Jakarta (Antaranews Megapolitan) - "Aku mengecup kedua mata istriku yang terakhir kalinya ketika jenazahnya hendak digotong ke masjid sebelah, hendak disalatkan. Bulu matanya terasa di bibirku, seolah ia masih hidup".
Itulah kalimat terakhir dalam cerita pendek (cerpen) berjudul "Wirid" karya Dawam Rahardjo yang selesai ditulisnya pada 10 Oktober 1994, beberapa hari setelah istrinya, Zainun Hawairiah, wafat. Cerpen itu dipublikasikan melalui Harian Kompas edisi Minggu 16 Oktober 1994.
"Gempar, cerpen ini amat romantis," tulis Edi A Effendi, dosen UIN Jakarta, orang yang membantu Dawam mengirim naskah cerpen itu ke redaksi harian tersebut. Edi mengenang Dawam tatkala pada Rabu (30/5) malam terdengar kabar duka bahwa cendekiawan muslim itu telah berpulang ke Rahmatullah dalam usia 77 tahun.
Profesor Drs Dawam Rahardjo yang lahir di Solo, Jawa Tengah, 20 April 1942, wafat di RS Islam Jakarta pada Rabu malam sekitar pukul 22.55 WIB karena sakit yang dideritanya sejak setahun lalu seperti diabetes, jantung, dan stroke.
Dawam amat mencintai Zainun. "Ia adalah seorang istri yang sederhana, seorang yang rajin beribadah. Ia selalu menungguiku ketika menulis di waktu malam, walaupun sering tertidur di depan TV atau di samping radio", begitu Dawam mengenangnya yang ditulis dalam kata pengantar buku karyanya berjudul Ensiklopedi Alquran (2002).
Di buku itu, Dawam menyebut tiga wanita, Mutmainnah (ibunya), Zainun (almarhumah istrinya), dan Sumarni (istri Dawam yang dinikahi pada 17 Maret 1995).
Dalam cerpen berjudul "Wirid", Dawam yang pernah meraih Penghargaan Yap Thiam Hien dari Yayasan Pusat Studi HAM atas jasa besarnya dalam upaya penegakan HAM di Indonesia, juga mengenang almarhumah istrinya dengan tulisan, begini:
"Masih segar dalam ingatanku, kami berjalan bergandengan, sambil membawa payung dan lampu senter, sarimbit ke masjid, dalam hujan gerimis di waktu malam dan subuh, yang menyebabkan pakaian kami basah. Terkenang olehku kami bercinta dalam salat berjamaah berdua yang sudah menjadi kebiasaan yang indah itu. Sehabis salat dan wirid, ia selalu mengajakku bersalaman dan menciumi tanganku berulang-ulang. Dan akupun mengecup keningnya".
Zainun dan Dawam telah berpulang
Ekonom
Latar belakang pendidikan Dawam adalah ekonomi. Ia lulusan dari Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta tahun 1969. Dia dikenal sebagai ekonom tetapi juga cendekiawan muslim yang banyak menulis tentang kajian-kajian Islam.
Semasa hidupnya, Dawam memiliki segudang pengalaman pekerjaan seperti Pemimpin Jurnal Ilmiah Prisma (1980-1986), Direktur LP3ES (1980-1986), Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang (1993), Dosen Universitas 45 Bekasi, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Pusat (1995-2000), Dekan Universitas As Syafi'yah, Direktur Pelaksana Yayasan Wakaf Paramadina (1988 - 1990), Direktur Pusat Pengembangan Agribisnis (1992), Ketua Tim penasihat Presiden BJ Habibie (1999), Rektor Universitas Islam 45 Bekasi (1994-2004), Ketua Dewan Direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat, Rektor UP45 Yogyakarta (The University of Petroleum) tahun 2013-2017.
Sementara sejumlah buku lain karyanya Esai-Esai Ekonomi Politik (1983), Deklarasi Mekah: Esai-Esai Ekonomi Islam (1987), Etika Bisnis dan Manajemen (1990), Habibienomics: Telaah Pembangunan Ekonomi (1995), Paradigma Alquran: Metodologi dan Kritik Sosial (2005), Nalar Politik Ekonomi Indonesia (2011)
Fajar Nursahid yang pernah mengepalai Divisi Penelitian LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), kepada Antara, menilai sosok Prof Dawam adalah intelektual pendidik.
Digambarkan bahwa Dawam sangat bersemangat mendidik anak-anak muda untuk maju mengembangkan khasanah pemikiran dan intelektualitas, khususnya di bidang kajian ekonomi dan pemikiran Islam.
"Beliau penganut madzhab ekonomi kritis dan sangat terbuka menyebut dirinya marxian," kata Fajar.
Sentuhan tangan dingin Dawam dalam mengkader anak-anak muda memunculkan tokoh-tokoh ekonom berikutnya seperti Didik Rachbini, Didin Damanhuri, dan sebagainya.
