Pakar hukum tata negara, Muhammad Rullyandi, berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi pilar terakhir penjaga marwah demokrasi sekaligus sebagai benteng terakhir penegakan prinsip dan azas Pemilu, sesuai amanah UUD 1945.

Ia mengatakan hal itu melalui telepon selulernya, Selasa, menanggapi siang sengketa Pilkada serentak 2020.

Baca juga: MK periksa 28 permohonan perselisihan hasil Pilkada 2020

Menurut dia, titik pandang MK terhadap penerapan hukum, ketentuan pasal 158 UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Pilkada), pada hakikatnya wajib mengacu pada konstitusionalitas norma pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, sebagaimana ketentuan UUD 1945 pasal 18 ayat (4), dalam pertimbangan hukum putusan sengketa Pilkada.

"Sepanjang frase kata 'dipilih secara demokratis', dimaksudkan proses pemilihan gubernur, bupati. dan walikota adalah bagian yang sangat fundamental," katanya.

Baca juga: MK terima 128 permohonan sengketa hasil Pilkada serentak 2020

Pemegang rekor MURI sebagai saksi ahli di Mahkamah Angung dan Mahkamah Konstitusi ini menegaskan, proses pemilihan yang dimaksud adalah dalam arti yang hakiki dan ideal dengan pendekatan kualitatif, bukan semata-mata hanya melihat pada hasil perolehan suara terbanyak atau kuantitatif.

"Meskipun pembentuk undang-undang telah mengakomodasi berbagai sarana penyelesaian pelanggaran dan penegakan hukum melalui lembaga Bawaslu dan Sentragakumdu," katanya.

Baca juga: MK nyatakan tidak akan melanjutkan 58 perkara PHPU

Pilkada serentak 2020 diselenggarakan di 270 daerah di Indonesia, meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota, pada 9 Desember 2020.

Berdasarkan data Badan Pengawas Pemilu, ada sebanyak 133 pernohonan selisih hasil pemilihan pada Pilkada serentak 2020 yang dimohonkan ke MK, meliputi lima Pilkada provinsi, 114 Pilkada kabupaten, dan 14 Pilkada kota.
 

Pewarta: Riza Harahap

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021