Jakarta (ANTARA) - Pengamat sektor perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkan bahwa konsep Poros Maritim Dunia perlu terus diperjuangkan tetapi bukan dengan menjadikan sumber daya laut sebagai ATM.
"Pemerintah terlampau outward looking dengan menjadikan sumber daya laut sebagai ATM pembangunan, tanpa mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan di dalam negeri," kata dia di Jakarta, Minggu.
Menurut Abdul Halim, contoh dari hal tersebut adalah regulasi yang membolehkan ekspor benih lobster.
Baca juga: Menteri Edhy Prabowo setuju larangan ekspor benih lobster
Padahal, lanjut dia, pembangunan kemaritiman yang bertumpu kepada prinsip-prinsip keberlanjutan terhadap sumber daya laut tersebut.
"KKP mesti mencabut atau melakukan revisi terbatas terhadap Permen No. 12/2020 yang membolehkan ekspor benih lobster," katanya.
Ia menginginkan agar setiap kebijakan guna mencapai Poros Maritim Dunia harus mengutamakan masyarakat perikanan skala kecil.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah jangan sampai melupakan visi untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia karena dalam kondisi apapun seperti terpapar pandemi COVID-19, Indonesia tetap selalu memiliki potensi yang besar dalam mencapainya.
Baca juga: Kebijakan KKP tentang benih lobster hadapi tantangan, ini kata Menteri Edhy Prabowo
"Kalau mau bangkit, geopolitik, strategi dan ekonomi ini mampu menghasilkan yang namanya, kita masih ingat janji politik Pak Jokowi, yaitu poros maritim dunia," kata Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Riyono.
Menurut dia, saat ini konsep poros maritim dunia sepertinya telah menjadi suara yang sudah redup-redup terdengar dibanding sebelum-sebelumnya.
Padahal, lanjutnya, Indonesia sendiri terletak secara geostrategis yaitu berada di perempatan jalan maritim dunia. "Indonesia memiliki geopolitik di perempatan jalan dunia dan memiliki peran kunci bagi kelancaran jalan laut dunia," kata Riyono.
Baca juga: Petugas gabungan gagalkan penyelundupan benur lobster
Ia berpendapat bahwa konsep geopolitik ini bisa menjadi geoekonomi apabila mampu memaksimalkan kebermanfaatan dan kesejahteraan bagi masyarakat nasional.
Riyono memberikan contoh kecil seperti di Iran yang mampu menjadikan Selat Hormus sebagai senjata geopolitiknya, di mana setiap 10 menit terdapat kapal tanker lewat yang 40 persen dari kapal impor minyak dunia dan 90 persen dari kapal ekspor negara Arab.
Sedangkan Indonesia, masih menurut dia, memiliki empat selat yang memiliki kesibukan yang luar biasa dari aktivitas internasional, yaitu selat Makassar, Selat Sunda, Selat Malaka, dan kemudian Selat Lombok.
"Tiap tahun hampir 40-60 persen perdagangan dunia ini melalui perairan kita," ucapnya.
Untuk itu, Riyono mengajak agar hal tersebut menjadi modal untuk berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Poros Maritim Dunia bukan menjadikan sumber daya laut sebagai ATM
Minggu, 24 Mei 2020 11:59 WIB
Contoh dari hal tersebut adalah regulasi yang membolehkan ekspor benih lobster.