Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Petrus Reinhard Golose mengurai perjalanan lembaganya dalam memerangi peredaran dan penyalahgunaan narkoba tersebut sejak awal berdiri hingga sekarang. 
 
Petrus Reinhard Golose saat jumpa pers Peringatan HUT ke-20 BNN RI di Balai Besar Rehabilitas Lido, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Selasa, mengungkapkan perjalanan lembaga pemberantas narkoba di Indonesia cukup panjang sejak era orde baru. 
 
"Kalau mau ditarik dari penanganan sejak awal itu, mulai dari Inpres tahun 1971 kemudian prosesnya sampai Presiden Habibie, kemudian ibu Megawati membuat keputusan saat itu namanya BKNN," kata Petrus. 
 
Menurut dia, kiprah Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) dalam mengemban tugas mulia telah melewati sejarah yang panjang dan penuh dinamika. 
 
Kini, BNN telah berusia dua dasawarsa dalam menjalankan amanah untuk melindungi anak bangsa dari ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
 
Petrus menyampaikan lahirnya BNN RI tidak bisa dipisahkan dari rangkaian sejarah upaya penanggulangan
narkoba yang telah digencarkan sejak tahun 1971. 
 
Di era tersebut, Presiden Soeharto
mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen
Nasional (Kabakin), Letjen TNI Soetopo Yuwono untuk mendirikan Badan Koordinasi
Pelaksana Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1971.
 
Pada Inpres itu menangani enam masalah nasional yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba,
penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, dan pengawasan orang asing. 
Upaya penanggulangan narkoba di era Bakolak Inpres 6/1971b berlandaskan payung hukum Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika, sebagai pengganti dari Verdoovende Middelen Ordonnantie (Stbl. 1927 No. 278 Jo. No. 536) yang telah tidak relevan dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman.
Seiring dengan dinamika zaman, tantangan masalah narkoba semakin kompleks sehingga dibutuhkan lembaga yang lebih kuat. 
 
Oleh karena itulah, kata dia, Presiden BJ Habibie  membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) melalui Kepres Nomor 116 Tahun 1999. 
 
Dalam pelaksanaan tugasnya, BKNN tunduk pada UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. 
 
Akan tetapi, eksistensi BKNN masih belum cukup mumpuni untuk menanggulangi permasalahan narkoba di negeri ini. Di era Presiden RI Megawati, Kepres No. 17 Tahun 2002 dan Inpres No. 3 Tahun 2002 dikeluarkan sekaligus sebagai penanda lahirnya BNN RI menggantikan BKNN, tepatnya pada tanggal 22 Maret 2022.
Di awal berdirinya BNN RI, prestasi luar biasa telah ditorehkan. 
 
Melalui sinergi BNN RI dengan Satuan Elang Polri, sebuah pabrik besar ekstasi yang memroduksi sejuta butir setiap harinya di Jakarta berhasil diungkap.
Setelah sembilan tahun sejak berdiri, sambung Petrus, perkembangan regulasi terus bergulir hingga akhirnya terlahir Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 
 
UU tersebut menandai babak baru BNN RI dalam kiprahnya sebagai 'leading sector' upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). 
 
Melalui UU inilah, BNN RI diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. 
 
Pada tanggal 18 November 2009, Presiden SBY mengangkat Komjen Pol. Gories Mere sebagai Kepala BNN RI yang pertama, dan menanggalkan jabatan sebelumnya sebagai Kepala Pelaksana Harian BNN RI.
 
"Jadi perjalanannya sudah panjang, ke depan kita tidak boleh menyerah, never lets up. Kita nyatakan perang melawan narkoba, terlebih di masa pandemi ini," katanya. 
 
 
 

Pewarta: Linna Susanti

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022