Bogor (Antaranews Megapolitan) - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto minta Dinas Perhubungan untuk menggencarkan atau memaksimalkan sosialisasi dan komunikasi program "rerouting" dan konversi angkot kepada masyarakat luas.
"Tidak cukup dua kali sosialisasi, bu kadis jangan segan-segan menganggarkan untuk sosialisasi ini, jangan hanya hal-hal formalitas saja," kata Bima dalam sambutan Hari Perhubungan Nasional tingkat Kota Bogor, di Kantor Dishub, Senin.
Menurut Bima, akhir-akhir ini dirinya banyak mendapat pertanyaan dan juga kritikan dari warga terkait program konversi angkot.
Ia mengatakan, penilaian warga Pemkot Bogor tidak konsisten dalam program konversi angkot, karena munculnya angkot modern.
"Katanya konversi angkot, kok sekarang jadi angkot modern, mana busnya," kata Bima menirukan pertanyaan warga.
Politisi PAN menjelaskan, butuh energi cukup besar untuk menjelaskan kembali dari awal kepada warga tentang program konversi angkot yang diartikan warga mengganti angkot seluruhnya dengan bus.
Terlebih lagi, kehadiran angkot modern menurut anggota dewan menimbulkan gejolak di masyarakat dan gejolak poltik.
"Begitulah kira-kira tanggapan mereka," kata Bima.
Bima menjelaskan, program konversi angkot itu sejak awal dirancang dengan dua skema yakni 3:1 dan 3:2. Maksudnya adalah tiga angkot diganti menjadi satu bus, dan tiga angkot menjadi dua angkot modern yang akan mengisi koridor satu sampai enam atau disebut dengan TPK atau Trans Pakuan Koridor yang menjadi jalur kendaraan yang sudah dikonversi.
"Orang taunya angkot dijadikan bus, tidak paham ada skema 3:2 dan 3:1. Ada koridor yang diisi oleh TPK 3:2 dan 3:1," katanya.
Bima mengatakan sejak awal Pemerintah Kota Bogor dan DPRD sudah berkomitmen bersama-sama mengawal program konversi dengan skema 3:2 dan 3:1.
Menurut dia, anggota dewan memahami sejarah skema 3:2 dan 3:1 di mana skema 3:2 menjadi masa transisi sebelum menuju skema 3:1 yakni tiga angkot menjadi satu bus.
"Karena ujungnya nanti konversi menjadi 3:1," katanya.
Program konversi merupakan langkah visioner Pemerintah Kota Bogor dalam mengurai kemacetan. Sehingga perlu mengerahkan segala sumber daya yang ada agar masyarakat memahami apa yang dikerjakan oleh pemerintah.
Bima mencontohkan Singapura, ketika ada perubahan jalur MRT, konsultan melakukan sosialisasi berbulan-bulan, dan kamapnye di semua jalur, baik lewat televisi maupun media lainnya.
"Itu cuma perubahan sedikit saja, jalurnya, tapi konsultan berbulan-bulan melakukan kampanye di semua jalur, jadi masyarakat semua tahu," katanya.
Bima menambahkan, perubahan besar-besaran dalam program "rerouting" dan konversi tidak cukup sosialisasi saja, tetapi memaksimalkan semua yang ada, mulai dari anggaran, maupun menyewa konsultan profesional yang banyak tersedia di Bogor.
"Sosialisasi terus, agar kita bisa mengerahkan energi untuk sesuatu hal yang lebih pasti dan jelas," kata Bima.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor, Rakhmawati menambahkan, skema 3:2 muncul atas permintaan badan hukum angkot yang belum sanggup langsung berubah menjadi bus.
Karena untuk mengganti angkot menjadi bus membutuhkan biaya yang sangat besar dibanding mengganti angkot modern.
Yang dimaksud dengan angkot modern adalah angkot yang memiliki standa pelayanan minimal perhubunga (SPMP) yakni memiliki pendingin ruangan, CCTV, dan televisi.
"Maka itu ada skema alternatif yakni tiga angkot menjadi dua angkut modern, yang setelah tujuh tahun operasionalnya semua akan berganti menjadi bus," kata Rakhmawati.
Bima: Dishub agar gencarkan sosialisasi konversi angkot
Senin, 17 September 2018 12:11 WIB
Tidak cukup dua kali sosialisasi, bu kadis jangan segan-segan menganggarkan untuk sosialisasi ini, jangan hanya hal-hal formalitas saja.