Tangerang (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang, Banten, mengambil sampel air di 600 rumah warga secara bertahap yang tersebar di sejumlah wilayah untuk menguji kualitas air minum yang digunakan dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit, seperti kolera.
Kepala Dinkes Kota Tangerang Dini Anggraeni di Tangerang, Rabu, mengatakan kegiatan ini merupakan langkah proaktif pemerintah mencegah penyebaran penyakit dari air seperti diare, tifus, dan kolera.
Maka itu, kata dia, petugas tak hanya mengambil sampel air tetapi juga melakukan wawancara untuk mengetahui sumber air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari.
"Akses terhadap air yang aman, sehat, dan layak dikonsumsi adalah hak dasar setiap warga. Maka itu kita mengevaluasi kondisi kualitas air minum yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari," ujarnya.
Baca juga: 271.287 anak Kota Tangerang telah dapat obat cacing
Baca juga: Dinkes Kota Tangerang ajak para guru lakukan CKG secara mandiri di puskesmas
Kegiatan pengambilan air melalui Program Survei Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) tahun 2025 ini nantinya menghasilkan data mencakup aspek fisik, kimia dan mikrobiologi air.
Hasil dari survei ini akan menjadi data penting yang menjadi dasar bagi Dinas Kesehatan untuk menyusun kebijakan dan intervensi di bidang kesehatan lingkungan.
Dengan gambaran yang akurat mengenai tantangan kualitas air, kata dia, program edukasi dan intervensi diharapkan bisa lebih terfokus dan efektif.
"Kami mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung program ini dengan memberikan informasi yang akurat kepada tim survei. Dengan kerja sama yang baik, kita bisa mewujudkan masyarakat Kota Tangerang yang lebih sehat, berdaya dan terlindungi dari risiko penyakit akibat air yang tercemar," kata Dini.
Baca juga: Dinkes Tangerang terjunkan tim pastikan keamanan dan kelayakan pangan di SPPG
Pihaknya berharap data yang diperoleh dari SKAMRT dapat memberikan gambaran yang akurat mengenai tantangan yang dihadapi masyarakat terkait kualitas air.
"Sehingga nantinya program-program edukasi dan intervensi kesehatan lingkungan dapat lebih terfokus dan efektif," kata Dini Anggraeni.
