Jakarta (ANTARA) - Isu krusial mengenai rendahnya literasi dan numerasi peserta didik mengemuka dalam Rapat Kerja Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bersama Komisi X DPR RI pada 26 Agustus 2025.
Dalam rapat, terkuak fakta bahwa murid SMP di Jawa Barat belum mahir berhitung pertambahan dan perkalian, sementara murid SMP di Nusa Tenggara Timur dan Bali masih belum lancar membaca.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengakui bahwa tantangan utama kementeriannya saat ini adalah meningkatkan literasi dan numerasi, yang direspons dengan peluncuran Gerakan Numerasi Nasional (GNN) bertajuk "Mahir Numerasi Majukan Negeri" pada 19 Agustus 2025, dengan harapan kemampuan numerasi bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai langkah strategis dalam mengukur dan menjamin mutu pendidikan, Kemendikdasmen akan memulai pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA). TKA untuk tingkat SMA dan SMK akan dimulai November tahun ini, disusul tingkat SD dan SMP pada Maret 2026.
TKA hadir sebagai instrumen terukur untuk menilai kemampuan akademik individu, yang sangat penting sebagai pijakan menentukan peta jalan pendidikan sejalan dengan visi Kemendikdasmen: Pendidikan Bermutu untuk Semua, yang menekankan pada pemerataan akses dan jaminan mutu pendidikan.
Ketertinggalan pendidikan dalam sorotan data PISA
Ketertinggalan pendidikan di Indonesia dipertegas oleh rendahnya capaian dalam Programme for International Student Assessment (PISA). Skor PISA 2023 menempatkan Indonesia di peringkat 68 dari 81 negara dengan skor matematika (379), sains (398), dan membaca (371), jauh di bawah rata-rata internasional (Matematika: 472, Sains: 485, Membaca: 476).
Nilai sains Indonesia bahkan termasuk rendah di tingkat ASEAN dibanding Singapura, Vietnam, dan Malaysia.
Kondisi ini diperparah oleh dampak learning loss akibat pandemi yang masih terasa hingga kini, yang menurunkan motivasi, kemampuan, dan pencapaian akademis siswa. GNN merupakan salah satu upaya konkret Kemendikdasmen untuk menjawab tantangan learning loss tersebut.
TKA bukan sekedar alat ukur
TKA diyakini dapat memberikan gambaran objektif mengenai potensi akademik individu (Anastasi dan Urbina, 1997), serta menjadi acuan seleksi masuk perguruan tinggi atau sekolah lanjutan. Lebih dari sekadar alat ukur, TKA adalah sarana menakar kompetensi dan kemampuan dasar murid sesuai standar akademik tertentu, dan harus dilaksanakan secara berkeadilan dan bebas dari bias (Dorans & Cook, 2016).
Mengutip Pusat Asesmen Pendidikan (Pusmendik) Kemendikdasmen, TKA bertujuan memperoleh informasi capaian akademik murid yang terstandar untuk seleksi akademik, menjamin pemenuhan akses penyetaraan hasil belajar bagi murid pendidikan nonformal dan informal, mendorong peningkatan kapasitas pendidik dalam pengembangan penilaian, serta memberikan informasi kepada murid tentang kekuatan dan kelemahan akademik mereka.
Penghentian Ujian Nasional (UN) pada 2020 telah menciptakan kekosongan pelaporan capaian akademik individu yang terstandar. Akibatnya, muncul kesulitan dalam membandingkan capaian murid dari satuan pendidikan yang berbeda, karena penilaian rapor masing-masing sekolah menimbulkan masalah objektivitas dan keadilan.
TKA hadir sebagai solusi atas kesulitan tersebut. Tes ini digunakan untuk memperkirakan kemampuan murid dalam menentukan program belajar tertentu, membantu menggambarkan individual differences yang berbeda dari sekadar nilai rapor (Cronbach, 1990). TKA bukan sekadar alat ukur, tetapi bagian dari upaya membangun kepercayaan terhadap sistem evaluasi capaian belajar yang selama ini terasa timpang antarsekolah.
Menurut Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikdasmen, Toni Toharuddin, dalam empat tahun terakhir sistem pendidikan telah berjalan dengan dua jenis evaluasi: Asesmen Nasional (AN) untuk memotret kinerja sistem secara makro dan penilaian harian oleh guru untuk evaluasi mikro.
Ketiadaan penilaian individu yang terstandar secara nasional menyulitkan institusi pendidikan lanjutan, seperti perguruan tinggi, dalam melakukan pemeringkatan dan seleksi secara objektif.
TKA, dengan instrumen yang dikembangkan secara nasional, akan melengkapi dan menguatkan sistem penilaian yang sudah ada, sekaligus memberikan gambaran kemampuan akademik siswa yang lebih terstandar.
