Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Prajurit TNI AD asal satuan komando distrik militer (Kodim) 0509/Kabupaten Bekasi, Jawa Barat melaksanakan kegiatan panen raya komoditas singkong bersama warga Kecamatan Setu di lahan urban farming Garuda Yaksa, Desa Kertarahayu.
"Panen raya ini dalam rangka mewujudkan Indonesia maju dan sejahtera melalui kemandirian pangan," kata Komandan Kodim (Dandim) 0509/Kabupaten Bekasi Letkol Inf Danang Waluyo di lokasi, Sabtu.
Ia mengatakan kegiatan ini merupakan sinergi antara prajurit TNI AD bersama masyarakat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, khususnya di wilayah teritorial Kabupaten Bekasi.
Dirinya mengaku program ini diawali dengan perintah dari satuan atas untuk memanfaatkan lahan seluas 11 hektare yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Tanaman jenis singkong dan lengkuas terbukti cocok dengan kondisi tanah di wilayah ini sehingga kedua tanaman itu yang kita putuskan untuk ditanam," katanya.
Danang mengaku program ketahanan pangan ini sekaligus menjadi sarana edukasi bagi masyarakat sekitar untuk dapat mengelola pertanian secara lebih produktif.
Selain itu, Dandim juga menekankan penting sektor pertanian dalam meningkatkan ekonomi masyarakat, khususnya di wilayah Kabupaten Bekasi yang masih memiliki potensi besar untuk pengembangan pertanian.
"Semoga kegiatan semacam ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam hal mengelola sumber daya alam secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat," ucapnya.
Ketua PPL Pertanian Kecamatan Setu Nani mengatakan program ini bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya generasi muda untuk tidak hanya bergantung pada pekerjaan di sektor industri melainkan juga mampu mengembangkan potensi pertanian yang ada di sekitar mereka.
"Dengan pengelolaan yang baik, sektor pertanian diyakini dapat menjadi sumber pendapatan berkelanjutan sekaligus mengurangi ketergantungan pada sektor industri," katanya.
Menurut dia, kegiatan panen raya singkong ini sekaligus menjadi salah satu bentuk dukungan terhadap program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia.
"Kegiatan ini juga menunjukkan betapa penting kolaborasi antara TNI, pemerintah daerah dan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan ketahanan pangan dan ekonomi lokal," kata dia.(KR-PRA).
Tanpa tiket
Untuk menikmati keindahan bunga Rumput Mei, pengunjung tidak perlu mengeluarkan biaya, karena masyarakat lokal atau penduduk asli setempat tidak memberikan tarif untuk pengunjung.
Masyarakat atau wisatawan cukup memarkir kendaraannya di pinggir jalan dan langsung mulai berswafoto dengan berbagai gaya untuk memperoleh hasil foto yang baik.
Amatus Huby, pemuda setempat, menyatakan warga tidak pernah memungut biaya untuk wisatawan yang datang berswafoto, kecuali pengunjung masuk ke dalam lokasi-lokasi objek wisata, barulah dikenakan biaya. Dengan hadirnya pengunjung, masyarakat setempat sangat senang karena daerahnya akan semakin terkenal ke wilayah lain, bahkan ke mancanegara.
Arti Owasi-owasika
Dalam bahasa daerah setempat, Owasi-owasika berasal dari tiga kata, yakni owa, owasi, dan eka. Owa artinya dirinya atau padanya (dalam konteks ini pada rumput atau bunga ini). Owasi berarti bau (harum), dan eka berarti daun.
Rumput Mei ini diperkirakan menghiasi Lembah Baliem sejak kurun waktu 1970-an, hingga saat ini. Rumput ini mudah tumbuh di dataran tinggi dan perbukitan yang kering.
Rumput ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kepentingan ternak, pembangunan pagar dan sebagai obat herbal.
Masyarakat biasanya membiarkan ternak mereka, seperti sapi dan kambing, dilepasliarkan di alam bebas dan hewan ternak itu memakan rumput ilalang tersebut.
Selain itu juga rumput liar ini biasa dikeringkan dan dijadikan sebagai pelengkap pembuatan pagar tradisional yang terbuat dari kayu.
Masyarakat lokal juga memercayai bahwa rumput ini memiliki khasiat dalam penyembuhan berbagai penyakit. Maka sejak turun temurun telah digunakan oleh masyarakat lokal untuk penyembuhan dengan cara merebus rumput itu.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayawijaya mendukung pembangunan pariwisata di daerah itu melalui berbagai kegiatan.
Tahun 2024, sebelum adanya kebijakan pusat mengenai efisiensi anggaran yang termuat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 tahun 2025, Disbudpar menggelar kegiatan dalam menyambut fenomena Rumput Mei.
Akan tetapi, setelah adanya kebijakan efisiensi, maka tahun 2025 kegiatan tersebut sementara ditiadakan dalam rangka mendukung kebijakan negara tentang efisiensi anggaran.
Minimal, untuk menggelar kegiatan Rumput Mei seperti tahun lalu itu menghabiskan Rp300 juta. Saat ini anggaran dipangkas, sehingga Pemkab Jayawijaya tidak menyelenggarakan festival itu.
Fenomena Rumput Mei yang sangat luar biasa dan terjadi satu kali dalam setahun ini kalau dikemas secara baik dapat meningkatkan pemasukan kepada masyarakat maupun pendapatan asli daerah (PAD).
Keindahan Rumput Mei akan terjadi beberapa hari pada bulan Mei setiap tahun, dan rumput ini akan berbunga dengan daunnya kecil berwarna ungu kemerahan hampir di semua wilayah atau 40 distrik di Kabupaten Jayawijaya.
Dimana ada hamparan luas pasti terdapat rumput tersebut yang berkembang bebas dan hanya berbunga pada bulan Mei.
Ke depan, setelah kebijakan tentang efisiensi ini dilonggarkan, maka pemerintah daerah bisa menganggarkan untuk merancang satu kegiatan festival untuk menyambut fenomena berbunga atau mekarnya Rumput Mei.
Keindahan alam yang indah ini patut dijaga dan dilestarikan sebagai anugerah yang Tuhan berikan bagi masyarakat di Lembah Baliem. Keunikan ini tidak terdapat di daerah lain, baik di Papua Pegunungan maupun daerah lainnya di Indonesia.