tipping fee` sesuai dengan pasokan sampah juga dilanggar. Pasalnya, besarannya tidak sesuai dengan volume sampah yang dibuang," katanya.
Ariyanto mengatakan bahwa DKI juga tidak melaksanakan pembuatan instalasi air bersih langsung ke rumah-rumah penduduk mengingat pasokan air tanah di kawasan itu telah tercemar air sampah.
Atas dasar sejumlah temuan tersebut, pihaknya berencana mengklarifikasi temuan itu secara langsung kepada Gubernur DKI mengingat perannya yang stratgeis dalam memberikan kebijakan sehingga kasus tersebut tidak terulang lagi.
"Kami akan memanggil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait dengan hal ini sebab sudah banyak pelanggaran yang dilakukan oleh DKI," katanya.
DKI Putus Kontrak
"Ya, silakan saja hak DPRD mau manggil, manggil saja. Akan tetapi, `ngapain` saya datang," kata Ahok.
Ahok justru menyalahkan pihak pengelola TPST Bantargebang, yakni PT Godang Tua Jaya yang dianggap tidak becus bekerja hingga persoalan tersebut mencuat di tengah masyarakat.
Ia mengaku curiga terhadap perusahaan yang dikelola Rekson Sitorus itu. Alasannya, selama ini sudah banyak biaya digelontorkan Pemprov DKI tetapi masalah sampah tidak kunjung selesai.
"Angkut sampah ke darat dia (pengelola) minta tambahan Rp400 miliar, sewa mobil sampah Rp400 miliar, dan untuk membuangnya ke Bantargebang yang menjadi tanah kami, Rp400 miliar lagi melayang," katanya.
Kerugian tersebut diperkuat dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan hasil pemeriksaan (LHP) 2014 ada kerugian Pemprov DKI mencapai sekitar Rp400 miliar dalam pengolahan sampah di TPST Bantargebang.
Bermodalkan hasil kajian itu, Ahok memantapkan niatnya untuk memutus kontrak kerja sama dengan PT Godang Tua Jaya lebih cepat daripada rencana semula masa berakhir pada tahun 2023.
"Pemutusan kontrak sekaligus ambil alih pengelolaan TPST Bantar Gebang baru bisa dilakukan pada bulan Februari 2016. Karena memang butuh waktu untuk memproses Surat Peringatan (SP) 1, SP 2, sampai SP 3. Waktu yang dibutuhkan itu selama kurang lebih 105 hari," katanya.
Sikap Pemprov DKI itu diantisipasi pengelola dengan menggaet pengacara sekelas Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum karena pihaknya melihat ada potensi kerugian investasi hingga Rp500 miliar bila DKI jadi memutus kontrak kerja sama.
Sejauh ini, PT Godang Tua Jaya telah mengeluarkan nilai investasi Rp500 miliar sejak 2009 untuk mengelola sampah warga DKI melalui sejumlah penerapan teknologi di TPST Bantargebang Kota Bekasi, seperti "composting", daur ulang, dan "power plant", serta sejumlah infrastruktur pendukung lainnya.
"Angka itu akan terus naik menjadi Rp700 miliar hingga berakhirnya masa kontrak pada tahun 2023. Akan tetapi, kalau di tengah jalan kami sudah dihentikan kerja samanya, tentu bisa membuat kami rugi mengingat modal belum seluruhnya kembali," kata juru bicara PT Godang Tua Jaya Benny Tunggul.
Sementara itu, kuasa hukum Yusril menyarankan agar kedua pihak yang bertikai menyelesaikan masalahnya secara musyawarah karena baik Pemprov DKI maupun pihak pengelola sama-sama melakukan pelanggaran kerja sama.
"Saya tidak ingin mengajak Pemprov DKI `berkelahi` di pengadilan," ujar Yusril.
Polemik TPST Bantargebang pun terus meluas hingga memicu penghadangan 200 armada truk sampah DKI oleh puluhan warga Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, di Jalan Transyogi, Cileungsi, Senin (2/11) pagi.
Penghadangan itu dilatarbelakangi tuntutan warga setempat yang menginginkan uang kompensasi bau dari truk sampah yang melintas di kawasan mereka.
Aksi penghadangan yang berlangsung selama dua hari itu cukup membuat sejumlah kawasan di Jakarta mengalami darurat sampah akibat karena menumpuk di beberapa titik kawasan.
Presiden Turun Tangan
Pemerintah Kota Bekasi akhirnya menghilangkan batasan waktu distribusi sampah DKI Jakarta menuju Bantargebang menyusul adanya instruksi Presiden RI Joko Widodo.
Instruksi itu disampaikan langsung Kapolda Metro Jaya kepada unsur Musyawarah Pimpinan Daerah Kota Bekasi di Mapolresta Bekasi Kota, Sabtu (7/11), agar lintasan truk sampah DKI menuju Bantargebang dibuka 24 jam penuh.
Bahkan Polda Metro Jaya menerjunkan puluhan anggotanya untuk mengawal distribusi truk sampah DKI agar sampai ke Bantargebang dengan lancar.
Sekretaris Komisi A DPRD Kota Bekasi Solihin mengatakan bahwa instruksi tersebut berlaku Wali Kota Bekasi dan DPRD Kota Bekasi dapat memahami hal itu dan akan patuh terhadap instruksi tersebut.
"Pada prinsipnya kami bersama Wali Kota Bekasi dapat memahami kondisi darurat yang tengah dialami Ibu Kota," katanya.
Meski demikian, kata dia, pembahasan terkait dengan evaluasi kerja sama pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang tetap akan dilanjutkan.
"Pasalnya, sampai saat ini kami belum menerima klarifikasi Pemprov DKI atas sejumlah pelanggaran kerja sama yang mereka lakukan di TPST Bantargebang," katanya.
Kepala Dinas Kebersihan Pemprov DKI Isnawa Adji pun memenuhi panggilan DPRD Kota Bekasi sebagai delegasi Pemprov DKI pada hari Kamis (19/11) untuk berdialog di ruang rapat DPRD Kota Bekasi, Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur.
"Sejauh ini, kami juga sudah menghimpun sejumlah catatan dari kelemahan sistem di TPST Bantargebang untuk diperbaiki ke depannya. DKI Berkomitmen melakukan pembenahan di TPST Bantargebang," katanya.
Menurut dia, perbaikan sistem pengelolaan sampah DKI di Bantargebang telah menjadi skala prioritas pihaknya dalam pembahasan penyusunan anggaran kegiatan pada tahun 2016.
"Dari hasi pertemuan saya dengan Komisi A DPRD Kota Bekasi, ternyata ada juga informasi terkait dengan kekurangan di TPST Bantargebang yang tidak sampai ke DPRD Kota Bekasi. Untuk itu, diperlukan adanya masukan yang berimbang dari pihak terkait," katanya.
Isnawa mengatakan bahwa komitmen DKI dalam membenahi sistem operasional TPST Bantargebang juga telah ditunjukkan melalui sikap tegas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akan memutus kontrak kerja sama TPST Bantargebang dengan pihak ketiga.
"Kami siap melakukan swakelola pengolahan sampah di Bantargebang bersama dengan Pemkot Bekasi," katanya.
Sampah Warga DKI Ancam Harmonisasi Dua Daerah
Senin, 28 Desember 2015 18:02 WIB
Kami siap melakukan swakelola pengolahan sampah di Bantargebang bersama dengan Pemkot Bekasi.