Dedikasinya untuk pengembangan pengetahuan ekonomi dan pemikiran Islam sangat luar biasa besar. Selain jurnal Prisma yang diterbitkan LP3ES, Prof Dawam juga terlibat dalam penerbitan jurnal "Ulumul Quran" sebagai orang "dapurnya".
"Saya sebagai kader LP3ES era 1990-an, meski tidak sempat bersinggungan langsung dengan beliau secara struktural, tetapi ide-idenya dan cerita-ceritanya sangat menginspirasi kita tentang aqidah dan pemikiran Islam," kata Fajar.
Dawam Rahardjo adalah Ketua LP3ES. LSM yang didirikan di Jakarta pada 19 Agustus 1971 itu dikenal sebagai salah satu yang terbesar di Indonesia, memiliki pengalaman dan kompetensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan penerbitan, penelitian serta pendidikan politik dan sosial ekonomi.
Sejak 1972, LP3ES menerbitkan jurnal-bulanan sosial dan ekonomi, Prisma, yang menjadi bacaan kalangan akademisi, mahasiswa, pejabat-pejabat di pemerintahan, tokoh-tokoh politik dan kelompok-kelompok strategis lainnya.
Pemikiran dan analisis yang disajikan melalui jurnal Prisma dalam banyak hal telah dijadikan referensi bagi pengambil keputusan dan perencana pembangunan di Indonesia di samping menjadi bacaan kalangan intelektual dan pengajar universitas.
Di bidang penerbitan, sejak awal berdirinya LP3ES juga telah menerbitkan puluhan buku teks dan buku-buku umum (general readings) untuk kalangan mahasiswa dan perguruan tinggi, yang beberapa di antaranya telah dijadikan semacam bahan bacaan wajib di berbagai fakultas dan universitas serta lembaga-lembaga pendidikan tinggi lainnya.
LP3ES banyak berkecimpung dalam penelitian, studi kebijaksanaan dan riset aksi terutama yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat akar rumput (grass-root communities). Mulai penelitian tentang sektor informal, koperasi, industri kecil dan kerajinan rakyat, lembaga-lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren, pendidikan non-formal, partisipasi petani, kesehatan ibu dan anak, lingkungan hidup, kajian tentang hubungan masyarakat dan negara dan lain sebagainya.
Lahirnya institusi Badan Perencanaan Pembanguan Daerah (Bappeda) di seluruh Indonesia merupakan rekomendasi penelitian yang dilakukan LP3ES. Beberapa dari hasil penelitian tersebut dipresentasikan dalam berbagai diskusi dan seminar yang publikasikan secara luas oleh kalangan media pers. Bahkan beberapa hasil studi LP3ES juga dipublikasikan dalam bentuk buku.
Sejak kelahirannya, LP3ES juga banyak melakukan berbagai pendidikan dan pelatihan, baik untuk kalangan berpendidikan tinggi, kelompok-kelompok strategis maupun kalangan masyarakat lapis-bawah.
Untuk kalangan yang berpendidikan tinggi dapat dikemukakan, misalnya, pendidikan metodologi penelitian untuk kalangan mahasiswa, pelatihan untuk pers mahasiswa dan jurnalistik radio, pelatihan untuk wartawan daerah, pelatihan untuk "community organizers" dan "development workers", lokakarya bagi pemimpin-pemimpin LSM dan sebagainya.
Untuk kalangan masyarakat lapis bawah, LP3ES telah menyelenggarakan pelatihan, misalnya, untuk berbagai kelompok masyarakat yang bergerak di sektor informal, industri kecil dan kerajinan rakyat, pre-cooperative, petani, dan sebagainya. Selain sukses dalam pengembangan kelembagaan petani seperti P3A (Perhimpunan Petani Pemakai Air) LP3ES juga tercatat berhasil mengembangkan lembaga pengembangan masyarakat, sebagai bagian dari peningkatan peran pesantren, dalam pengembangan ekonomi masyarakat (Biro Pengembangan Pesantren dan masyarakat/BPPM) dan pengembangan koperasi pondok pesantren.
Atas dukungan berbagai donor mulai akhir dasawarsa 1980-an LP3ES juga menyalurkan bantuan untuk mendukung pengembangan kapasitas institusional LSM-LSM kecil, lokal yang bergerak dalam bidang pengembangan sosial dan ekonomi masyaraka serta advokasi demokrasi dan HAM.
Di lembaga itu sosok Dawam begitu kental terasa. Selamat jalan Pak Dawam. (ANT/BPJ).
Editor Artikel: Subagyo.
Obituari - Dawam Rahardjo dan Wirid
Kamis, 31 Mei 2018 6:00 WIB
Profesor Drs Dawam Rahardjo yang lahir di Solo, Jawa Tengah, 20 April 1942, wafat di RS Islam Jakarta pada Rabu malam sekitar pukul 22.55 WIB karena sakit yang dideritanya sejak setahun lalu seperti diabetes, jantung, dan stroke.