Bogor (Antara Megapolitan) - Produk agroindustri Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan dapat bersaing di pasar internasional. Untuk itu, proses agroindustri harus dijalankan secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, harus ada penguasaan dan implementasi rekayasa ekoteknologi untuk mendukung keberlanjutan agroindustri tersebut.
Demikian disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti, IPU dalam jumpa pers pra orasi ilmiah di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (5/10).
Proses transformasi bahan baku hasil pertanian menjadi produk akan diperoleh nilai tambah bagi hasil-hasil pertanian. Contohnya dari satu ton tandan buah segar kelapa sawit akan dihasilkan 220 kilogram CPO dengan harga 800 dolar per ton dan 20 kilogram Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dengan harga 1.200 dolar per ton. Selanjutnya dari 220 kilogram CPO dapat diolah menjadi 160 kilogram (73 persen) palm olein yang bisa digunakan untuk minyak goreng dan 46 kilogram (21 persen) palm stearin dan 11 kilogram (5 persen) hasil samping (by product).
''Itu semua merupakan produk hilir tingkat pertama. Produk hilir berikutnya bisa bermacam-macam, bisa untuk makanan bisa juga untuk produksi oleokimia,'' ujarnya.
Menurut Prof. Nastiti, pembangunan agroindustri harus menerapkan konsep produksi bersih. Konsep ini akan mendapatkan banyak keuntungan baik dari segi lingkungan maupun dari segi ekonomi. Diantaranya adalah mengurangi biaya produksi, mengurangi limbah yang dihasilkan, meningkatkan produktivitas, mengurangi konsumsi energi, meminimisasi masalah pembuangan limbah dan meningkatkan nilai produk samping.
Pada masa mendatang, pembangunan agroindustri harus seimbang dan selaras dengan lingkungan. Pembangunan tidak hanya mengolah sumberdaya yang ada, tetapi mengelola sumberdaya itu, sehingga masih akan tersedia bagi generasi yang akan datang.
Beberapa contoh rekayasa ekoteknologi yang pernah Prof. Nastiti hasilkan bersama tim risetnya adalah rekayasa ekoteknologi pengomposan, ekstraksi kitin dan produksi kitosan, nanosilika dan nanosng, membran filtrasi dan membran elektrolit. Teknologi-teknologi seperti inilah (ekoteknologi) yang dapat menyelamatkan peradaban manusia dan lingkungan.
Ekoteknologi mampu menggantikan teknologi konvensional. Implementasinya dapat menjadi ''win-win solution'' bagi kepentingan bisnis dan lingkungan. Untuk itu, peran ekoteknologi sangat penting.
''Meski dari bahan yang tidak bernilai, tetapi melalui rekayasa teknologi dapat diubah menjadi produk bernilai ekonomi dan bermanfaat bagi kehidupan, maka sesungguhnya upaya manusia sebagai kafilah merupakan sebuah keniscayaan,'' tandasnya.(Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Demikian disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti, IPU dalam jumpa pers pra orasi ilmiah di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (5/10).
Proses transformasi bahan baku hasil pertanian menjadi produk akan diperoleh nilai tambah bagi hasil-hasil pertanian. Contohnya dari satu ton tandan buah segar kelapa sawit akan dihasilkan 220 kilogram CPO dengan harga 800 dolar per ton dan 20 kilogram Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dengan harga 1.200 dolar per ton. Selanjutnya dari 220 kilogram CPO dapat diolah menjadi 160 kilogram (73 persen) palm olein yang bisa digunakan untuk minyak goreng dan 46 kilogram (21 persen) palm stearin dan 11 kilogram (5 persen) hasil samping (by product).
''Itu semua merupakan produk hilir tingkat pertama. Produk hilir berikutnya bisa bermacam-macam, bisa untuk makanan bisa juga untuk produksi oleokimia,'' ujarnya.
Menurut Prof. Nastiti, pembangunan agroindustri harus menerapkan konsep produksi bersih. Konsep ini akan mendapatkan banyak keuntungan baik dari segi lingkungan maupun dari segi ekonomi. Diantaranya adalah mengurangi biaya produksi, mengurangi limbah yang dihasilkan, meningkatkan produktivitas, mengurangi konsumsi energi, meminimisasi masalah pembuangan limbah dan meningkatkan nilai produk samping.
Pada masa mendatang, pembangunan agroindustri harus seimbang dan selaras dengan lingkungan. Pembangunan tidak hanya mengolah sumberdaya yang ada, tetapi mengelola sumberdaya itu, sehingga masih akan tersedia bagi generasi yang akan datang.
Beberapa contoh rekayasa ekoteknologi yang pernah Prof. Nastiti hasilkan bersama tim risetnya adalah rekayasa ekoteknologi pengomposan, ekstraksi kitin dan produksi kitosan, nanosilika dan nanosng, membran filtrasi dan membran elektrolit. Teknologi-teknologi seperti inilah (ekoteknologi) yang dapat menyelamatkan peradaban manusia dan lingkungan.
Ekoteknologi mampu menggantikan teknologi konvensional. Implementasinya dapat menjadi ''win-win solution'' bagi kepentingan bisnis dan lingkungan. Untuk itu, peran ekoteknologi sangat penting.
''Meski dari bahan yang tidak bernilai, tetapi melalui rekayasa teknologi dapat diubah menjadi produk bernilai ekonomi dan bermanfaat bagi kehidupan, maka sesungguhnya upaya manusia sebagai kafilah merupakan sebuah keniscayaan,'' tandasnya.(Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017