Pendekatan pembelajaran mendalam dan kualitas guru
Tingginya angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang SD (104,97%) dan SMP (90,67%) (BPS, 2024) menunjukkan bahwa rendahnya literasi di Indonesia bukanlah karena akses pendidikan dasar yang rendah, melainkan kelemahan pada pendekatan pembelajaran. Pembelajaran yang masih didominasi ceramah, asesmen mengandalkan hafalan, dan proses yang tidak menumbuhkan kreativitas serta berpikir kritis menjadi akar masalah.
Untuk mengatasi hal ini, Kemendikdasmen menerapkan kebijakan Pembelajaran Mendalam (PM) yang berlandaskan pada tiga prinsip yakni mindful (berkesadaran), meaningful (bermakna), dan joyful (menggembirakan).
PM bertujuan tidak hanya meningkatkan kemampuan akademik, tetapi juga membentuk karakter, kreativitas, dan empati. Pendekatan ini selaras dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara yang menekankan perlunya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (joyful), seperti tercermin dalam konsep “Taman Siswa.”
PM, yang sudah diterapkan di berbagai negara, merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menciptakan suasana belajar holistik melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara terpadu.
Selain perbaikan pendekatan pembelajaran, Kemendikdasmen juga memprioritaskan peningkatan kualitas guru melalui tiga program utama: pemenuhan kualifikasi guru (memberi kesempatan melanjutkan studi bagi 295.000 guru yang belum mencapai D-4 atau S-1), peningkatan kompetens (melalui pelatihan kewirausahaan, kepemimpinan, bimbingan konseling, dan pendidikan nilai), serta peningkatan kesejahteraan (melalui sertifikasi dan bantuan tunjangan langsung bagi guru non-ASN/honorer). Per Maret 2025, penyaluran tunjangan langsung telah melampaui target, mencapai 587.905 guru (40 persen) dari target awal 200.000 guru pada Triwulan I.
TKA sebagai syarat lanjut pendidikan
TKA akan mempermudah seleksi penerimaan mahasiswa baru bagi perguruan tinggi. Sertifikat TKA, meskipun awalnya tidak wajib, bisa menjadi acuan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 9 Tahun 2025 tentang TKA.
Kepastian mengenai TKA sebagai syarat wajib telah disampaikan oleh Ketua Umum Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), Eduart Wolok, pada 16 September 2025. Ia menegaskan bahwa bagi para pendaftar perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) tahun 2026, wajib mengikuti TKA yang diselenggarakan Kemendikdasmen. TKA akan menjadi validator nilai rapor para siswa yang mendaftar SNBP.
Tantangan Pelaksanaan TKA
Pelaksanaan TKA menghadapi tantangan besar agar tidak menimbulkan kesenjangan antara murid dari sekolah dengan sumber daya terbatas dan sekolah yang berkecukupan, mengingat TKA mensyaratkan sarana komputer, listrik, dan jaringan internet.
Pemerintah wajib menyiapkan sistem dukungan yang memadai, termasuk infrastruktur dan konten kisi-kisi soal tes yang mudah diakses secara gratis, agar TKA benar-benar mendukung sistem pemerataan pendidikan bermutu dan berkeadilan. Solusi sementara yang ditawarkan adalah bagi sekolah tanpa fasilitas memadai, murid dapat menumpang ke sekolah lain untuk melaksanakan TKA.
Sosialisasi yang gencar kepada murid kelas 3 SMA/SMK, guru, orang tua, dan berbagai pihak lainnya sangat diperlukan agar pelaksanaan TKA tidak menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran. Keterlibatan penuh Catur Pusat Pendidikan sekolah, orang tua, masyarakat, dan media sangat diharapkan, karena pendidikan yang bermutu tidak hanya ditentukan oleh proses pembelajaran di ruang kelas.
Pendidikan yang ideal, seperti diajarkan K.H. Ahmad Dahlan, adalah yang memuliakan dan bertujuan membangkitkan kesadaran sosial dan menumbuhkan semangat melayani. Senada dengan itu, Romo Y.B. Mangunwijaya memandang pendidikan sebagai sarana pembebasan, pemberdayaan, dan penghormatan terhadap martabat manusia, terutama kaum yang terpinggirkan.
Menjawab realitas dan tantangan pendidikan nasional saat ini, TKA dan Pembelajaran Mendalam tidak saja menjadi simpul penting dalam menakar kemampuan individu para murid, tetapi juga menjadi jembatan Peta Jalan Pendidikan Bermutu untuk Semua, menyiapkan masa depan anak-anak menuju Indonesia Emas 2045.
*)Penulis adalah peneliti Masyarakat Pendidikan Ilmu Pengetahuan & Teknologi (MAPIPTEK)
