Jakarta (ANTARA) - Papua dengan kekayaan sumber daya alam yang cukup besar menjadi perhatian dengan sentimen yang cukup kuat jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi dan situasi keamanannya. Salah satu daerah yang mendapat sorotan kuat terkait aspek ekonomi dan keamanan adalah Nduga. Daerah Nduga menjadi sorotan terutama pasca terjadinya insiden serangan sadis OPM kepada pekerja jembatan yang mengakibatkan 16 korban tewas.
Serangan oleh OPM kepada pekerja PT Istaka Karya yang terjadi pada 2 Desember 2018 berimplikasi pada situasi di Nduga yang tidak kondusif. Peristiwa kekerasan bersenjata oleh TPNPB/OPM pimpinan Ekianus Kogoya berdampak kepada keputusan pemerintah untuk mengirim pasukan TNI/Polri untuk menciptakan situasi kondusif sehingga tidak ada gangguan keamanan dalam proses pembangunan.
Berbagai rilis dari aktivis Papua menyebutkan bahwa terdapat gelombang pengungsian yang meninggalkan Nduga pasca serangan kepada PT Istaka Karya. Rilis-rilis dari aktivis dan pekerja kemanusiaan tersebut cenderung menyebutkan bahwa konflik antara aparat keamanan dengan OPM menyebabkan masyarakat ketakutan bahkan menjadi korban. Hal tersebut yang akhirnya muncul suara-suara untuk menarik pasukan TNI/Polri dari Nduga.
Penanggung Jawab Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga Theo Hesegem bersama lembaga hak asasi manusia dan gereja, Pendeta Esmon Walilo menyebutkan sedikitnya 182 orang meninggal akibat kekerasan sejak Desember 2018 hingga Juli 2019. Rincian dari 182 korban meninggal terdiri dari 69 laki-laki dewasa, 21 perempuan dewasa, 20 anak laki-laki, dan 21 anak perempuan. Tim Kemanusiaan menyebutkan bahwa korban akan terus berjatuhan dan berdampak merugikan masyarakat sipil, yang sebenarnya tidak tahu masalah apa-apa ikut menjadi korban.
Perspektif pemerintah yang ingin segera memajukan Papua dengan berbagai pembangunan dan menciptakan situasi kondusif dengan pendekatan keamanan tidak terkomunikasikan dengan baik kepada sebagian masyarakat terutama para aktifis kemanusiaan. Pendekatan keamanan yang dilakukan pemerintah dengan mengirimkan pasukan TNI/Polri justru dianggap sebagai operasi militer yang bisa mengancam masyarakat.
Pemerintah perlu melakukan pendekatan khusus terhadap Papua, terutama mengedepankan pendekatan sosial budaya. Dengan pendekatan tersebut maka komunikasi dan informasi akan lebih tersampaikan kepada masyarakat. Di sisi lain TNI/Polri tetap harus dipertahankan di Papua mengingat sebagai bagian dari Indonesia maka kehadiran negara melalui TNI/Polri di Papua tetap diperlukan.
Berbagai sentuhan humanisme yang dilakukan oleh TNI/Polri kepada masyarakat melalui aspek pendidikan seperti menjadi guru sangat efektif untuk menarik simpati dan kepercayaan dari masyarakat. Terlepas dari berbagai provokasi dari pihak-pihak tertentu kepada masyarakat untuk menolak kehadiran TNI/Polri, maka upaya kemanunggalan TNI/Polri tetap harus dibangun.
Di sisi lain sebagai jalan membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah maka isu-isu pelanggaran HAM yang muncul sebaiknya ditangani. Para aktivis kemanusiaan dapat memberikan bukti yang valid atas dugaan pelanggaran HAM tersebut dan pemerintah pro aktif untuk memberikan tindak lanjut. Dengan adanya gerakan dari dua arah ini maka diharapkan terjalin komunikasi yang baik dan selaras sehingga harmonisasi dapat terjadi.
Situasi kondusif di Papua bukan hal yang mustahil. Hal tersebut dapat terjadi jika pendekatan sosial dan budaya dapat dikedepankan namun tanpa meninggalkan kehadiran negara di Papua melalui TNI/Polri. Membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sangat penting untuk dilakukan dan hal tersebut dapat diawali dengan menjalin komunikasi intensif untuk menindaklanjuti dugaan kasus pelanggaran HAM. Jika hal tersebut dapat dilakukan celah-celah provokasi dari pihak yang ingin memelihara konflik di Papau diharapkan dapar tereduksi. (17/*).
*) Penulis adalah, Analis Intelijen dan Keamanan.
Mewujudkan Situasi Kondusif Di Papua
Senin, 17 Februari 2020 13:59 WIB
Membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sangat penting untuk dilakukan dan hal tersebut dapat diawali dengan menjalin komunikasi intensif untuk menindaklanjuti dugaan kasus pelanggaran HAM.