Depok (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro menyatakan bahwa perubahan mendasar yang harus dilakukan Indonesia dalam bidang ekonomi adalah mengubah paradigma pembangunan, yakni dari berbasis sumber daya alam (SDA) menjadi berbasis inovasi-riset.
Hal tersebut dikatakan Prof. Bambang pada penyelenggaraan Kegiatan Awal Mahasiswa Baru (KAMABA), Universitas Indonesia (UI) dalam sesi kuliah umum bertajuk “Merawat & Mengembangkan Potensi Indonesia”.
"Potensi SDA Indonesia ini luar biasa, bahkan salah satu yang terkaya di dunia. Indonesia adalah salah satu penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan jumlah produksi sebesar 465.000 ton per tahun," kata Prof. Bambang dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Guru Besar FEB UI: Bonus demografi harus bisa intervensi pembangunan manusia
Tidak hanya itu, produksi karet dan kopi Indonesia juga merupakan salah satu produksi terbesar di dunia dengan jumlah sebesar 2,80 juta ton, dan kopi sebesar 465.000 ton per tahun.
Belum lagi potensi laut dan keanekaragaman hayati yang begitu besar, menjadikan Indonesia adalah negara yang terberkati (given) oleh SDA.
"Namun, SDA bukanlah faktor penentu terkuat dari kemajuan suatu negara, tapi yang utama adalah sumber daya manusia, terutama dalam ekosistem ekonomi yang digerakkan oleh teknologi-informasi," ujarnya.
Dalam ekosistem ekonomi berbasis inovasi, keberadaan para entrepreneur (wirausahawan) diperlukan. “Setelah lulus, mari menata masa depan Anda dengan menyambungkannya dengan masa depan negara. Banyak pilihan yang dapat Anda pilih: menjadi pekerja, profesional, atau menciptakan lapangan kerja.
Baca juga: Guru Besar FEB UI, Prof. Bambang Brodjonegoro paparkan perjalanan karier
"Saat ini negara membutuhkan para pencipta lapangan kerja yang dapat mengolah SDA Indonesia melalui riset dan inovasi untuk menjadi produk intermediate atau produk akhir yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat,” ujar Mantan Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia Kabinet Indonesia Maju, 2019-2021.
Menurutnya, Indonesia pada tahun 2040-2050 punya kesempatan untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi besar dunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat melalui apa yang disebut bonus demografi, dimana jumlah usia produktif (17-60 tahun) di Indonesia akan sangat besar.
Ia memprediksi, pada tahun 2050, Indonesia akan mempunyai Produk Domestik Brutto per kapita terbesar keempat di dunia dengan angka 28,934 juta dollar untuk 320 juta penduduk. Tidak hanya itu, pada tahun 2050 eletrifikasi/jumlah akses listrik di Indonesia akan mencapai 1 juta megawatt, jumlah fasilitas kesehatan yang meningkat, dengan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 150 juta orang per tahun.
Baca juga: Riset FEB UI: Ulasan negatif produk pengaruhi niat beli konsumen
Untuk dapat mencapai prediksi-prediksi tersebut, bonus demografi ini harus dikelola menggunakan pendidikan dan penguasaan teknologi-informasi.
Ia merekomendasikan para mahasiswa baru di UI untuk memiliki empat skill milennial yang akan sangat berguna di era digital, yaitu kemampuan memecahkan masalah (problem solving), manajemen diri (self-management), bekerja sama dengan orang lain (working with team), dan kemampuan memahami perkembangan teknologi (technology & development).
Turut hadir pada kuliah umum tersebut Prof. Dr. Ir. Dedi Priadi, DEA., Wakil Rektor UI bidang Sumber Daya Manusia dan Aset.
Dalam sambutannya, Prof. Dedi berharap dengan mengikuti sesi kuliah umum ini, maka pengetahuan kebangsaan para mahasiswa baru akan bertambah.
Menurutnya, dinamika perkembangan zaman termasuk pandemi, membawa banyak perubahan terutama dalam bidang penggunaan teknologi-informasi. “Namun perubahan-perubahan ini harus kita hadapi dengan terus beradaptasi,” katanya.
Guru Besar FEB UI: Indonesia harus ubah paradigma pembangunan
Sabtu, 31 Juli 2021 22:13 WIB
Potensi SDA Indonesia ini luar biasa, bahkan salah satu yang terkaya di dunia. Indonesia adalah salah satu penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan jumlah produksi sebesar 465.000 ton per tahun.