Jakarta (Antara Megapolitan) - Program dana aspirasi berpotensi dimanfaatkan oknum partai politik melalui proyek pembangunan di daerah bila tidak ada mekanisme verifikasi dan pengawasan yang ketat, kata Ketua Pusat Kajian Konstitusi Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya, Victor Imanuel Nalle.
"Program dana aspirasi rawan untuk menjadi 'perampokan legal' oleh DPR," kata Victor Imanuel Nalle dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, jika ingin mendorong percepatan pembangunan, maka seharusnya DPR memperkuat fungsi kontrolnya terhadap eksekutif dan mendorong APBN yang berkeadilan, terutama bagi percepatan pembangunan di kawasan timur Indonesia yang masih tertinggal dari Jawa.
Ia berpendapat bahwa kemungkinan yang paling besar, dana aspirasi nantinya hanya menjadi alat pencitraan anggota DPR untuk pencalonan di periode berikutnya.
"Padahal wewenang eksekusi program nantinya berada di tangan eksekutif," tukasnya.
Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia menyatakan dana aspirasi DPR RI sebesar Rp11,2 triliun bakal lebih produktif bila digunakan untuk memberikan subsidi bunga bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah.
"Dengan dana sebesar itu bila dipakai untuk subsidi bunga UMKM maka akan memacu ekspansi kredit UMKM bisa saja dua sampai tiga kali lipat dari realisasi kredit UMKM saat ini," kata Ketua Bidang Organisasi Hipmi Anggawira di Jakarta, Sabtu (20/6).
Menurut Anggawira, bila dana sebesar Rp11,2 triliun itu digelontorkan ke anggota dewan hanya akan memicu konsumsi dan inflasi di daerah, sementara pelaku UMKM dinilai terbukti mampu memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, ujar dia, Angga sependapat bahwa dana aspirasi ini justru akan memperpanjang kesenjangan antardaerah, karena daerah yang terbanyak kursinya di DPR akan memperoleh dana terbesar.
"Bagaimana dengan daerah-daerah yang anggota dewannya cuma secuil jumlahnya seperti Papua, Maluku, NTT (Nusa Tenggara Timur). Ini akan menciptakan kecemburuan baru," ucapnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tidak semua daerah memiliki kebutuhan sama, sehingga dana aspirasi Rp20 miliar untuk anggota DPR tidak mewakili keperluan daerah asal.
"Karena tidak semua daerah punya kekurangan dan kebutuhan yang sama, sehingga ketika semua anggota DPR nanti dapat Rp20 miliar (masing-masing), nanti bisa berbeda-beda keinginannya," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (17/6).
Wapres mengatakan sesungguhnya anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sudah termasuk dana aspirasi anggota DPR sehingga dana aspirasi di luar APBN tidak lagi diperlukan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal dengan dana aspirasi adalah wujud dari pelaksanaan tugas konstitusi DPR yang sudah diatur dalam undang-undang maupun sumpah jabatan legislator.
Penolakan terhadap dana aspirasi, menurut Fahri kepada pers di Jakarta, Selasa (16/6), berarti menolak konstitusi dan melanggar sumpah jabatan DPR.
Dana Aspirasi Perlu Verifikasi Dan Pengawasan
Rabu, 24 Juni 2015 13:42 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tidak semua daerah memiliki kebutuhan sama, sehingga dana aspirasi Rp20 miliar untuk anggota DPR tidak mewakili keperluan daerah asal.